Eps. 5 Mengorek Nama

1221 Kata
Pagi setelah bertemu dengan Kay, sampai sore Greta masih penasaran dengan sosok Kay yang menurutnya misterius. Bukannya dia tertarik pada pria itu tapi, dia hanya penasaran dengan sikapnya saja. Pada sikapnya yang tiba-tiba muncul dan mendadak hilang. "Mungkin bar itu bukanya malam saja," gumam Greta menaruh tas selempang berwarna hitam ke meja setelah melepasnya dari bahu. Tadi sore saat ia melewati jalanan di sekitar bar, bar itu tutup. Sedangkan di daerah ini ada beberapa bar yang buka dua puluh empat jam, tapi itu letaknya jauh sekali juga bisa dihitung dengan jari. Rata-rata bar di sini hanya buka pada malam hari saja. "Nanti aku lihat lagi." Greta bukannya ingin menemui Kay karena sesuatu, ia hanya ingin bertemu dan menanyakan namanya saja. Sungguh, ia penasaran sekali dengan nama pria itu. Tentu bila mengenal seseorang tanpa tahu nama tersebut itu akan membuatnya terus penasaran. Bisa-bisa dia mati penasaran jika terus begini. Dua jam kemudian Greta sudah duduk di depan cermin full body mematut dirinya yang sudah berpakaian rapi. Dia mengenakan blus lengan panjang salem polos dan rok hitam selutut. Beberapa kali ia berputar posisi untuk melihat tubuhnya menyeluruh. Ia memang memerhatikan penampilan. Dia tak ingin saja terlihat kurang rapi atau kurang menarik di depan siapa saja. Setelah merasa penampilannya oke, barulah Greta keluar dari rumah. Bukan, tepatnya rumah yang ia kontrak selama ia bekerja di tempat ini. *** Greta kini berdiri di depan bar milik Kay. Lampu dalam bar sudah terlihat menyala, tapi pintu masih ditutup. Terlihat dua orang pria berkemeja putih dengan celana hitam, sepatu hitam mengkilap sedang menata kursi dan mengelap meja. Belum. ada pengunjung yang masuk ke sana. Entah jam berapa bukanya. Greta lalu mengetuk pintu kaca tiga kali. Membuat pria yang ada di dalam sana membalik badan. "Ya, Nona?" Seorang pria kemudian menuju ke pintu dan bicara dari dalam. "Apakah bar sudah buka?" Pria berpostur tinggi sedang itu kemudian menoleh ke belakang menatap ke arah jam dinding. Lalu dia menunjuk angka lima dengan membuka lima jemarinya. Greta hanya mengangguk saja. Menunggu lima menit Itu tak masalah baginya asal tidak lebih dari itu. Pria tadi kembali ke tempatnya menata meja-kursi yang masih belum selesai. Sedangkan Greta tetap berdiri di depan bar. Hanya saja dia sedikit bergeser ke sudut. Lalu dia mengeluarkan ponsel untuk menunggu waktu yang tersisa. Tak lama kemudian terdengar suara pintu dibuka. Greta langsung masuk dan menjadi pengunjung pertama yang datang di bar. "Selamat datang, Nona." Batender menyapa sekaligus membuat Greta tersentak dengan meledaknya pita pinata. Sungguh jantung Greta serasa mau pecah rasanya dengan kejutan ini. Terlebih kala seorang bartender tiba-tiba saja memberinya balon. "Ada apa ini?" lontar Greta dengan dua balon di tangannya, menatap bingung bartender. "Di bar ini sampai tiga hari ke depan ada layanan gratis pesan untuk pengunjung pertama yang datang." Greta kira ada apa, rupanya dia mendapatkan hadiah minum gratis. "Terima kasih." Greta lantas menuju ke sebuah kursi dan duduk di sana, memesan minuman. "Aku mau caipirinha satu." "Baik, Nona. Mohon ditunggu sebentar." Bartender memasang apron terlebih dulu kemudian meramu pesanan Greta, menata es batu di gelas lalu menuangkan ramuan pada shaker. Dan bisa dilihat sekarang, bertender juggling, melempar shaker setelah mengocoknya, menuang pada gelas yang membuat Greta terpukau dengan aksi tersebut. "Ini pesananmu, Nona." Bartender menyajikan pesanan Greta, gelas berisi air berwarna hijau segar jeruk nipis dengan topping irisan jeruk nipis di tepi gelas. Greta tak langsung meminum meminuman pesanannya tersebut. Ia malah menatap ke arah bartender lain yang sedang bertugas, saat ini beberapa pengunjung sudah mulai masuk dan memenuhi sebagian kursi yang ada di dalam bar. Ia jelajahkan pandangan sampai ke sudut ruangan, mencari seseorang. "Aku tidak lihat temanmu yang satunya. Ke mana dia?" Bartender menatap ke arah temannya yang sedang bertugas. "Maksud kamu Benji?" Bartender menunjuk dengan lirikan mata pada rekannya yang baru saja keluar dari sebuah ruangan dengan membawa banyak gelas. Greta menggelengkan kepala. "Bukan dia yang kumaksud, yang lainnya." Bartender mengangkat sebelah alisnya. Selain dirinya hanya ada satu orang yang bekerja di sini. Entah kapan akan tambah personil lagi. Greta lalu menyebutkan ciri personal Kay, menggambarkan sosok pria yang tinggi atletis dengan mata cokelat lembut namun sedikit jahil dan misterius. "Maksud kamu Kay?" Bartender langsung tanggap dengan personal yang disebutkan itu mirip sekali dengan pemilik bar ini. "Dia sepertinya tidak masuk hari ini." Bartender tidak menjelaskan lebih mengenai Kay. Itu karena Kay sendiri sudah berpesan pada dua bartender di sini, Chris dan Benji untuk merahasiakan hal tersebut dari pengunjung bila dia adalah pemilik bar ini. Entah apa alasannya, tak ada yang tahu. "Tidak masuk, ya." Greta terlihat sedikit kecewa. Namun tak apa, ia sudah mengantongi nama pria yang dicarinya. Tampak sudut bibirnya tertarik tipis ke samping. Di apartemen Kay. Terlihat pria itu sedang terlentang di tempat tidur dengan mata masih terpejam. Semalam grand opening sukses. Meski jam tutupnya jam dua belas malam, tapi pada praktiknya saat ia akan menutup bar, beberapa pengunjung memaksa masuk. Sehingga jam dua dini hari barulah bar benar-benar tutup. Meski secara teknis mereka sudah tutup, namun di dalam juga masih membereskan gelas yang kotor, juga menata kembali etalase yang kurang rapi. Dan itu semua benar-benar baru selesai jam tiga dini hari. Terdengar suara dering telepon. Tak ada respons. Kay yang masih mengantuk belum membuka mata juga. Padahal ini sudah sore. Namun dering ponsel berhenti dan setelahnya terus berdering dan semakin nyaring hingga membuka paksa kelopak Kay yang masih berat untuk dibuka. "Siapa yang telepon pagi begini?" Kay menegakkan tubuhnya duduk dengan kesadaran yang belum komplit. Barulah ia sadar setelah menyasarkan pandangan ke arah jam dinding di mana waktu saat ini menunjukkan sudah sore. Rupanya dia sudah selama ini tidur. Itupun masih terasa ngantuk saja. Satu tangannya terulur dengan malas ke atas nakas untuk mengambil ponsel. Kay tersenyum setelah membaca siapa yang menelepon dirinya. "Halo Quinn Sayang, ada apa?" Suara gadis cempreng terdengar di ujung telepon membalas, menyatakan bila semalam nomornya susah dihubungi. Memang, semalam Kay menonaktifkan ponselnya malahan, agar tak ada yang mengganggu di awal Grand Opening. Suara cempreng yang selalu dirindukannya itu juga menyampaikan bila semalam di rumah ada tamu ayah yang datang bersama seorang gadis. Ia menambahkan bila gadis itu sepertinya akan dijodohkan dengan Kay. "Lalu ayah dan ibu bagaimana?" Suara cempreng di telepon yang kini berubah lembut menjelaskan bila setelah tamu pulang, ayah marah dan hampir mengamuk tapi bisa ditenangkan oleh ibu. Ayahnya mengancam bila Kay tak kunjung datang, maka ayah akan datang mencari. Kay menghela napas sejenak. Setelah seminggu kepergiannya rupanya ayahnya masih membara dan tetap melanjutkan perjodohan itu, padahal dia sudah jelas menolaknya. Dan sudah jelas pula ayahnya itu memberinya waktu tiga puluh hari. Ini baru tujuh hari sudah menuntut lagi. Dia sampai jengah sendiri dibuatnya. "Quinn, biarkan saja ayah seperti itu. Nanti bila waktunya pulang aku akan pulang. Kakakmu ini masih mencarikanmu kakak ipar untuk dibawa pulang dan ditunjukan pada ayah juga ibu." Padahal, yang sebenarnya sampai detik ini pun, Kay belum terpikirkan sama sekali untuk mencari wanita. Masih belum ada yang klik di hatinya. Suara penuh semangat ditelepon, menjelaskan bila dia ingin tahu keberadaan Kay saat ini. Dan bila sudah mengetahui lokasi pastinya maka dia akan datang bersama temannya. "Quinn ... dengarkan Kakak. Kakak akan memberitahumu di mana Kakak berada. Asal kamu tidak memberitahukan pada ayah dan ibu." Namun tiba-tiba tak ada respons, seolah telepon terputus sendiri. Membuat Kay panik. Kenapa adiknya itu tiba-tiba saja mematikan telepon? "Quinn! Ada apa denganmu?" Kay menatap bingung benda pipih dalam genggaman tangannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN