ZZ|18

1034 Kata
“Mama aku datang ke Kafe Taria tadi pagi, ketemu sama Kak Vano. Terus Mama bilang kalau dia liat aku datang ke deket rumahnya. Yang waktu itu sama kamu ke sananya.” Zevania menghentikan ceritanya dan menatap Zidan sejenak. Zidan sama sekali tak menunjukkan reaksi apapun selain tetap menatap lekat Zevania. “Terus Mama bilang sama Kak Vano, kalau Mama sama sekali gak mau lagi berhubungan sama aku dan Kak Vano sedikitpun. Mama bilang, Mama gak mau tinggal di satu kota yang sama.” Zevania mengalihkan pandangannya pada seisi ruangan. Tidak ada yang istimewa memang di kelas kosong tak terpakai ini. Zevania melakukan itu untuk menghalau air mata yang menggenang. “Mama kasih Kak Vano uang seratus juta dan nyuruh supaya aku sama Kakak pindah dari kota ini.” Tetesan air mata Zevania mulai berjatuhan dengan bebas. Mungkin menunjukkan sisi kerapuhan jiwanya di depan Zidan tidak masalah bukan? Tidak apa jika nantinya Zidan akan semakin tidak menyukainya karena menganggapnya sebagai cewek lemah, Zevania hanya tak dapat menutupi kesedihannya saat ini. “Hahaha!!” Suara gelak tawa dari teman-temannya membuat Zidan tersentak dari lamunannya. Ia berada di rumah D’Zebra di mana semua anggotanya kini saling melempar candaan yang meramaikan suasana. Tidak hanya saling melempar candaan, mereka juga saling melempar kacang ketika tertawa. Hanya Zidan yang memilih menikmati sebatang rokok di sela jarinya sambil memikirkan sesuatu. Otaknya terus bekerja keras apalagi ketika mengingat anggukan dari kepala Zevania ketika Zidan bertanya akankah Zevania dan kakaknya pindah dari kota ini. “Paketu jiwanya gak disini, guys!!” ejek Andra dengan tawa nyaringnya. “Kepikiran calon bini nya dia!” timpal Leon yang memang menyadari perubahan Zidan hari ini setelah pertemuan Zidan dengan Zevania. Bahkan Leonlah yang memergokinya sedang berbicara berdua dengan Zevania. “Mana udah mulai berani mojok di kelas kosong lagi. Haha!” lanjut Leon dengan tawanya. Zidan mendengus ketika semua orang terlihat kaget mendengar ucapan Leon. Pria itu benar-benar harus diberi pelajaran atas kelancangan mulutnya. “Sumpah demi apa lo ajak bidadari gue mojok di kelas kosong?!” Rafael berteriak heboh seraya mendekati Zidan. “Apaan sih, sana lo jauh-jauh!” Zidan mendorong Rafael agar menjauh darinya. Rokok yang dipegangnya ia simpan dalam sebuah wadah kecil. “Lo demen juga sama Zevania akhirnya, padahal gue baru aja niat mau maju,” ujar Ilham dengan tatapan yang dibuat sekecewa mungkin. “Mana ada yang tahan sama godaan Zevania! Bidadari gue gitu loh!” ucap Rafael, lagi. “By the way, kalian ngapain aja di kelas kosong?” tanya Andri dengan kerlingan jahilnya. 0o0 Lelah, satu kata yang menggambarkan kondisi Zevania saat ini. Tangannya bergerak mengambil nampan yang sudah terdapat satu gelas kopi. Sebelum mengantarkannya ke pengunjung, Zevania melirik Zevano terlebih dulu. Zevano terlihat semangat, padahal Zevano sudah bekerja sejak pagi. “Kak?” “Kenapa?” Zevano menekan tombol mesin pembuat kopi seraya mengalihkan pandangan pada adik tersayangnya. Zevania menggelengkan kepala sebelum menjawab, “Gak capek?” Senyuman terbentuk di bibir Zevano, “Kamu capek?” “Iya, tapi kok Kakak kayak gak capek gitu?” Lagi-lagi senyuman yang Zevania dapatkan. “Capek lah, manusiawi. Udah sana, anterin pengunjung udah nunggu!” titah Zevano beralasan, padahal Zevano hanya tidak kuat untuk menatap wajah lelah Zevania lebih lama. Zevania berjalan dengan lesu menuju meja nomor delapan sesuai dengan pesanan yang diterimanya dari nota pemesanan. “Selamat menikmati mas.” Zevania meletakkan kopi di meja tanpa melihat pengunjung yang duduk di sana, dan berbalik untuk segera kembali ke rumah pelayan. “Gak ramah banget sama pengunjung!” Suara itu menghentikan langkah Zevania dan membuatnya berbalik dengan senyum bahagia. “Zidan!!” pekik Zevania kembali berjalan ke meja nomor delapan dan duduk di depan Zidan. “Tumben sendiri, geng kamu mana?” tanya Zevania. “Lagi pengen sendiri aja,” jawab Zidan santai sembari menyeruput kopinya. Zidan menatap Zevania yang nampak lelah meski kini cewek populer di sekolahnya itu tengah memasang senyum. “Temenin gue disini!” titah Zidan. “Pengen banget sih nemenin kamu di sini, tapi kan aku harus kerja,” keluh Zevania. Zidan mengangkat sebelah alisnya yang membuatnya so damn handsome! Zevania hampir saja berteriak memuji jika saja ia tak menahannya. “Emang kalau nemenin pengunjung itu buat lo potong gaji ya?” “Temenin gue! Biar nanti gue ngomong sama manajer kafe ini!” “Kalau nanti aku dipecat gimana?” “Lo kerja sama gue!” tegas Zidan. Zevania berpikir sejenak, bekerja pada Zidan? Posisi apa yang kira-kira Zevania dapatkan bila bekerja pada Zidan. Jadi kekasih kah? “Atau lo gak usah nunggu dipecat deh buat kerja sama gue, lo berhenti aja dan langsung kerja sama gue!” ucap Zidan. Zevania nampak tertarik dengan tawaran Zidan. “Kerja jadi apa?” “Asisten pribadi ue, kasarnya lo jadi babu gue!” ungkap Zidan, meski terkesan kasar namun ucapannya justru membuat Zevania antusias. “Beneran? Mau banget!! Kalau gitu kan selain dapat uang siapa tahu aku juga bisa dapat kamu.” Zevania tersenyum bahagia. “Lo di sini gaji lima puluh ribu kan? Gue bayar lo seratus ribu per hari.” Zevania semakin bahagia mendengar ucapan Zidan, baru membayangkan bekerja pada Zidan dan selalu bersama Zidan saja membuatnya bahagia luar biasa. Apalagi dengan bonus uang yang akan ia dapat setiap harinya. “Aaaak! Makasih Zidan!!!” Zevania beranjak dari duduknya dan langsung memeluk Zidan, membuat Zidan yang sedang menyeruput kopinya jadi tersedak. “Uhuk! Uhuk!” Zidan terbatuk-batuk sebagai upaya tubuhnya mengeluarkan air dari tenggorokan. “Aduh, maaf. Kamu kaget ya?” Zevania mengelus d**a Zidan untuk meredakan rasa sakit yang Zidan rasa meski sebenarnya itu tak berpengaruh sama sekali. “Udah, udah.” Zidan memegang tangan Zevania yang bergerak bebas di dadanya guna menghentikan gerakan tangan Zevania. “Gak papa kan?” Zevania bertanya lagi untuk memastikan. Zidan mengangguk dengan pasti dan meminta Zevania untuk duduk kembali. “Kayaknya aku harus kembali kerja deh. Ini kan hari terakhir aku kerja disini. Besok kamu jelasin ya tugas aku sebagai asisten kamu apa aja. Dadah!” Zevania melambaikan tangannya seiring dengan langkahnya yang membawa Zevania menjauh. Brukk.. Karena Zevania yang terus melambai pada Zidan, membuat tubuhnya menubruk seorang pria yang sepertinya baru masuk. Zevania nampak minta maaf sambil menggaruk tengkuknya sendiri membuat Zidan terkekeh melihatnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN