Pertemuan tak sengaja itu membuat Novan tak bisa melupakan Greta Amoy. Wanita mandiri yang sangat cantik dan mempesona. Kesan satu malam bersama wanita itu benar-benar membuat hidup Novan yang selalu kesepian menjadi lebih berwarna.
Sayangnya, Novan tidak mengenal lebih jauh, siapa Greta. Suara tegas namun tetap terdengar lembut maish terngiang ditelinga Novan.
"Aku harap, kita tidak mencari tahu. Lupakan malam ini, anggap saja tidak penah terjadi," jelas Greta saat itu mengingatkan.
Namun nyantanya, Novan tidak bisa melupakan Greta. Wanita petama yang berhasil tidur bersama dirinya disaat semua beban sedang menumpuk dipundak Novan.
Saat itu, Novan hanya mengangguk. Ia masih terkagum-kagum dengan semua yang dimiliki Greta.
Ya, Kejadian itu sudah satu tahun lalu lamanya dan sampai kini, Novan masih mencarinya. Tidak gampang tapi juga tidak sulit, hanya butuh watu.
Satu tahun yang membuahkan hasil namun belum sepenuhnya. Novan harus berusaha lebih keras lagi.
"Hei ... Aku disini, bukan di Amerika. Kenapa kamu banyak melamun?" tanya Nadia yang mengibaskan tangan di depan Novan.
"Hmm ... Maaf," jawab Novan singkat. Kedua matanya menatap Nadiva yang terus menatap tajam ke arahnya.
"Kamu kalau di telepon begitu antusias, begitu semangat, sekarang aku sudah kembali ke Indonesia, kamu biasa aja sih," ucap Nadiva kesal sambil mencebikkan bibirnya.
"Gak usah kayak anak kecil. Habiskan makanan kamu," titah Novan datar.
"Hmmm ... Kamu ini sebenarnya cinta sama aku gak sih?" tanya Nadiva dengan cepat.
Pandangan Novan kembali menatap wajah Nadiva yang terlihat memelas. Gadis itu rela kembali ke Indonesia pagi ini untuk menemui Novan, kekasih yang sudah enam bulan ini di pacarinya.
Nadiva pun tidak bilang pada Mamanya kalau ia kembali ke Indonesia. Padahal, ia sedang menggarap skripsi dan sebentar lagi akan lulus.
"Harus kamu tanyakan?" tanya Novan serius.
"Ini penting, Sayang. Aku ingin tahu," cecar Nadiva begitu manja.
Novan menarik napas dalam dan menghembuskan secara perlahan.
"Kamu mau pulang setelah makan? Biar aku antar kamu pulang ke rumah," ucap Novan datar.
Nadiva menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Enggak mau! Diva mau sama kamu. Diva mau menginap di Apartemen kamu," ucap Nadiva kali ini membuat Novan bingung.
"Menginap?" tanya Novan serius.
"Kenapa? Kayak kaget? Aku mau nginep, Sayang. Ga apa-apa, kan? Kalau Mama tahu aku pulang, dia aan marah besar dan menghentikan transferan uang jajan aku," jelas Nadiva dengan nada memohon.
"Oke." Suara Novan dingin dan datar. Jawabannya begitu singkat.
Selama ini, ia mendekati Nadiva hanya ingin mencari tahu soal Greta, Mama Nadiva. Namun, janda berkelas itu memang sulit untuk digapai. Tidak mudah dan saingannya banyak, sama beratnya juga.
***
Pintu unit Apartemen Clasic sudah terbuka dengan kartu khusus. Novan membuka lebar pintu itu membiarkan Nadiva masuk sambil menggeret koper berukuran sedang berwarna pink.
"Wah ... Apartemen ini sangat keren," ucap Nadiva terus mengedarkan pandangannya dan berjalan ke arah dalam lalu ia duduk di salah satu sofa panjang di bagian tengah.
Nadiva melepas jaketnya dan hanya menyisakantank top tipis serta melepas alas kainya.
Novan menutup pintu apartemennya dan mengunci rapat lalu bejaan ke arah dapur untuk menyiapkan dua minuman dingin untuk dirinya dan Nadiva.
Novan kembali ke ruang tengah dan meletakkan satu kaleng soda untuk Nadiva.
"Minumlah, hanya ada itu di kulkasku," titah Novan pada Nadiva.
Nadiva menatap Novan yang duduk di sebeangnya sambil tersenyum.
"Kenapa gak duduk di samping Diva? Kamu gak kangen sama Diva?" tanya Nadiva merasa aneh pada sikap Novan.
"Diva ... Kamu gak cape? Kalau cape, kamu harus segera istirahat. Itu kamar kamu, dan disampingnya itu kamar aku," jelas Novan sambil menunjuk ke arah kedua kamar yang ketaknya bersebelahan.
Diva menoleh ke belakang. Dua kamar itu sangat berbeda. Kamar Novan lebih besar karena kamar utama sedangkan kamar yang akan ditempati Diva, ukurannya lebih kecil.
"Kenapa gak bareng aja?" tanya Diva dengan serius.
"Bareng?" Suara Novan meninggi dan berat.
"Iya bareng. Kenapa? Toh, Kita pasangan. Kita bakal menikah juga," ucap Diva cepat.
"Aku gak bisa Diva," ucap Novan datar.
"Gak bisa? Kamu aneh deh," ucap Diva semakin dibuat bingung dengan sikap Novan.
"Aneh gimana? Aku bukan lelaki b******k yang mengacak perempuan," ucapnya dengan suara tegas.
"Hmmm ... Oke. Aku mau mandi dulu," ucap Diva lalu berdiri lalu menarik kopernya dan masuk ke kamar yang ditunjuk oleh Novan tadi.
Tanpa menutup pintu kamar itu. Diva membuka pakaiannya dengan sengaja hingga semuanya terlepas dari tubuhnya.
Dengan santainya, ia membuka koper dan menumouk pakaian di lemari dan mengambil handuk serat membawa pouch berisi alat mandinya.
Novan memilih ke dapur dan segera masak untuk makan malam mereka. Hari sudah semakin sore dan sebentar lagi larut malam.
Wangi aroma masakannya memenuhi ruangan apartemen dan membuat Diva yang baru saja selesai mandi pun begtu penasaran.
Diva melepas handuknya dan memakai lingerie merah yang tipis tanpa memakai dalaman. Rambutnya di gerai dan wajahnya dipoles dengan sedikit make up serta lipstik pink agar tidak terlihat pucat. Tidak lupa parfum khusus yang ia bawa khusus dari Amerika. Katanya, parfum itu mampu membangkitkan rasa yang paing dalam. Dan itu yang diinginkan oleh Nadiva. Entah kenapa, ia begitu respek dengan Novan, lelaki yang usianya jauh lebih tua dua belas tahun dibandingkan dirinya.
"Sayang ..." panggil Nadiva dengan manja memeluk tubuh Novan dari arah belakang.
Novan begitu kaget dengan cepat melepaskan kedua tangan Nadiva yang melingkar diperutnya.
"Diva ... Aku sedang memasak," titah Novan tegas.
Nadiva melangkah mundur dan menatap punggung Novan.
Tak lama, Novan mematikan kompor dan meletakkan masakannya dimeja makan.
"Mau makan sekarang?" tawar Novan pada Nadiva yang terlihat sangat dewasa dan seksi.
Nadiva diam dan menggigit bibir bawahnya. Ia sangat kesal. Hatinya ingin meluapkan rasa marah tetapi tidak bisa.
Novan melangkah mendekati Nadiva. Ia memegang pipi Nadiva dan berkata pelan, "Maafkan aku. Kalau aku salah dan membuat kamu takut. Aku sayang sama kamu."
Novan memegang dagu Diva. Ini yang Diva harapkan. Novan menyentuhnya, menciumnya bahkan ia mengajaknya tidur bersama. Kalau pun hamil, Diva sama sekali tidak takut dan malah akan lebih berani memperkenalkan Novan pada Greta, Mamanya.
Walaupun, sang Mama sudah berkali-kali memperingatkan untuk tidak pacaran dan tidak berhubungan dengan laki-laki, apalagi sampai hamil. Ini bisa membuat reputasi keluarga Nadiva buruk.
Tangan Diva langsung mengalung ke belakang leher Novan.
"Cium aku ..." pinta Nadiva.
Detik itu juga, Nadiva langsung mencium bibir tebal Novan dengan liar.