“Oh, iya. Aku sudah memenjarakan Billar. Dia telah mengganggumu.” Romeo menatap Maudy dengan sorot mata yang tegas, suaranya seperti belati yang menembus kesunyian restoran itu. Wajahnya yang biasanya hangat kini diliputi bayangan amarah yang ia coba redam. “Oh, iya. Terima kasih.” Maudy mencoba tersenyum, tetapi hatinya bergetar. Bibirnya mengucapkan rasa syukur, namun pikirannya bergolak. Apakah ini rasa lega, atau justru rasa takut akan konsekuensi lebih besar? Romeo memiringkan kepalanya, menatap Maudy lebih dekat, seolah berusaha menembus dinding yang sengaja dibangun gadis itu. “Kamu sepertinya tidak sehat akhir-akhir ini. Aku sering melihatmu mual, pucat. Besok kita ke dokter, ya?” Nada suaranya mengandung perhatian tulus, tapi di telinga Maudy, itu terdengar seperti ancaman pel