Masa Orientasi

1230 Kata
Pagi itu Putri sudah siap dengan kemeja putih dan celana hitamnya. Dia tidak mempunyai bayangan sedikit pun tentang apa yang akan dilaluinya pada hari pertama orientasi kampus itu. Putri berdoa semoga hari ini akan menjadi hari baru yang sangat menyenangkan. Hari baru di tempat baru, sebuah kampus swasta yang cukup terkenal di Surabaya. Putri adalah anak perantauan. Aslinya bukan Surabaya, tapi dari Gresik, sebuah kota kecil di Jawa Timur. Beberapa bulan yang lalu dia mendaftarkan diri ke kampus itu. Putri mengirimkan kopi nilai raport dari kelas X - XII. Dia juga mengirimkan kopi berbgai sertifikat penghargaan berbagai lomba bahasa Inggris yang pernah diraihnya. Dan hasilnya, dia diterima tanpa tes!! Thank God!! Kepala Putri rasanya sudah mau pecah seandainya disuruh untuk belajar dan mengerjakan beberapa tes lagi. Satu bulan lalu "Ayah, bulan depan aku akan mulai perkuliahan. Aku belum menemukan tempat kost yang cocok untukku," kata Putri pada ayahnya yang sedang membaca majalah. "Iya, nak." "Besok boleh tidak aku ke Surabaya untuk mencari tempat kost?" kata Putri sambil sedikit merayu ayahnya. "Besok masih hari Rabu. Bagaimana jika Sabtu saja kita bersama-sama ke Surabaya untuk mencarikan tempat kost untukmu sekalian jalan-jalan ke mall. Sudah lama kita tidak jalan-jalan bersama ibu dan adik-adikmu," jawab ayahnya sambil tersenyum. Ayahnya itu akan mempunyai 1001 cara untuk menggagalkan niat Putri yang keluar rumah sendirian, apalagi keluar kota. Ya Putri adalah anak sulung dari tiga bersauda. Dua adiknya adalah laki-laki yang masih sekolah di SMA dan SMP. Orang tuanya sangat menyayanginya hingga cenderung posesif. Tidak memperbolehkan anak perempuannya keluar sendiri kalau tidak ditemani. Meski hanya ingin ke mall atau supermarket, harus ada yang mengantarkan. Putri tidak boleh berteman dekat dengan lelaki apalagi berpacaran. Tapi bukan berarti Putri tidak mempunyai pacar. Tapi tentu saja gejolak muda di d**a Putri tidak akan menurut begitu saja. Selama di SMA, dia sering gonta-ganti kekasih tanpa sepengetahuan orangtuanya. Bahkan pada saat kelulusan SMA, dia baru saja putus dengan kekasihnya yang seorang guru muda di sekolahnya. Putri bukanlah gadis yang super cantik. Tapi dia menarik. Matanya indah. Senyumnya menawan. Bentuk bibirnya indah. Hidungnya mancung. Dan jangan lupakan kulitnya. Kulitnya sangat putih dan bersih meski tanpa perawatan berlebih. Pembawaanya selalu ceria meski agak tertutup untuk teman baru. Dia juga termasuk siswa yang pandai. Dia memenangkan banyak perlombaan di bidang Bahasa Inggris, mulai dari debat sampai pidato, mulai tingkat kabupaten sampai propinsi. Maka tidak sedikit teman-teman prianya yang berlomba-lomba menarik perhatian Putri. Dia cukup tekenal di kalangan sekolah apalagi dia juga aktif di OSIS dan kegiatan ekstrakurikuler. Putri sering mendapatkan banyak surat dari penggemarnya tapi tidak ada yang dibalas. Dia kurang suka berbalas surat. "Kalau memang serius suka, harusnya ngomong dong di depanku. Jangan pakai surat-suratan gini. Males ah. Gak gentle," gitu katanya. Ayahnya bukanlah pemilik perusahaan. Pak Guntur bekerja sebagai karyawan di perusahaan yang cukup bonafide di Indonesia. Jabatannya pun lumayan. Jadi kehidupan Putri cukup terjamin. Rumahnya, yang berada di sebuah perumahan ellite di kota itu, cukup luas. Halamannya juga tak kalah luas. Bu Isa, ibunya, suka memperindahnya dengan berbagai macam tanaman. Tamannya tampak terawat dan indah sekali. Kini, Putri yang sudah siap dengan kostum khas mahasiswa baru peserta orientasi kampus bersiap berangkat ke kampus. Dia hanya perlu jalan kaki. "Semoga aku bisa melalui hari ini dengan baik," ucapnya dalam hati. Dengan semangat, Putri melangkahkan kakinya keluar. Tak lama, dia langsung menuju ke lapangan kampus menuju ke barisan khusus jurusan bahasa dan pendidikan. Bersama dengan mahasiswa baru lainnya, Putri berusaha untuk membuka diri. Dia mulai berkenalan dengan teman-temannya. "Hai, aku Putri. Aku ambil jurusan Bahasa Inggris," sapanya pada seorang gadis berhijab di sampingnya. "Hai, aku Ria. Aku juga ambil bahasa Inggris." "Hai, aku Sari. Aku juga bahasa Inggris." Dan perkenalan mereka pun berlanjut. Saling menanyakan tempat tinggal dan nomer ponsel. Dari perkenalan itu, Putri merasa cocok dengan mereka berdua. Sari dan Ria sama-sama asli Surabaya. Jadi suatu saat Putri bisa meminta tolong mereka untuk bisa mengantarkannya berkeliling daerah kampus. "Semoga kita nanti bisa satu kelompok ya," ucap Putri antusias. "Diberitahukan kepada seluruh mahasiswa baru untuk segera berdiri dengan rapi dan berbaris sesuai dengan fakultas masing-masing." Pengumuman dari panitia orientasi langsung membubarkan seluruh percakapan di lapangan. Para mahasiswa baru dengan tertib langsung membentuk barisan yang rapi. Setelah upacara pembukaan selesai, mereka digiring oleh panitia menuju aula kampus di lantai dua. "Adik-adik mahasiswa baru silahkan melihat kelompok masing-masing yang terdiri dari 30 orang per fakultas. Setiap kelompok akan didampingi oleh tiga kakak panitia." Putri yang tadi waktu masuk kampus sudah menyempatkan melihat di papan pengumuman, langsung bertanya pada teman barunya. "Eh, aku di kelompok Ahmad Yani," jawab Ria. "Aku di Ki Hajar Dewantara," sahut Sari. "Yaahh, kita tidak satu kelompok, Sar. Aku sama Putri di Ahmad Yani. Kita pisah dong," kata Ria. "Tidak apa-apa. Nanti kita masih bisa ketemu lagi. Lagipula kita juga sudah bertukar nomer ponsel." "Oke deh," sahut Putri dan Ria. "Ayo, Ria. Kita harus cepat-cepat cari kelompok kita sebelum terlambat. Bisa-bisa dihukum sama kakak panitia," kata Putri. Setelah bertemu kelompok Ahmad Yani, Putri dan Ria langsung bergabung, sedikit berbasa-basi dengan anggota yang lain, lalu mereka sibuk dengan kegiatan masa orientasi tersebut. "Hai, adik. Kamu jangan lupa mencatat materi ya. Nanti di akhir acara bakal disuruh merangkum lho," seorang kakak pendamping berbisik pada Putri. Putri yang sedang asyik mendengarkan penjelasan di depan sontak menoleh. "Eh, iya kak. Nanti akan aku catat kok," sahut Putri. "Aku lihat dari tadi sepertinya kamu belum mencatat sama sekali." "Hehe, maaf kak. Cara bicara pematerinya kurang jelas. Suaranya kurang kencang. Jadi bingung apa yang akan ditulis," Putri terkekeh. Putri langsung tersadar bahwa tidak seharusnya dia tertawa dan terkekeh selama pemberian materi berlangsung. "Ehm, maaf kak. Aku akan langsung mencatat," Putri sedikit berdehem dan langsung merevisi kata-katanya. Mungkin dia takut dihukum oleh senior di sampingnya. "Haha, kamu lucu. Nama kamu siapa?" "Eh, Putri kak." "Hai, Put. Aku Eka. Jangan tegang gitu. Kamu kelihatan menggemaskan," kata Eka sambil mengacak rambut Putri dengan gemas. Eh, apa tadi dia bilang? Menggemaskan? Sori dori nemo koi yah. Masa Putri dibilang menggemaskan? Emang anak bayi?? Putri kan cantik dan menarik. Meski tidak sangat cantik, tapi juga jangan dibilang menggemaskan sama senior di sampingnya ini? Putri cuma tersenyum masam. Putri mencatat materi sedangkan Eka masih setia duduk di sampingnya. Sebenarnya Putri mulai mengantuk. Pematerinya benar-benar membosankan. Bagaimana ini? Dia tidak mungkin tidur di saat ini apalagi Eka masih di sampingnya. "Kak, toilet di mana ya? Aku ke sana sebentar." Putri memutuskan untuk mencuci muka untuk meebunuh rasa kantuk yanv mulai menderanya. "Kamu keluar dari pintu samping itu. Lurus saja nanti ada tanda toilet di sana. Maaf aku tidak bisa mengantarmu." "Tidak apa-apa, Kak. Aku bisa sendiri." Putri berlalu menuju toilet. Dia menuju toilet sambil melihat-lihat isi kampus. Sepertinya dia akan betah belajar di sini. Suasananya sangat mendukung, bangunannya bagus, dan Putri tidak menyesal telah bergabung di sini. Setelah selesai dengan hajatnya, dia kembali menuju aula. Saat akan memasuki pintu samping aula, tiba-tiba ada yang memegang pundaknya. Reflek Putri terkejut dan menoleh. "Maaf dik, kartu pesertamu terjatuh." Seorang mahasiswa dengan tinggi sekitar 175cm dengan rambut agak panjang menyela jalannya. Dia mengulurkan kartu peserta Putri yang terjatuh. "Terima kasih, Kak." Putri tersenyum dan meraih kartu itu. Putri lalu pamit untuk kembali mengikuti materi. Si mahasiswa hanya bisa menatap Putri tanpa henti sampai menghilang di balik pintu. Dia tersenyum simpul. "Fino, Fino. Tidak usah berpikiran aneh-aneh meskipun maba tadi cukup cantik dan menarik." Mahasiswa yang ternyata bernama Fino tersenyum dan menggelengkan kepala. Berharap bayangan Putri bisa menghilang dari otaknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN