Pertemuan Kedua

1002 Kata
Keesokan paginya, sinar matahari menerobos masuk melalui jendela besar di ruangan luas apartemen. Star bangun lebih awal seperti biasa. Rutinitas yang sudah mendarah daging dalam hidupnya, bangun pagi, olahraga ringan, sarapan dengan oatmeal dan jus buah, lalu duduk di depan laptop untuk mengecek laporan kerja sebelum pergi ke perusahaan tempatnya bekerja. Dan hari-hari pun berlalu tanpa terasa. Star merasakan hidupnya semakin sempurna dengan apa yang dimilikinya saat ini. * * Siang itu, di hari liburnya, Star memutuskan untuk keluar sebentar. Ada beberapa kebutuhan rumah yang perlu dibeli, dan dia ingin menghirup udara segar. Saat menutup pintu apartemen, suara pintu lain terbuka di lorong yang sama. Seorang pria tinggi dengan kaos hitam yang terlihat mahal keluar dari apartemen sebelah. Setelah beberapa hari tak bertemu dengan pria itu, akhirnya Star kembali bertemu dengannya. Tatapan mereka bertemu sekilas. Pria itu tampak selalu menarik. Matanya yang dingin tampak penuh misteri. “Selamat pagi,” ucap pria itu dengan suara dalam yang terkesan formal. Star terkejut karena pria itu akhirnya menyapanya terlebih dulu. Wanita itu pun hanya mengangguk singkat. “Pagi.” Jantungnya berdegup kencang, dan langkahnya ragu ketika berjalan ke arah lift. Dan saat mereka akhirnya masuk bersama ke dalam lift, suasana canggung itu kembali terjadi. Pria itu tiba-tiba memperkenalkan diri. “Aku Sky. Dan aku tinggal di unit sebelahmu.” Star hanya mengangguk lagi, dan gugup. Sungguh, ini bukanlah sosok Star yang biasanya selalu percaya diri dan tak pernah gugup menghadapi klien seperti apa pun termasuk beberapa pria tampan. Namun, pria bernama Sky itu tampaknya memiliki hal yang begitu memikat hingga membuat Star selalu canggung dan gugup jika berada di dekatnya. “Kau? Siapa namamu?” tanya Sky. “Namaku Star.” Star akhirnya mendongak dan berusaha menatap lawan bicaranya, karena itu adalah salah satu cara menghargai seseorang. “Star? Wow, sangat kebetulan. Star in the Sky?” Pria itu tersenyum miring, dan sungguh itu hampir membuat Star pingsan dibuatnya. ‘Kenapa dia begitu sempurna? Tidak tidak … jangan bilang aku mengalami cinta pada pandangan pertama,’ batinnya. Lalu Star mengalihkannya dan berusaha menutupi kegugupannya dengan wajah datarnya. “Kau baru di sini?” tanya Sky. “Ya,” jawab Star dengan singkat. “Tak ada pesta sambutan?” Star menoleh pada Sky. “Tidak, aku tak suka hal-hal semacam itu.” Sky hanya mengangguk. Dan lift berbunyi, tanda sudah terbuka. “Sampai jumpa,” kata Sky dan melangkah keluar. Star mengangguk dan melangkahkan kakinya juga, namun Sky pergi terlebih dulu. Star menatap punggung kokoh pria itu dan otaknya kembali berpikiran liar. Star menggelengkan kepalanya. “Oh my God … aku harus mengendalikan pikiranku.” * * Beberapa minggu berlalu, dan Star semakin tenggelam dalam pekerjaannya. Apartemen mewahnya menjadi tempat yang nyaman untuk bekerja. Dia sering menghabiskan waktu berjam-jam di depan laptop, mengerjakan proposal, menganalisis data penjualan, hingga larut malam. Dan lagi-lagi, dia tak pernah melihat Sky lagi di lorong atau di lift. “Mungkin dia adalah pengusaha yang sangat sibuk dan sering pergi ke luar negeri,” gumamnya berbisik sambil menatap ke arah luar jendela besar. “Kenapa aku masih memikirkannya?” Star memukul pelan kepalanya. TING TONG TING TONG Suara bel pintu berbunyi dan membuatnya terkesiap. “Siapa itu?” Di gedung Apartemen Star tak bisa sembarangan masuk meskipun di lobinya. Setiap ada tamu, pasti akan ada pemberitahuan telepon dari bawah terlebih dulu. Star mengira mungkin itu salah satu pegawai apartemen, atau manajer di sana. Star melangkah cepat dan membuka pintunya. CEKLEK Star sedikit terkejut ketika di depannya berdiri pria yang baru saja dipikirkanya—Sky. Tapi kali ini, pria itu tidak hanya berdiri saja. Ia membawa sebuah kotak cokelat besar yang dibungkus rapi, serta sebotol wine yang terlihat mahal di tangannya. “Selamat malam,” pria itu menyapa dengan suara rendah namun mampu membuat darah Star berdesir cepat. Ada senyum tipis di wajahnya yang membuat Star semakin gugup. “Oh, selamat malam,” jawab Star terbata-bata, merasa tidak siap dengan situasi ini. “Aku membawakan hadiah selamat datang padamu.” Star menerima pemberian itu dengan tangan gemetar. “Terima kasih … Ini terlalu berlebihan. Aku tidak tahu harus berkata apa.” Sky hanya mengedikkan bahunya. “Kita tetangga sekarang.” Star merasa kikuk, tetapi dia berusaha tetap tenang. “Terima kasih atas hadiahnya. Hmm … mau masuk?” “Dengan senang hati,” jawab Sky tanpa ragu. Star tak mengira pria itu akan menerima tawaran basa basinya. Dan akhirnya Star mempersilakan pria itu masuk, dan untuk pertama kalinya dia merasa gugup berada di apartemennya sendiri. Ruangan itu sudah rapi, tetapi dia mendadak merasa cemas bahwa ada sesuatu yang tidak pada tempatnya. Sky melangkah masuk, memperhatikan interior apartemen itu dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. “Tempat ini tak banyak berubah. Kau tak mengubahnya dari interior aslinya?” Star menutup pintu dan mencoba tersenyum. “Tidak. Aku terlalu sibuk dan bagiku ini sudah sangat nyaman. Kau kenal dengan pemilik sebelumnya? Sepertinya kau sudah mengenal tempat ini.” Sky mengangguk. “Ya, ini adalah bekas apartemen teman bisnisku dulu. Dan mantan istriku selalu bercinta dengannya di sini.” Star tentu saja kaget dengan jawaban Sky yang benar-benar di luar perkiraannya. “Maaf.” Sky menggeleng. “Tak masalah. Aku sudah pernah menikah dan kini sudah bercerai. Menjadi single lebih menyenangkan, ya kan?” Star mengangguk. “Ya, aku setuju.” Sky kemudian menoleh pada Star. “Kau single?” Star kembali mengangguk. “Aku terlalu mencintai pekerjaanku dan kurasa aku lebih nyaman jika tak menjalin ikatan dengan siapa pun.” Sky ikut mengangguk sambil berjalan perlahan ke ruang tamu, meletakkan botol wine di atas meja. “Kita minum bersama malam ini?” Star tersenyum dan mulai rileks meskipun dadanya masih berdebar kencang. “Oke, aku sedang bebas malam ini. Tak ada pekerjaan yang menumpuk.” Star buru-buru menuju dapur untuk menyiapkan dua gelas wine, berharap kesibukannya di dapur bisa sedikit meredakan gugupnya. Saat dia kembali membawa dua gelas wine, Sky sudah duduk dengan santai di sofa, tampak sepenuhnya nyaman di ruangan tengah apartemennya. “Terima kasih,” kata Sky saat Star menyerahkan satu gelas padanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN