Suara teriakan seorang pria, menggetarkan kaca-kaca di sepanjang lorong rumah sakit, memotong perkataan Caroline, dan membuat Sierra juga Caroline sontak menolehkan kepala mereka bersamaan ke sumber suara.
Dari kejauhan, Sierra bisa melihat Raymond mendatangi mereka dengan langkah-langkah lebarnya. Wajahnya berkerut garang. Sierra bisa melihat kekesalan dan kekhawatiran bercampur aduk di wajah tampan itu.
Sedangkan tersangka yang menjadi tujuan Raymond, terlihat memucat dan segera melepaskan tangan Sierra yang masih menggenggam kedua tangannya. “Maaf, kak. Aku harus pergi dulu. Aku akan menghubungimu segera.”
Caroline lekas berdiri dan berlari secepatnya dia bisa, meninggalkan sosok pria besar yang berusaha mengejarnya.
“Ray, berhenti! Jangan membuat keributan di rumah sakit!” Sierra mengerti kalau Caroline berusaha melarikan diri dari Raymond, maka dia berusaha menghalangi Raymond agar Caroline memiliki waktu untuk pergi.
“Minggir, Sierra! Jangan ikut campur, ini masalahku dengan Caroline.” Raymond tidak menatap sedikitpun ke arah Sierra. Matanya terus terpaku pada punggung mungil yang berlari cepat dan akan menghilang sebentar lagi.
“Ray, ad….” Belum sempat Sierra menyelesaikan perkataannya, Raymond melintas di depannya dengan cepat, bahkan tanpa menanggapi perkataan Sierra. Tatapan Raymond tidak bergeser sedikitpun dari sosok mungil yang menjauh dengan cepat. Raymond melebarkan langkah kakinya setengah berlari untuk mengejar Caroline yang melarikan diri.
“Ada apa dengan mereka?” Alis Sierra nyaris menyatu di tengah melihat keanehan kedua orang itu. Sierra mencurigai ada sesuatu yang terjadi diantara kedua orang itu. Sierra berjanji pada dirinya sendiri, sehabis ini dia akan memaksa Caroline untuk menjelaskan semua yang terjadi.
=====
“CAROL BERHENTI!” Raymond membentak dengan keras, Kali ini kekesalan terdengar jelas dari suaranya. Tangannya terjulur dan menarik bahu Caroline agar berhenti.
Dihentikan secara mendadak saat berlari dengan sepatu hak tinggi, membuat Caroline nyaris kehilangan keseimbangan dan terjatuh, beruntung Raymond sigap, dengan cepat dia menarik tubuh Caroline hingga terjatuh ke dalam pelukannya.
“Lepaskan, Ray!” Caroline berusaha memberontak agar terlepas dari kukungan erat tangan kekar Raymond.
“Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu. Kita perlu bicara, Carol.” Raymond mengeratkan pelukannya agar Caroline tidak dapat bergerak lagi.
“A-aku tidak mau membicarakannya. Sudah kukatakan tadi, lupakan saja. Anggap saja aku orang asing yang tak sengaja bertemu denganmu.” Caroline masih terus berusaha melepaskan diri.
Tahu dirinya dan Caroline sedang menjadi pusat perhatian para pasien dan juga karyawan rumah sakit, Raymond dengan cepat menundukkan tubuhnya dan menaikkan Caroline ke bahunya.
“RAYMOND! TURUNKAN AKUUUU!” Caroline langsung berteriak histeris saat merasakan kepalanya berada dibawah dan setengah tubuhnya tersangkut di bahu Raymond. Celana putih yang dikenakannya mengetat karena tindakan Raymond, membuat pаntat semok Caroline menjulang tinggi menjadi tontonan semua orang disekitarnya. Sekuat tenaga Caroline terus menendang-nendang kakinya dengan harapan Raymond akan melepaskannya.
PLAK!
“Berhenti menendang!” Raymone menampar keras pаntat Caroline yang terangkat di bahunya. Pukulan itu tidak terasa sakit, tetapi cukup efektif untuk membuat Caroline terdiam sesaat dengan wajah semerah udang rebus di oles saus tomat.
“RAYMOOOOOOOOOOOOOND!!!” Caroline memberontak semakin menggila. Kepalanya mulai pusing karena semua aliran darah turun ke kepalanya dan juga karena menahan rasa malu tak terkira.
PLAK! PLAK!
Dua tamparan keras kembali menimpa bokоng malang Caroline.
“Diam, Carol. Atau kau akan mendapatkan lebih dari sekedar pukulan di bоkongmu. Dasar bocah bandel!”
“Turunkan aku!” Caroline masih tidak mau mengalah.
“Jika kau tidak mau berhenti, maka aku pastikan kita akan mengulang kejadian semalam di kamar pasien terdekat. Pilihanmu!” Raymond menggertakkan giginya dengan geram.
Meski tidak berkata dengan keras ataupun meninggikan suaranya, Caroline dapat merasakan kata-kata Raymond kali ini sangat serius, membuatnya nyali Caroline yang tadinya semangat untuk melawan, langsung kempes seperti balon bocor.
Meski hanya setengah percaya dengan gertakan Raymond, Caroline juga tidak mau terus menerus menjadi bahan tontonan di rumah sakit. Bagaimanapun juga, dia adalah Direktur Utama RS. Saint Mirrae. Ada nama baik yang harus dijaganya. Dengan pasrah, Caroline hanya bisa diam dan membiarkan Raymond membawanya pergi entah kemana.
Raymond bergegas berjalan ke arah area parkir. Membawa Caroline menuju mobilnya. Tanpa banyak kata, Raymond membuka pintu penumpang dan melemparkan tubuh Caroline ke kursi dengan sedikit kasar.
Tak ingin melewatkan kesempatan melarikan diri, Caroline langsung berusaha melompat keluar saat tubuh Raymond menjauh.
“Berani keluar, aku akan menciummu ditempat ini, sekarang juga.” Raymond menatap Caroline dengan tatapan penuh kemarahan.
Caroline yang sejak tadi sudah cukup geram dengan ancaman-ancaman Raymond, melirik cepat ke sekeliling.
Melihat mobil Raymond terparkir di area yang cukup sepi, Caroline tak memperdulikan perkataan Raymond yang dianggap hanya gertakan angin lalu. Dengan seluruh kekuatannya Caroline berusaha mendorong Raymond agar menjauh, supaya dia bisa segera melarikan diri.
Namun, kali ini Caroline salah. Raymond tidak menggertak. Saat ini Raymond dalam mode mengamuk, kesabarannya hanya setipis tissue yang dibelah 100.
Dengan cepat, Raymond meraih kedua tangan Caroline yang berusaha mendorongnya, dan menarik tubuh mungil gadis itu. Perubahan yang mendadak, membuat Caroline yang sedang mengerahkan tenaga untuk mendorong dan tiba-tiba mendapatkan tambahan tenaga tarikan tangan Raymond, menyebabkan tubuhnya terlempar dan berhenti mendadak saat menabrak dengan keras dаda bidang Raymond.
“Adu..”
Belum sempat Caroline selesai mengaduh, dia bisa merasakan ada benda lunak yang melumat kedua bibirnya dengan rakus dan kasar. Mulut Caroline yang sedikit terbuka, memberikan celah untuk Raymond yang tidak akan menyia-nyiakannya. Lidah Raymond segera terjulur untuk memaksa masuk dan mengobrak-abrik rongga di dalam mulut Caroline.
Sesaat Caroline hanya bisa terbelalak dan terpana. Tubuhnya membeku saat merasakan ciuman brutal Raymond. Semalam Caroline hanya bisa mengingat secara samar karena dia masih mabuk, tetapi sekarang, dia sadar. Se-sadar-sadarnya, dengan kesadaran yang paling sadar di seluruh hidupnya.
Bibirku DICIUM PAKSAAAA Plaboy cap kadaaal!! AAA ibuuuuuuuuu………!!
Caroline berteriak panik di dalam hati, tak terima bibirnya di lecehkan. Dengan sekuat tenaga, Caroline berusaha menarik tangannya dari genggaman erat Raymond, tetapi disaat yang sama, sang playboy cap kadal, Raymond, segera mempraktekkan kemampuan menggoda wanita, yang sudah diasahnya dengan baik sejak remaja. Raymond segera mengubah taktiknya dengan cepat.
Ciuman keras, kasar dan brutalnya mendadak berubah menjadi lembut. Lidah tak bertulangnya menggoda lidah Caroline agar ikut bermain bersamanya. Lidah itu juga mengabsen satu per satu gigi Caroline dengan lembut. Sesekali Raymond melumat bibir atas dan bawah Caroline.
Caroline yang tidak siap dengan perubahan yang cepat itu, hanya bisa terdiam, kali ini, kesadarannya sepertinya sedang mengambil cuti, karena sudah terlalu lelah, dipaksa bekerja keras saat bibirnya dibombardir ciuman yang membagongkan sepanjang hidup Caroline.
Tanpa keberadaan si kesadaran, tubuh Caroline bergerak dengan sendirinya menyambut godaan Raymond. Lidah Caroline secara naluriah mengikuti ajakan bermain lidah Raymond, benda lunak itu saling membelit, saling mengecap dan merasakan.
Caroline adalah gadis yang mampu belajar dengan cepat. Meski ciuman pagi ini adalah ciuman kedua yang dia ingat, tetapi setiap gerakan Raymond, sudah terekam erat di benak Caroline.
Bagaimana cara Raymond mengajarkannya untuk membalas ciumannya. Bagaimana cara Raymond melumat dan mengulum bibir ranumnya. Dengan gerakan takut-takut namun penuh penasaran, Caroline membalas ciuman Raymond.
Merasakan balasan Caroline, tangan Raymond yang masih menggenggam erat kedua tangannya, perlahan mengendur. Raymond mengalungkan kedua tangan lembut Caroline ke lehernya.
Caroline yang masih terbuai, mengikuti semua arahan Raymond tanpa mampu melawan. Tanpa melepaskan ciumannya, Raymond menggendong Caroline dan mendudukkannya di kursi samping pengemudi.
Setelah yakin Caroline sudah tenang, perlahan Raymond melepaskan ciumannya. Keduanya saling menatap dengan nafas terengah-engah. Caroline baru menyadari kalau kedua tangannya masih melingkari leher Raymond, membuat wajah tampan melebihi artis korea itu berada sangat dekat, hidung mereka bahkan nyaris bersentuhan.
Wajah Caroline mendadak terasa memanas. Kulit putih pipinya merah padam bahkan sampai ke leher karena merasa malu. Cepat-cepat ia menarik tangannya dari leher Raymond dan memutar tubuhnya menghadap ke depan. Pandangannya berusaha melihat kemana saja selain ke wajah Raymond.
Raymond mengangguk puas. Dia meluruskan tubuhnya dan menutup pintu sisi Caroline dengan pelan, meski Caroline sudah terlihat tenang, Raymond tidak percaya begitu saja. Diam-diam dia menekan remote pengunci dan mengunci pintu mobilnya selama dia berputar menuju pintu pengemudi.
Begitu duduk di kursi pengemudi, yang pertama dilakukan Raymond adalah mengunci pintu. Kemudian, tak ingin menunggu Caroline yang masih berusaha mengulur-ngulur waktu dengan berpura-pura kesulitan menggunakan sabuk pengaman. Dengan cepat, Raymond menyorongkan tubuhnya dan segera menarik sabuk pengaman kursi Caroline dan memasangkannya.
Wajah keduanya yang kembali berdekatan, membuat wajah Caroline sekali lagi memerah dan salah tingkah. Cepat-cepat Caroline membuang pandangannya ke arah jendela. Sikap malu-malu Caroline, terlihat sangat imut dan lucu dimata Raymond, membuat Raymond tertawa kecil.
Selama mengenal Caroline, baru sekarang Raymond menyadari, kalau Caroline memiliki sifat yang menggemaskan seperti ini. Tak ingin membuang waktu lagi, Raymond segera menjalankan Lamborghini Urus berwarna mera bergerak cepat meninggalkan RS Saint Mirrae dan menembus jalan raya dengan kecepatan tinggi.
Mobil mewah yang dikendarai Raymond melintas dengan kecepatan tinggi menyalip satu per satu mobil di depannya dengan liar. Sesekali Caroline melirik ketakutan ke arah Raymond. D ijalan rayapun, tak sedikit pengemudi kendaraan lain yang berteriak marah karena cara menyetir Raymond yang ugal-ugalan.
Meski Raymond menyadari Caroline, beberapa kali mencuri-curi pandang ke arahnya karena ketakutan, namun, Raymond sengaja memasang wajah cemberut. Dia ingin tahu, seberapa besar keberanian makhluk imut di sebelahnya untuk menantang dirinya.
Hasilnya… keberanian Caroline ternyata hanya setipis kulit ari. Wajah Raymond yang sudah sangat lecek seperti kertas origami yang gagal dibentuk berkali-kali, mampu membuat Caroline tak berani membuka mulut sedikitpun. Apalagi meminta Raymond untuk melambatkan mobilnya. Menurut Caroline, wajah Raymond saat ini terlihat menyeramkan, seperti jin ingin makan orang.