Aku masih belum beranjak dari tempat dudukku sampai lampu-lampu gantung di kafe ini dinyalakan dan menjadi hiasan berkilau yang mengagumkan. Perasaan sakit dan kecewa masih bergelimang di hati dan membuat kakiku berat untuk melangkah. Kenapa semua ini harus terjadi padaku? Abs memilih bertunangan dengan Sarah dan Mario ternyata hanya berpura-pura baik kepadaku. “Rissa.” Suara lembut dan bening yang menyapaku mengembalikan kesadaranku. Aku menoleh ke arah sumber suara. Sarah dengan anggun sudah berdiri di samping kursi kosong yang diduduki Leona tadi. “Boleh aku duduk?” tanyanya. “Si-silakan, Kak.” Dihantam perasaan gugup, aku mempersilakan Sarah duduk. Perasaan canggung tidak bisa kusembunyikan. Aku dan Sarah belum pernah bertatap muka secara personal seperti ini sebelumnya. “Kamu s

