ZZ|17

1129 Kata
“Heh, kan udah gue peringatkan sama lo semua. Jangan ada yang duduk di sini!! Ini tempat gue!!” bentak Zevania pada dua orang siswi teladan yang duduk di meja samping Zidan. Seharusnya, dua gadis yang bahkan tak Zevania ketahui namanya itu sudah tahu mengenai aturan tak baku yang berjalan beberapa waktu ini di kantin mengenai tidak boleh ada yang menempati meja di samping Zidan, kecuali Zevania dan teman-temannya. “Wanjir!! Akhirnya bidadari gue keliatan lagi garangnya,” imbuh Ilham yang memperhatikan Zevania. Sedangkan Zidan, cowok yang menanggalkan dasi dari kerah bajunya itu nampak geram melihat tindakan Zevania. Ia tidak suka melihat Zevania yang bertindak kasar pada sembarang orang. Apalagi jika itu beralasan dirinya. “Van, ini kantin. Meja sama kursi di sini inventaris sekolah. Lo gak berhak atur-atur orang mau duduk di mana. Kalau Nisa sama Lina mau duduk di sana ya gak masalah dong!” Suara Zidan terdengar datar, wajahnya menatap Zevania tajam. Tania dan Gista yang memang datang bersama Zevania terlihat geram atas pembelaan Zidan terhadap dua siswi tadi. “Eh, es nong-nong! Zevania gitu juga karena lo kali!” Zidan menoleh sejenak pada Gista, ia menarik kursi kosong dari meja lain agar berada di sisinya. “Sini duduk, lo mau deket gue kan?” Zevania melongo karena tindakan Zidan, tentu saja rasa senang menyerang. Namun ia heran, benarkah ini Zidan? “Wasiik!! Duduk bareng bidadari gue! Sini Van, eh kalian juga sini duduk!” Rafael menarik dua kursi lagi untuk Tania dan Gista. Dengan senang hati Zevania duduk di samping Zidan. Zevania menunjukkan senyum terbaiknya pada Zidan yang hanya dibalas dengan tatapan datar oleh Zidan. “Gitu dong, kan aku seneng bisa deket sama kamu. Besok-besok kalau kamu ke kantin aku duduk sama kamu lagi ya?” Zevania menyatukan kedua tangannya sebagai bentuk permohonan pada Zidan, tak lupa ia memasang wajah berharap yang kentara. Zidan mendengus, namun tak ayal ia mengangguk malas. “Kalau kalian di sini, Farah gak bisa gabung dong,” keluh Leon, tentu saja Farah tak akan mau bergabung di sana bila ada Zevania dan kedua temannya. “Lo cabe aja demen! Beli sana dipasar, jangan ambil dari orang!!” ejek Tania yang membuat Leon terlihat emosi. “Diem lo! Sama-sama cabe juga!” geram Leon mencoba meredam emosi. “Wah, akhirnya diakuijuga bahwa pacar Lo itu cabe,” timpal Zevania dan terkekeh di akhir kalimatnya. “Diem!” bisik Zidan pelan namun terkesan tegas membuat Zevania terdiam seketika dan menatap Zidan cemberut. “Gue tahu kalian pasti gak suka sama gue dan Farah—“ “Emang!” Gista memotong ucapan Leon dengan cepat. “Ya, tapi seharusnya kalian gak gitu. Yang punya masalah itu gue sama Rey. Meskipun kalian temen Rey, gak seharusnya kalian ikut campur!” lanjut Leon. “Leon, kalau Reynaldi rebut pacarnya Rafa lo bakal ikut marah gak? Setidaknya lo gak rela kan liat temen lo kecewa?” tanya Zevania menatap Leon serius kali ini. Leon terdiam, tentu saja ia akan ikut marah. Hanya saja, posisinya sekarang yang salah membuat ia harus membenarkan posisinya. “Van!” Sebuah teriakan disusul dengan datangnya sosok tegap menghampiri mereka. Reynaldi, mencari Zevania. Sejenak, Reynaldi lupa akan tujuannya menghampiri Zevania ketika melihat Leon. Mereka berdua saling menatap sinis dan terlihat amarah dari mata satu sama lain. “Ngapain sih kalian gabung di sini? Tuh banyak meja kosong!” tunjuk Reynaldi pada meja-meja kosong. “Kenapa? Lo takut kalah lagi sama gue? Setelah gue rebut pacar lo, gue bisa aja rebut temen-temen lo!!” sewot Leon Reynaldi nampak emosi, ia mengambil botol plastik kecap di meja dan dilemparkan tepat pada kepala Leon. “Bacot!!” “Di gerbang ada Kakak lo!” ujar Reynaldi dan langsung menarik tangan Zevania kasar untuk meninggalkan kantin. 0o0 Enggan masuk kelas setelah bertemu dengan kakaknya, Zevania memilih untuk duduk di kantin sambil menelungkupkan kepalanya. Pikirannya dibuat kacau karena perbincangannya dengan Zevano. Beruntung kantin sudah sepi berhubung jam pelajaran sudah dimulai kembali. Sebotol air mineral yang digenggamnya hanya diremas tanpa ada niatan untuk meminumnya barang setetes. Zevania menegakkan tubuhnya ketika mendengar suara decitan kursi di sampingnya. Helaan napas lega dikeluarkan Zevania ketika melihat Reynaldi lah yang kini duduk disampingnya. “Sorry, tadi gue denger obrolan lo sama Kakak lo.” Reynaldi menatap lembut Zevania dan tersenyum tulus. Tangannya bergerak mengusap rambut Zevania. Senyuman tulus Reynaldi dibalas sendu oleh Zevania. Tanpa canggung, Zevania menubrukan tubuhnya pada Reynaldi. Rasanya ingin menangis, namun Zevania mencoba untuk menahannya sebisa mungkin. “Kenapa?” Suara lain disertai decitan kursi di sebelah kanan Zevania membuat keduanya melerai pelukan. Keduanya menatap heran atas kedatangan sosok itu. “Zidan, kamu gak belajar?” Nampak Zidan menatap wajah Zevania lekat. “Jamkos. Lo kenapa?” Zevania menarik napas dan menggelengkan kepalanya. “Gak papa, kamu mau beli sesuatu?” “Gak, gue kesini karena liat lo berdua pelukan,” balas Zidan menatap datar Reynaldi. “Napa? Cemburu lo? Kalau Zevania deketin lo aja gengsi, sekarang giliran deket sama gue malah cemburu. Lo tahu, gak ada yang namanya sahabatan antara cewek sama cowok? Bisa aja besok kita berdua jadian,” cecar Reynaldi seraya menatap Zidan penuh cemoohan. “Kalau besok kalian mau jadian, ya jadian aja. Tapi sekarang, lo ikut gue dulu, Van!” balas Zidan dan menarik lengan Zevania. Tidak seperti Reynaldi tadi, Zidan menarik Zevania dengan lembut. Keduanya berjalan beriringan melewati kelas-kelas yang sepi karena murid di dalamnya tengah belajar dengan serius. Sepertinya hanya kelas Zidan yang tidak belajar. Zevania terus mengikuti, sampai mereka melewati perpustakaan yang membuat Zevania berhenti seketika. “Dan, jangan bilang kalau kita mau ke kelas kosong itu lagi? Gue gak mau ah!” cerca Zevania menatap horor Zidan. Zidan menatap Zevania dengan alis terangkat. “Kenapa?” “Di sana serem!! Takut!!” Zidan mendengus, “Ya bagus, jadikan lo bisa modus. Sok peluk gue kayak tadi lo peluk Rey misalnya?” “Kamu beneran cemburu ya?” pekik Zevania senang. Zidan berdecak, kemudian kembali melangkah sembari menarik tangan Zevania hingga keduanya sampai di kelas kosong tempo hari. Mereka kembali duduk di meja guru yang nampak berdebu. “Cerita sama gue kenapa lo sedih?” Zevania terperangah dengan pertanyaan Zidan. Kini Zevania semakin yakin bahwa Zidan peduli padanya, sebelumnya Zevania pernah berpikir bahwa ia hanya percaya diri. “Gak pa—“ “Kalau lo beneran cinta sama Gue, harusnya lo jujur!” ketus Zidan. “Kalau lo beneran cinta sama gue, harusnya lo peluk gue saat lo sedih, bukan peluk cowok lain!” lanjutnya. Zevania menganga menatap Zidan. Rasa bahagia membuncah dalam hatinya menyadari raut cemburu dari wajah Zidan. “Dan, kamu mulai suka ya sama aku?” Zidan menatap Zevania, memilih bungkam. Namun akhirnya ia menjawab. “Cerita aja!” Zevania kesal dengan respon Zidan, namun begitu, ia tetap mulai menceritakan perihal sebab kesedihannya pada cowok incarannya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN