Seminggu setelah ibunya meninggal, Maudy melangkah masuk ke ruang dokter dengan langkah tertatih namun penuh tekad. Ia ingin memastikan bahwa kakinya yang terkilir sudah menunjukkan tanda-tanda kesembuhan. Sang dokter tersenyum, menjelaskan bahwa kondisi kakinya mulai membaik, dan itu menjadi kabar baik pertama yang ia dengar dalam beberapa waktu terakhir. Namun, saat ia hampir melangkah keluar dari rumah sakit, sebuah sosok yang tak asing berdiri di depannya. Romeo. Pria itu menunggunya, seperti bayangan yang enggan pergi. “Kenapa kamu nggak ngabarin aku kalau mau ke dokter?” tanyanya, nada suaranya terdengar penuh perhatian namun juga menyimpan rasa cemas yang sulit disembunyikan. Maudy menghentikan langkahnya, menatap Romeo dengan dingin. “Kenapa saya harus memberitahu Anda?” j