Pagi itu, langit masih kelabu, seolah mencerminkan suasana hati Alyssa. Dia berdiri di depan pintu apartemennya, tangan menggenggam erat tas kerjanya, namun kakinya terasa berat untuk melangkah keluar. Nafasnya berat, jantungnya berdebar kencang, seolah memperingatkannya tentang kemungkinan bertemu dengan Kenn lagi. Dia tidak siap. Tidak sekarang. Tidak setelah apa yang terjadi semalam. Tapi dia harus pergi. Kantor firma hukum tempatnya bekerja menunggu apalagi ini hari pertamanya masuk. Tanggung jawabnya tidak bisa dia tinggalkan hanya karena perasaan gugupnya. Dengan napas dalam-dalam, Alyssa akhirnya membuka pintu dan melangkah keluar. Langkahnya pelan, seolah setiap langkah adalah pertarungan antara keinginannya untuk lari kembali ke dalam apartemen dan kewajibannya untuk