Pagi itu, langit Jakarta sedikit lebih cerah dari biasanya. Bukan karena awan benar-benar bersih atau matahari bersinar sempurna. Tapi karena ada yang berubah di hati Nayla—sesuatu yang perlahan mencair. Seperti es yang retak sedikit demi sedikit oleh sinar hangat yang lama hilang. Sudah seminggu sejak mereka mengambil jarak. Tidak ada pesan. Tidak ada pertemuan diam-diam. Tidak ada janji atau pelukan. Tapi Nayla tahu ... Perasaannya tidak pernah benar-benar pergi. Ia hanya diam di sudut hatinya, duduk bersabar, menunggu dirinya siap membuka pintu kembali. Hari ini, ia melangkah ke kampus tanpa beban di pundak yang selama ini mengunci langkahnya. Tidak ringan, memang. Tapi tidak seberat kemarin. Di kelas, Adrian tetap menjaga sikap. Datar. Tenang. Profesional. Kemeja biru muda,