“Silakan, anggap rumah sendiri,” kata Riana sambil menepuk bahu Nayla lembut. Nayla hanya mengangguk, menahan gejolak campuran rasa kagum, segan, dan sedikit canggung—karena kini, ia resmi menjadi bagian dari rumah itu. Setelah mempersilahkan menantunya masuk lalu Riana memanggil pembantu untuk membantu membawa koper ke lantai dua. “Kamar Adrian masih sama seperti dulu, Nak,” katanya sambil tersenyum pada Nayla. “Sekarang … itu kamar kalian.” Nayla hanya mengangguk sopan, mengikuti Adrian menaiki tangga kayu yang mengeluarkan bunyi berderit halus setiap kali diinjak. Di ujung lorong, sebuah pintu cokelat tua terbuka. Begitu melangkah masuk, aroma khas kamar pria—campuran wangi kayu dan sabun—langsung menyambutnya. Kamar itu luas, dindingnya dipenuhi rak buku dan beberapa foto lama Adri