ZZ|01

1650 Kata
Seorang gadis cantik berlari di tengah kerumunan orang yang nampak tengah menonton perkelahian dua cowok tampan yang tengah dirundung emosi. Ia berteriak kaget manakala melihat dua orang yang sedang berkelahi tersebut, yang ternyata salah satu di antaranya adalah sahabat yang sedari tadi ia cari. “Oh my god!!” “Reynaldi! Udah,- Lo udah ih!! Berhenti gak!!” Gadis itu dengan berani menarik salah satu dari dua orang yang tengah berkelahi tersebut. Tanpa rasa takut gadis itu berdiri di antara keduanya. Cowok yang dipanggil dengan nama Reynaldi itu menghentikan aksinya. Gadis cantik yang berdiri di depannya tidak menghalangi pandangannya untuk menatap sengit sang musuh. “Urusan lo sama gue belum selesai!!” tekan Reynaldi sebelum pergi sambil menarik tangan gadis yang tadi menghentikan aksinya. Gadis itu adalah Zevania Arasha. Cewek bengal nan cantik yang menjadi incaran kaum adam yang melihatnya. Kelas XII IPA 4 di SMA Bintang Bangsa. Selama bersekolah disana, prestasinya adalah menjadi siswi kesayangan guru Bidang Konseling. Secara fisik, ia adalah sosok sempurna. Wajahnya cantik, dengan rambutnya yang ikal di bagian bawah. Tubuhnya? Jelas cerminan body goal kaum hawa. Meski begitu, Zevania adalah cewek setia. Terbukti dengan ia yang hanya mengejar seorang cowok terhitung sejak dua tahun lalu. Tepatnya, saat ia mengikuti camping Penerimaan Tamu Ambalan di sekolahnya. “Lo kenapa ribut sama si Leon?” Sejak tadi, Zevania sudah gatal ingin bertanya. Maka ketika mereka telah sampai di kelas, tanpa menunggu lama ia langsung mengajukan pertanyaan kepada Reynaldi, sahabatnya. “Tuh cowok emang goblok! Dia jalan sama cewek gue, anjir!” jawab Reynaldi tanpa berusaha menyembunyikan emosinya. Sudah Zevania duga, alasannya ialah Farah. Cewek sialan yang jadi pacar sahabatnya. “Kalau gitu dua-duanya goblok, berarti. Kalau cewek lo nya gak mau gak mungkin lah mereka jalan. Dasar cabe emang.” Dengan santainya Zevania berkata. “Iya gue juga tahu,” ketus Reynaldi. Sebenarnya ia tak suka pacarnya dikatakan cabe, tapi bagaimana lagi jika memang benar, kan? Zevania melirik ke arah pojok belakang kelasnya yang hanya terdapat beberapa orang saja karena di waktu istirahat seperti sekarang, sebagian besar siswi pasti berkumpul di kantin. Sedangkan sebagian siswa pergi ke luar area sekolah dan mencari warung-warung tersembunyi, atau tempat yang aman dari jangkauan guru untuk merokok. Zevania melihat dua orang temannya tengah meringkuk di atas banner bekas promosi sekolahnya. “Woy!! Tania! Gista!” Sebuah buku yang dilempar Zevania mengenai sikut Gista. Tak berhenti sampai disitu, Reynaldi juga melempar buku paket yang tebalnya sekitar tiga sentimeter. Plak ... Buku tebal dan berat itu mendarat sempurna di wajah Tania yang tidur telentang. “Anjir ya lo, Rey. Sakit muka Gue!! Mahal nih perawatan muka gue, kalau kenapa-napa sama muka gue, lo harus bayarin biaya perawatannya!!” Tania bangkit dengan tatapan garang, ia melempar kembali buku paket itu ke arah Reynaldi yang tengah tertawa. “Santai, Tan Otan. Butuh berapa duit tuh muka? Gue jabanin kalau bisa bikin lo cantik,” balas Reynaldi dengan wajah menyebalkan, tangannya berhasil menangkap buku yang dilempar ke arahnya. “He to the low, gue emang cantik kali. Perawatan Cuma cara gue aja buat melestarikan kecantikan paripurna Gue.” Tania berjalan dengan sombongnya menghampiri Reynaldi, meninggalkan Gista yang masih belum terbangun. “Bangunin tuh si Gista, miris gue liatnya kayak ...” Zevania menatap seonggok tubuh yang tertidur pulas dengan beralaskan banner tersebut dengan tatapan iba yang dibuat-buat. “Haha. Bener miris juga Gue, kayak gembel aja tuh bocah,” tambah Reynaldi dengan tawa tengilnya. “Ogah!” dengus Tania 0o0 Di sebuah warung kecil yang ada di tengah perkampungan dekat sekolah Bintang Bangsa, berkumpul beberapa siswa tengah merokok. Warung yang biasa disebut dengan “Warung Jendela” karena memang barang yang dijual di sana dijajakan di jendela. “Gimana buat acara nanti malem?” tanya seorang cowok berperawakan tinggi yang tengah menghisap rokok. Ia menatap seorang cowok lainnnya yang justru asik dengan permainan di ponselnya. “Heh, Zidan, fokus mulu sama HP lo mah! Itu si kutu kupret Rafa nanya juga,” tegur seorang temannya yang bernama Ilham. Cowok tersebut menatap teman-temannya dengan tatapan datar. “Gimana apanya? Yaa, kayak biasanya,” jawabnya, dia adalah Zidan Revano Husen. Cowok keren, tampan, dengan tubuh sempurna. Sifatnya yang terkenal dingin, cuek, jutek dan segala antek-anteknya. Rafael, cowok yang bertanya tadi mendengus ketika mendengar jawaban Zidan. “Yeeuhh ... ya kalau gitu sih gue juga tahu. Maksud gue tuh mau berangkat bareng gak, kumpul dulu dimana gitu,” gerutu Rafael melempar puntung rokok yang sudah padam ke arah Ilham. “Heh! Kurang asem lo! Keselnya ke siapa lempar nya ke gue. Saraf Lo!” Ilham membersihkan rambutnya yang terkena puntung rokok, kesal pada Rafael. “Emang kalau lo jadi gue, berani gitu lempar ke Paketu?” tantang Rafael seraya melirik Zidan yang masih fokus dengan ponselnya. Ilham tampak berpikir sebelum akhirnya ia hanya cengengesan. “Bener juga,” katanya. “Woy!! Napa lo Brother? Ngelamun bae. Entar kesambet tahu rasa lo!” Ilham menepuk bahu Leon, nama lengkapnya Leonard yang melamun sejak kedatangan mereka ke warung ini. “Masih kepikiran pacarnya si Rey kali,” timpal Rafael yang kini meminum kopi berwarna hitam pekat. “Lagian, lo juga sih. Pacar orang dipacarin juga. Baku hantam kan lo sama pacarnya. Hahaha,” ledek Ilham “Kalau hati udah memilih, apa boleh buat?” jawab Leon dengan santainya. Sebenarnya ia mengaku jika memang salah ketika ia dekat dengan pacar orang. Tapi sebelum janur kuning melengkung, masih sah-sah saja kan? “Kalau kata gue sih ya, mending Zevania kemana-mana. Lebih cantik, body nya juga beuuhh ...” Rafael menggeleng-gelengkan kepala di akhir kalimatnya. “Sssttt, jangan sebut tuh cewek. Nanti ada yang sensi,” tutur Ilham seraya melirik Zidan yang sudah memasukkan ponsel ke sakunya. Tanpa menanggapi teman-temannya ia berjalan meninggalkan warung. “Paketu, kemana lo??” teriak Leon, padahal Zidan masih dekat dengan warung. “Balik, bentar lagi masuk.” Sudah menjadi rahasia umum jika Zevania adalah fans berat Zidan. Cewek cantik itu begitu lihai untuk mendekati Zidan. Namun sayangnya, sampai detik ini usahanya belum menghasilkan apa-apa. Entah mengapa, Zidan bisa sekebal itu terhadap pesona seorang Zevania Arasha si Pradana Putri Pramuka Bintang Bangsa. Padahal, hampir seluruh cowok di sekolahnya tunduk pada pesona Zevania. Meski gadis itu terkenal dengan keonaran dan kenakalannya, tak membuat ia jadi sosok yang dibenci warga sekolah. Sebaliknya, ia justru semakin terkenal dan banyak disukai para siswa tentunya. Sedangkan para siswi? Cenderung iri padanya. 0o0 Motor-motor vespa klasik maupun modern berjajar rapi di sebuah lapangan yang biasa dijadikan tempat olahraga pagi setiap hari Minggu. Gelapnya malam seolah tak berpengaruh bagi delapan puluh satu orang yang mengendarai masing-masing motor vespa nya. D’Zebra, sebuah geng motor yang diketuai oleh seorang Zidan Revano Husen. D’Zebra bukanlah geng yang hanya menggunakan motor vespa. Mereka sering berganti motor, itulah kenapa setiap anggotanya dipastikan memiliki lebih dari satu motor dengan jenis yang berbeda. Jumlah keseluruhan anggota D’Zebra sebanyak delapan puluh satu orang. Mereka berasal dari sekolah yang berbeda, namun ketika sedang berkumpul maka perbedaan almamater tidaklah menjadi masalah. Sebagian kecil dari mereka juga ada yang sudah lulus, bekerja atau kuliah. Tapi tak satu pun dari mereka yang sudah menikah. Member yang berasal dari SMA Bintang Bangsa sendiri berjumlah dua puluh orang. Itulah mengapa geng ini cukup dikenal di sana. “Pegel juga pinggang gue. Raf, pijitin gue dong!” keluh Ilham sambil meregangkan ototnya. Bagaimana tidak pegal? Pasalnya, mereka baru saja mengendarai motor vespa mereka selama tiga jam tanpa berhenti. Mereka berkeliling bersama tanpa kawalan polisi, namun tetap mematuhi peraturan lalu lintas. “Dih, ogah. Mendingan gue urut pinggangnya Zevania. Gak akan nolak gue, sumpah!” balas Rafael yang kini duduk di antara Zidan dan Leon. Sedangkan Ilham duduk di depannya bersama si kembar Andra Pratama dan Andri Dwitama. Andra dan Andri bukan berasal dari SMA Bintang Bangsa, melainkan dari SMA Garuda. “Kalau gue sih mending pijitin Farah,” timpal Leon yang mengundang tatapan tak suka dari teman-temannya, kecuali Zidan yang nampak tak peduli sama sekali. “Pacar orang tuh, inget woy!” peringat Andri seraya menyalakan ujung rokoknya. “Cari cewek lain aja kenapa sih Le? Lo ganteng, banyak yang mau kali sama lo,” seru Andra yang geram dengan Leon. “Ini nih bentuk nyata budak cinta!” decak Rafael dengan menggelengkan kepalanya. “Diem lo pada. Lo semua itu gak ngerti. Kalau lo jatuh cinta, mungkin aja lo ngelakuin hal yang sama kayak gue!” bela Leon pada dirinya sendiri. Ia benar-benar tak dapat membohongi perasaannya terhadap Farah yang masih berstatus sebagai kekasih dari orang lain. “Kalau udah buta sama cinta dibilangin gimana juga kagak ngaruh,” jengah Andri menghadapi Leon yang sama sekali tak terpengaruh dengan nasihat siapapun. Sedangkan Zidan, ia hanya menyimak saja percakapan teman-temannya. Bukannya ia tak peduli, ia hanya tak ingin terlalu ikut campur tangan dalam urusan pribadi temannya itu. Matanya sedari tadi memperhatikan anggota D’Zebra yang berpencar membentuk banyak kumpulan-kumpulan. Kegiatan yang mereka lakukan berbeda-beda. Ada yang beristirahat, berselonjoran kaki, berfoto, ngobrol atau merokok. “Ehh Paketu kenapa ngelamun? Mikirin Zevania yah?” Tepukan kasar terasa di pundaknya. Zidan menepis tangan Rafael dari pundaknya. “Apaan sih, enggak,” jawabnya singkat. Ia mengambil sebatang rokok dan menyalakannya, dengan perlahan ia menghisapnya dan menghembuskan asapnya hingga menutupi wajah. Berbicara tentang Zevania, ia jadi teringat ketika pulang sekolah tadi cewek itu sempat mendekati dan menggandeng tangannya. Tidak ada yang aneh sebenarnya, karena hal itu biasa terjadi setiap hari. Hanya saja, Zevania sempat membisikkan kalimat yang sedikit mengganggu pikirannya. Cewek itu menyatakan cinta. Sudahlah, Zidan tidak ingin memikirkannya. Karena apapun tentang Zevania sama sekali tak penting baginya. Hanya saja, teman-temannya selalu mengolok-olok mengenai cewek itu dan memberi tahunya segala hal tentang idola kaum Adam di sekolahnya itu. “Tuh kan, beneran mikirin Zevania ini mah,” tukas Ilham dengan tawa setelah mengakhiri kalimatnya. Zidan menghembuskan asap rokoknya, lalu dibuang dan diinjaknya rokok tersebut guna padam. “Gue balik duluan, kasih tahu anggota lain juga cepet balik.” Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN