“Rian …,” gumam Nayla lirih, suaranya nyaris tenggelam oleh deru AC kamar. “Heum?” Adrian menoleh cepat, wajahnya penuh cemas. Nayla menunduk, jemarinya saling meremas di depan perut. “Kayaknya … aku telat datang bulan.” Hening seketika. Adrian terpaku, seperti otaknya berhenti memproses. “Kamu … yakin?” suaranya nyaris berbisik. Nayla menghela napas panjang. “Harusnya udah lewat tiga hari. Tapi aku pikir mungkin cuma karena kecapekan, kan akhir-akhir ini aku sering begadang.” Tatapan Adrian berubah drastis. Ada sesuatu di matanya—campuran antara harapan besar dan rasa hati-hati. Ia tahu Nayla punya luka lama, tentang pernikahan yang dipaksakan dulu, tentang trauma kehilangan sosok ibu, tentang ketakutan jadi ibu yang mungkin tak sempurna. Ia tak ingin gegabah bahagia lalu melukai hat
Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari