CHAPTER 6

1322 Kata
"Selamat bergabung dengan perusahaan kami, Peter. Kami menyambut dan berharap penuh padamu." Peter tersenyum, senyum lebar yang tidak dapat ia tahan dari lima belas menit sebelumnya. "Terima kasih, Tuan Porter. Aku berjanji tidak akan mengecewakanmu," balas Peter dengan yakin. Pria tua itu tertawa kecil dan menepuk bahu Peter pelan sebelum melaju meninggalkan ruangan pertemuan mereka. Anne yang sedari tadi berada di samping Peter kini teriak tertahan dan memeluk Peter dengan erat yang dibalas tidak kalah eratnya oleh Peter. "Astaga, Peter! Aku masih tidak percaya ini, kau mendapatkannya!" Seru Anne sesaat mereka melepaskan pelukan. Peter bernapas lega. "Aku bahkan tidak pernah memimpikan hal ini dalam hidupku." Anne tertawa membuat ruangan 5 x 5 meter itu tidak terasa hening. "Bagaimana sekarang? Kau sudah siap berangkat?! New York menantimu, Peter," ucap Anne semangat. Peter mengangguk antusias namun ragu setelahnya. Ia merasa ada yang kurang, kebahagiaanya kali ini terasa kurang. Mungkinkah karena ia meninggalkan Sabelle dan Shalter? Anne menepuk pundak Peter saat mendapatkan pria itu terlihat murung dan Anne tahu betul apa yang sedang ada dipikiran Peter, tentu keluarganya. "Kau bisa melihat mereka nanti, Peter. Ini demi karirmu, kau mungkin nanti bisa mendapatkan hal baru atau orang baru dalam hidupmu." Peter spontan menatap aneh pada Anne. "Maksudmu?" "Ya, kau tahu. Hidup penuh dengan kejutan, mungkin saja Sabelle bukan takdirmu dan ya ... Rekaman di New York inilah takdirmu," jelas Anne santai yang membuat Peter menggeleng tidak terima. "Ini tidak semudah itu, Anne. Kau tidak mengerti dengan keadaanku. Bahkan aku merasa menyesal telah memilih meninggalkan mereka hanya untuk rekaman ini. Aku merasa sangat buruk." Peter mengambil napas, lalu membuangnya perlahan. Ia menatap lantai dimana ia berpijak dan terus memikirkan Sabelle dan Shalter. Anne membawa Peter ke dalam pelukannya dan bergumam, "Semuanya akan baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir." "Aku terus memikirkan mereka, Anne. Aku merasa tidak sanggup untuk mrlanjutkan hal ini." Anne segera melepas oelukan merrka dan menatap Peter marah. "Kau gila? Kau tidak tahu betapa susahnya aku melakukan semua ini untukmu? Sekarang kau ingin menyerah? Semudah itu Peter Clark?" "Oh, s**l!" Peter menyapu wajahnya dengan telapak tangannya. "Kau tahu bukan itu maksudku, Anne." "Aku tidak tahu, Peter. Kau seolah membuatku melakukan hal sia-sia. Ugh! Jika kau ingin membatalkan hal ini, silahkan. Aku tidak akan menahanmu, tapi kau tahu jika aku tidak akan berada dipihakmu lagi." Anne lantas mengambil duduk di kursi yang ia tempati sebelumnya dan memangku wajahnya. Membiarkan Peter bergelut dengan rasa bersalahnya, hal yang sudah ia siapkan sedari kemarin, karena ia tahu, jika Peter tidak akan melakukannya. "Baiklah, Anne. Aku akan melanjutkannya jadi berhentilah marah," ucap Peter yang persis dengan aoa yang diinginkan Anne. Dalam ketidaktahuan Peter, wanita itu tersenyum miring. Mangsa telah memakan umpannya, dengan begitu ia hanya harus melanjutkan rencananya. Anne berbalik menatap Peter dengan pandangan tidak yakin yang mana membuat pria itu mengangguk. "Kau bisa mempercayaiku," ucap Peter yang membuat Anne berdiri dari duduknya. "Kalau begitu, bersiap-siaplah. Kita akan terbang ke New York malam ini," ingat Anne pada Peter. "Baiklah, tapi apa bisa aku mendapatkan ponselku kembali?" Anne menggeleng tegas. "Tidak, sebelum kita berada di New York." "Tapi Ann--" "Peter, aku tidak ingin sesuatu hal mengacaukanmu. Jadi, tunggu aku di luar." Peter hanya dapat mengangguk lemah, ia merasa perkataan Anne ada betulnya. Jika ia memegang ponselnya saat ini, mungkin hal pertama yang akan ia lakukan adalah menelepok Sabelle dan akan kembali pada wanita itu yang mana akan membuat usahanya selama seminggu ini sia-sia. Saat Peter telah menutup pintu ruangan itu, Anne segera menyusun berkasnya yang ada di atas meja. Kegiatannya terintrupsi saat telepon yang berada diruangan itu berbunyi. Anne memilih mengangkat panggilan itu. "Anne woth, ada apa?" "Maaf menganggu, Nona Anne. Seseorang mencoba masuk ke dalam gedung. Wanita itu berkata ingin bertemu denganmu dan Tuan Peter. Anda mengenalnya?" Anne menggeram, giginya bergemeletuk mendengar hal itu. "Usir wanita itu, mungkin ia hanya fans Tuan Peter." "Tapi, Nona. Dia terus bersikeras sejak dua jam yang lalu." Anne sedikit tersentak. "Dua jam? Baiklah, aku akan turun." "Baik, Nona." Panggilan terputus, dengan kaki panjangnya yang hanya terbalut skirt, Anne berjalan dengan kesal menuju lobby lantai bawah yang mana akan membawanya menemui Sabelle. "Aku ingin menemui Peter! Aku memiliki urusam dengannya, bisakah kau menyuruhnya untuk turun dan menemuiku sebentar saja?!" Suara gaduh itu menyambut Anne yang baru saja keluar dari lift. Dengan pandangan sinisnya, ia menatap Sabelle. Wanita yang merebut Peter darinya, tentu tidak akan ia lakukan dengan baik. "Apa yang membuatmu kemari, Sabelle?" tanya Anne langsung. Sabelle menatap Anne lalu menatap security. Dengan begitu pria itu melepaskan Sabelle untuk berbicara pada Anne yang kini tengah bersidekap. "Dimana Peter?" tanya Sabelle yang tampaknya memang tidak ingin basa-basi. "Di New York." "Kau bohong!" desis Sabelle. "Tidak, itu kebenarannya Sabelle. Bisakah kau pulang dan lebih baik kau perhatikan anakmu karena Peter bukan lagi milikmu." Sabelle mengepalkan tangannya. Ingin sekali ia menjambak rambut pirang Anne yang terlihat berkilau di terpa cahaya kuning redup lobby ini. Anne bergerak maju, mendekati Sabelle lalu berbisik di telinganya, "Kau tahu jalan keluar, bukan?" Setelah itu Anne menjauhkan tubuhnya. "Aku ingin bertemu Peter, Anne. Panggilkan dia," desis Sabelle, ia tidak akan menyerah sampai Peter keluar dari dalam gedung ini dan menjelaskan semuanya, semua yang terjadi seminggu belakangan ini. "Kau tidak akan mendapatkannya, Sabelle. Dia akan pergi bersamaku, jauh darimu dan anakmu. Berhenti menjadi parasit di dalam hidupnya, kau hanya akan mengacaukan hidupnya jika terus menempel seperti itu." Mata Sabelle memerah, kuku tangannya memutih karena ia mengepalkan tangannya terlalu kuat. "Silahkan pergi," usir Anne. "Dimana Peter?" "Pergi!" sentak Anne. "Dimana Peter, Jalang!" teriak Sabelle yang membuat beberapa pasanga menatap mereka penasaran. Anne berjalan mendekat lalu .... Plak! Tamparan keras itu bersarang di pipi Sabelle dan saat itu juga air matanya jatuh dari kelopaknya. Sabelle memegangi pipinya yang terasa runyam dan ia masih bisa merasakan sakit tamparan itu. Dengan air mata yang terus turun dan puncak hidung yang merah, Sabelle menatap Anne dengan penuh kesakitan. "Dimana ... Dimana Peter?" lirih Sabelle yang membuat semua yang mendengar akan merasa tersayat tapi sayangnya tidak bagi Anne Smith. Kini Anne yang mengepalkan tangannya dengan napas yang tidak teratur. Ia menatap marah Sabelle yang tidak mengindahi perkataannya. Tampak jelas jika ia sangat membenci Sabelle. "Pergi!" sentak Anne. Sabelle menggeleng lemah. "Aku ingin menemui Peter," ucapnya kecil. "Pergi!" Kali ini Anne mengatakannya dengan tangan yang menunjuk pintu. "Tidak, aku tidak akan pergi sebelum menemui Peter," kukuh Sabelle. Plak! Tamparan kedua melayang di pipi Sabelle kembali. Dengan badan yang bergetar, Sabelle kembali menatap Anne yang terlihat masih membara dengan emosinya. "Aku ingin menemui Peter, sungguh. Biarkan aku bertemu dengannya," pinta Sabelle yang kini air matanya tidak henti turun dari kelopak matanya. Anne kembali mengangkat tangannya, hendak melayangkan tamparan ketiga dan kali ini sukses membuat Sabelle menunduk dan menutup matanya. Tetapi, setelah menunggu beberapa saat tamparan itu tidak terasa mampir di pipinya. Sabelle memberanikan untuk membuka matanya dan mendongak melihat tangan Anne ditahan oleh sang security. Anne menatap marah pada security tersebut dan berusaha menarik tangannya dari genggaman pria yang telah berumur itu. "Berhenti melakukan k*******n," sentak security itu dan kemudian melepaskan tangan Anne dengan hentakkan. "Bukan urusanmu sama sekali," ucap Anne. "Mari keluar, Nona. Mungkin lain kali kau bisa menemui Tuan Peter," ucap sang security dan berusaha membawa Sabelle keluar dari dalam gedung tersebut. Sabelle menggeleng cepat. "Aku ingin bertemu dengan pria itu, kumohon. Aku hanya ingin berbicara sebentar padanya, aku janji. Hiks ... Kumohon, aku mohon!" pinta Sabelle dan badannya hampir saja luruh ke lantai jika saja sang security itu tidak menahannya. "Paksa dia keluar dari gedung ini, aku tidak ingin melihatnya berada di sini!" suruh Anne. "Maaf, Nona. Tapi mari ikut aku keluar." Sabelle menatap security itu lalu menggeleng dengan tatapan sedih yang tidak bisa ia tahan, ia hanya ingin bertemu Peter dan mendengar penjelasan pria itu, hanya itu. "Maaf, Nona. Tapi kumohon dengarkan aku, jika tidak, aku tidak tahu apa yang akan dibuat wanita itu padamu," bujuk pria itu. Akhirnya dengan berat hati, Sabelle berjalan dengan lemah keluar dari gedung dengan security itu yang memapahnya. Hingga mereka sampai di luar gedung, Sabelle mulai terisak hebat. "Hiks! Aku-aku hanya ingin bertemu dengan pria itu, hiks ... Hanya ingin mendengar penjelasan darinya, mengapa ia tinggalkan kami begitu saja hingga membuatku gila seperti ini, hiks ...." Security itu menepuk pundak Sabelle pelan, berharap apa yang ia lakukam dapat meredakan sakit hati wanita itu. "Aku tahu, kau hanya perlu bersabar. Terkadang dunia tidak berpihak pada kita dan membuat kita melepaskan apa yang tidak kita inginkan," ucap Pria security itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN