Kepergian Franklin

1440 Kata
Caroline bergegas memasuki paviliun yang terasa begitu sepi. Sesaat langkahnya terhenti di depan pintu, saat matanya menatap sedih ke arah puing bekas rumah besarnya. Setelah kepergian ayahnya untuk selamanya, beberapa hari kemudian, tiba-tiba saja mansion besar tempat tinggalnya selama ini dan paviliun ruang kerja sang ayah habis terbakar api. Sampai hari ini, Polisi masih tidak bisa menemukan asal api. Beruntung, saat kejadian, semua pekerja sedang diliburkan oleh ayahnya, dan dirinya sendiri sedang sibuk di rumah sakit, sehingga tidak ada satupun korban jiwa. Kebakaran itu hanya meninggalkan sebuah paviliun berukuran cukup kecil dibanding mansion dan paviliun ruang kerja ayahnya untuk Caroline. Paviliun yang pernah menjadi ruang bermain Caroline bersama seorang teman dimasa kecilnya. Semua kenangan tentang ayah dan ibunya, serta masa kecil Caroline bersama kedua orang tuanya terhapus seluruhnya, habis terbakar bersama dengan mansion besar itu. Sambil menghembuskan nafas keras untuk menghilangkan rasa sesak di dadanya, Caroline bergegas menaiki tangga dan memasuki kamar tidur yang memang disediakan oleh ayahnya di paviliun. Tadinya kamar itu hanya digunakan untuk Caroline kecil tidur siang, jika sudah lelah bermain. Sekarang, kamar itu kembali menjadi kamar tidur Caroline besar. Satu per satu pakaian ditanggalkan begitu saja bersamaan dengan langkah kaki Caroline menuju kamar mandi. Caroline membuka keran untuk mengisi air di bathtubnya, lalu melangkahkan kakinya ke bawah pancuran dan membuka keran air. Tak membutuhkan waktu lama, air hangat menyiram sekujur tubuhnya. Di bawah siraman air hangat, Carol mencoba untuk melepaskan rasa lelah dan penat serta semua masalah yang membebaninya akhir-akhir ini. Caroline adalah anak semata wayang sudah ditinggalkan ibunya sejak kecil. Ayahnya terlalu cinta dengan ibunya, sehingga meski berpuluh-puluh tahun sepeninggalan sang ibu, ayah Carol tak pernah berniat untuk menikah lagi. Gerald Nelson membesarkan Caroline seorang diri. Meski hanya berdua dengan ayahnya, hidup Caroline baik-baik saja. Caroline tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang. Ayahnya selalu ada di setiap langkah hidupnya. Meski tidak dimanja berlebihan, Caroline tahu betapa ayahnya sangat menyayanginya. Namun, sejak kematian ayahnya, kehidupan Caroline Althea Nelson berubah drastis. Sebagai putri tunggal seorang Profesor dan dokter kenamaan, Profesor Gerald Nelson, mewariskan banyak hal untuknya. Mansion yang habis terbakar tidak menjadi masalah bagi Caroline. Diam-diam Profesor Gerald telah menyiapkan kekayaan yang melimpah dalam bentuk uang tunai, perhiasan, emas, aset serta harta benda lainnya yang akan cukup menghidupi Caroline, meski jika Caroline ingin hidup dengan berfoya-foya tanpa bekerja seumur hidupnya. Tetapi, ayahnya juga meninggalkan dua buah tanggung jawab besar di pundak kecil Carolline. Dua tanggung jawab itu bernama Universitas dan Rumah sakit Saint Mirrae. Warisan yang begitu berat, karena nama baik dan sejarah kehidupan ayahnya ada di kedua tempat itu. Warisan yang sampai kapanpun tidak dapat disia-siakan oleh Carol atau dia akan menyesal seumur hidupnya. Dengan masalah datang bertubi-tubi, Caroline sangat bersyukur dengan orang-orang yang selalu berada di sisinya. Salah satunya adalah murid didik kesayangan ayahnya, Sierra Spencer, yang sudah dianggap oleh Caroline seperti kakak perempuannya sendiri. Dan yang lainnya adalah seorang pria bernama Franklin Louis. Pria yang berhasil membuat Caroline jatuh cinta, namun pria yang sama yang juga menyakiti hatinya, sehingga Caroline terjebak dalam situasi semalam, membuatnya terpaksa melepaskan mahkota yang sudah dijaga selama dua puluh tahun lebih begitu saja. Selesai menyiram tubuhnya dengan air hangat, Caroline berjalan menuju bathtub yang telah terisi hampir penuh, lalu memasukkan sabun aroma terapi untuk merelaksasikan sekujur tubuhnya yang terasa begitu nyeri dan pegal. Caroline melangkah masuk ke dalam bathtub dengan hati-hati. Bagian intinya masih terasa kebas dan perih akibat kejadian semalam. Dibawah pengaruh obat perangsang, Caroline tak ingat berapa kali dia terus memaksa dan menggoda Raymond untuk menyerangnya. “Aduh…dasar Ray siаlan! Waktu kecil kau selalu mengataiku jelek, waktu remaja, kau bilang tubuhku tidak menarik, datar seperti papan penggilasan, tetapi tadi malam saat kau melihatku telаnjang, matamu tak bisa berkedip sedikitpun. Nanti jika bertemu lagi, aku ingin tahu apakah kau masih bisa mengatakan aku tidak menarik. Huh! Dasar playboy cap kaki kuda!” Perlahan Caroline merebahkan tubuhnya di dalam air hangat. Dengan mata terpejam, ingatannya mulai berputar, mengenang kembali saat dirinya bertengkar hebat dengan Franklin. Hubungan Caroline dan Franklin mulai berantakan sejak kakak Caroline, gagal melakukan konferensi pers untuk mengatasi masalah yang nyaris menghancurkan Universitas Saint Mirrae, Setelah hari itu, Franklin mendadak menjauhinya. Sikapnya berubah 180 derajat. Tatapan penuh cinta dan sayang Franklin, berubah tiba-tiba menjadi tatapan tajam, penuh kebencian. Berkali-kali Caroline menanyakan alasan kemarahan Franklin pada dirinya, tetapi dosen merangkap dokter itu hanya menatap dingin tanpa mau menjelaskan apapun. Hingga pada akhirnya, kemarahan, dan kebingungan Caroline sudah tidak dapat terbendung lagi. “Kak! Kak Franklin! Berhenti, Kak!” Caroline bergegas berlari mengejar langkah lebar dan cepat kaki Franklin di koridor universitas. “Lepas, Carol!” Franklin mengibas pergelangan tangannya, yang diraih oleh Caroline, dengan kasar, menyebabkan Caroline nyaris terjungkal jika saja dia tidak dengan cepat menyeimbangkan tubuhnya. “Kak! Kenapa kau seperti ini? Apa salahku? Kenapa kau tiba-tiba berubah? Jelaskan padaku!” Caroline segera berdiri menghadang langkah Franklin. “Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi. Terima saja kalau kenyataannya, hubungan kita sudah selesai Carol. Jangan menggangguku lagi.” Franklin menaikkan kacamatanya dan berniat kembali melangkahkan kakinya untuk meninggalkan Caroline. “Apa benar, selama ini, kau mengatakan sayang padaku, hanya untuk mendekati kak Sierra? Apa benar, kalau selama ini, kau hanya mengincar universitas dan RS Saint Mirrae?” Pertanyaan tajam Caroline membuat Franklin menghentikan langkah kakinya. “Apa maksudmu?” Franklin berbalik dan menatap Caroline dengan dahi mengerut, membuat kedua alisnya nyaris menyatu. Caroline tidak menjawab apapun, dia hanya mengeluarkan ponselnya dan terlihat mencari sesuatu di sana dan tak lama suara Franklin yang sedang berbicara dengan seseorang, memenuhi lorong sepi universitas. “Kau sudah mendapatkan dokumen-dokumen itu?” “Belum, tetapi aku sudah mendapatkan petunjuk dimana ayah gadis itu menyimpannya.” “Apa gadis itu tidak mencurigai apapun?” “Tentu tidak. Dia hanya seorang gadis bodoh dan lugu, dia tidak tahu apa-apa. Aku lebih mengkhawatirkan kakaknya, Sierra, apalagi saat ini kakaknya masih menikah dengan Jenderal Raeschell, meski pernikahan mereka sudah di ujung tanduk, tetap saja Jenderal Raeschell bukan orang yang mudah dihadapi. Aku tak sabar menunggu waktu mereka berpisah, saat itu terjadi, maka semua rencana kita akan berjalan lancar.” “Kau yakin kau mendekati dia hanya demi semua yang kau rencanakan? Meski gadis itu terlihat bodoh dan lugu, tapi saat kau bersamanya, aku bisa melihat cinta dan sayang di matamu. Hahaha…Matamu tidak bisa berbohong Frank.” “Hmph…berarti aktingku cukup baik, hingga kau saja dapat tertipu, Crow. Aku hanya membutuhkan gadis itu agar Sierra tidak mencurigaiku. Setelah aku mendapatkan dokumen-dokumen itu, universitas dan bahkan RS Saint Mirrae akan bisa kita kuasai.” “Hahaha…” Suara tawa itu terhenti saat ponsel Caroline direbut oleh Franklin. Bahkan tanpa berpikir dua kali, Franklin langsung menghapus rekaman itu dari ponsel Caroline. “Hei! Apa yang kau lakukan! Kembalikan ponselku! Kak Sierra harus mendengar tentang semua ini! Dia harus tahu orang macam apa kau! Pengkhianat!” Caroline berusaha meraih ponselnya yang diangkat tinggi-tinggi oleh Franklin, sambil sesekali memukul dаda bidang Franklin dengan sekuat tenaga dan penuh amarah. Franklin memerangkap kedua tangan Caroline dan memelintirnya ke belakang tubuh gadis itu, hingga Caroline meringis kesakitan dan berhenti memberontak. Tubuh Caroline yang mungil, dengan tinggi 157 cm, tidak menjadi hambatan bagi Franklin yang memiliki berpostur tinggi dan besar, untuk menghentikan aksi balas dendam Caroline. Air mata mulai mengalir. Daripada sakit di tangannya, Caroline lebih merasa sakit di hatinya. Dia sangat sedih dan kecewa dengan semua sikap Franklin. Pria yang sebelumnya begitu memperhatikan dan menyayanginya, sekarang dengan mudahnya berbalik menyakiti baik hati dan juga fisiknya. “Hentikan semua ini Carol. Lupakan semua yang sudah kau dengar. Ini peringatan terakhir dariku. Mulai detik ini, kita tidak lagi saling mengenal. Jika suatu saat nanti kau bertemu lagi denganku, tak perlu menyapa, anggap saja kita tidak saling kenal.” Franklin berkata dengan nada sangat dingin membeku, membuat Caroline hanya bisa menatap nanar ke arah Franklin dengan sorot mata sangat kecewa. Melihat Caroline yang terlihat masih memasang wajah shock, Franklin merasa tak sabar. Dengan kasar Franklin menghempaskan tangan Caroline, hingga tubuh mungil itu ikut terjatuh ke lantai. Tanpa menengok lagi, Franklin membanting ponsel Caroline ke tanah hingga hancur berantakan dan bergegas melangkah pergi. Sejak hari itu, Franklin Louis seakan lenyap dari muka bumi. Surat pengunduran diri Franklin baik sebagai dosen Universitas Saint Mirrae dan dokter di RS Saint Mirrae sudah berada di meja kerja Caroline keesokan harinya. Begitu membaca surat pengunduran diri itu, Caroline langsung menghubungi Franklin, tetapi ponselnya selalu tidak aktif. Saat didatangi ke apartemennya, penjaga apartemen mengatakan Franklin sudah pergi dengan tergesa-gesa beberapa hari lalu dan sejak itu tidak pernah kembali. Bahkan Franklin hanya memberitahukan melalui telepon kalau apartemennya akan dikosongkan. Setelahnya, hanya orang-orang dari jasa pemindahan barang yang datang dan membawa semua barang-barang Franklin dan meninggalkan sebuah apartemen yang kosong melompong. Dan Caroline hanya bisa menangis
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN