Menangis dan Tertawa

1193 Kata
"Aku kangen", kata Roy dengan menatap Putri dalam-dalam. Putri terdiam mendengar penuturan Roy. Dia menunduk dalam. Pikirannya berkecamuk, bingung dengan jawaban apa yang kira-kira akan dia lontarkan karena memang dia tidak pernah menyiapkan apa pun untuk Roy. Putri jadi teringat akan Lena. Ya Putri akhirnya tahu kalau Lena adalah mantan Roy yang belum bisa move on darinya. Baru saja Putri akan membuka mulut, Ria tiba-tiba datang. "Nih, Put, pesanannmu." "Thanks, Ria." "Hai, kak Roy," sapa Ria. "Maaf, kak, aku ganggu Putri sebentar karena kelas kita akan mulai. Ayo, Put." Putri langsung berdiri. "Kak, aku balik ke kelas dulu ya," kata Putri sambil tersenyum. "Oke, Put. Kapan-kapan kita sambung lagi," sahut Roy. Jam menunjukkan pukul tiga sore saat kelas Putri berakhir. Putri berjalan sendiri keluar kampus, melewati tempat parkir saat mendengar suara lantang. "Kau tahu itu tidak keluar dari hatiku, Roy!" "Tapi kau sudah mengatakannya!!! Dan kau mengatakannya tidak hanya sekali tapi tiga kali! Aku baru tersadar kalau kau begitu ingin berpisah dariku, Lena. Dan aku sekarang mengabulkannya." "Tapi, Roy kau tau benar kalau hatiku tidak sungguh-sungguh menginginkan perpisahan. Aku hanya ingin sekedar menenangkan hatiku." "Kalau begitu kau seorang yang munafik, Len. Mulut dan hatimu berbeda. Aku semakin bersyukur tidak lagi bersamamu." "Kau memang b******k, Roy. Kau menjauhiku setelah bertemu dengan gadis sialan itu kan? Kau dulu akan selalu bisa menerimaku. Tapi kini setelah gadis tidak tahu malu itu muncul, kau langsung berubah. Apa yang dia berikan padamu?" Lena berkata sambil berapi-api. "Jangan bicara hal yang kau tidak tahu, Lena. Putri tidak ada sangkut pautnya dengan ini!!" "Bahkan aku tidak menyebut nama tapi kau langsung menyebutnya. Apa kau sudah tidur dengannya? Katakan, Roy!! Apa yang jalang cilik itu lakukan padamu hingga kau menjadi begini?" "JANGAN BICARA HAL YANG KAU TIDAK TAHU, LENA!!! Kau membuatku semakin muak." Roy mengatakannya dengan dalam dan dingin. Matanya berkilat tajam. Posturnya yang tinggi dan besar semakin membuat siapa pun merasa ciut. Lena tekejut. Air matanya semakin deras menuruni pipi mulusnya. Tangannya bergetar hebat. "Aku minta maaf, Roy. Maafkan aku. Tidak bisakah kita kembali? Aku mohon maaf." Lena menggapai tangan Roy, berusaha menggenggamnya. Dengan keras Roy menyentakkan tangannya dan berlalu begitu saja. Putri tercekat. Dia diam mematung berdiri di balik pilar. Dia tidak menyangka akan mendengarkan pertengkaran ini. Putri seakan berhenti bernafas karena shock dengan apa yang didengarnya. Hati Putri seakan teriris akan perkataan Lena. 'Kenapa Kak Lena bisa berpikiran seperi itu? Padahal aku baru saja kenal dengn kak Roy. Kita bahkan tidak pernah pergi kemana-mana. Tapi kenapa kak Lena berkata seperti itu? Dia boleh saja marah dan kecewa dengan keputusan kak Roy. Tapi menyalahkan aku atas berubahnya kak Roy adalah sungguh pemikiran yang licik. Kenapa dia tidak introspeksi diri? Bahkan hubungan mereka berakhir sebelum aku datang.' Putri menyeka air matanya yang perlahan turun. Dia memikirkan kata-kata Lena yang ditujukan padanya, jalang. Bahunya melorot, matanya sayu. Perlahan dia mengintip ke arah Lena. 'Dia sudah pergi' batin Putri. Dia lalu berjalan kembali. Dia ingin cepat-cepat kembali ke kamarnya. Dia merindukan kasurnya yang empuk. Dia ingin merebahkan diri dan menenangkan pikirannya yang kusut. Ketika Putri sedang membayangkan kasurnya, sebuah vespa menghampirinya. Seketika lamunannya buyar. "Butuh tumpangan?" Dewa membuka helmnya. Putri mencoba tersenyum. "Boleh." Dewa menyerahkan helm cadangannya pada Putri lalu memasang helmnya sendiri. "Pertama kali naik vespa?" tanya Dewa mencoba berbasa-basi. "Tidak juga. Ayahku lebih sering naik vespa daripada mobil. Jadi aku lumayan sering dibonceng vespa." "Ayahmu punya vespa?" tanya Dewa kaget. "Iya. Kenapa kaget begitu sih?" tanya Putri. "Tidak ada. Hanya saja ternyata aku sudah punya satu poin untuk mendekati calon mertuaku," Dewa berkata dengan penuh percaya diri. "Idiihh, percaya diri jangan terlalu tinggi bos. Kalau jatuh, sakitnya parah." Putri berkata sambil tertawa. Entah kenapa mendengar kalimat Dewa tadi membuat jantung Putri berdetak sedikit cepat. "Tidak apa-apa jatuh. Asal jatuhnya di hatimu," kata Dewa sambil tersenyum. Dia berharap sedikit candaan darinya bisa mengurai kesedihan Putri. Mereka memang belum memiliki hubungan, tapi setidaknya ungkapannya siang tadi menegaskan perasaannya pada Putri. Dan Dewa akan bersabar menunggu jawaban Putri. Saat melihat sorot kesedihan di mata Putri tadi, dia ikut sedih. Dewa tidak tahu apa yang membuat Putri sedih dan dia tidak ingin memaksa Putri untuk bercerita. "Basi!!" Putri berkata dengan sedikit tinggi tapi disertai tawa. Dia tidak menyangka kalau Dewa bisa berkata gombal seperti tadi. 'Benar-benar gombalan receh' batin Putri sambil tersenyum. Dewa yang melihat senyum Putri dari spion benafas lega. 'Tersenyumlah. Jangan biarkan apa pun menyakitimu. Aku selalu di sini menjagamu' batin Dewa. Dewa duduk di teras depan kos Putri. Putri masih di kamar untuk berganti baju dan mencuci muka. Setelah itu, dia keluar dengan sebotol minuman dan setoples camilan. "Aku kira kamu asli Surabaya", kata Dewa. "Tidak, kak. Aku dari Gresik." "Kamu sering pulang? Gresik-Surabaya kan dekat." "Iya, kak. Setiap Jumat aku pulang. Senin pagi kembali lagi", terang Putri. "Jadi nanti kita tidak bisa keluar malam minggu?" tanya Dewa sedikit terkejut. "Memangnya aku mau keluar malam minggu sama kakak?" tanya Putri lagi. "Ya memang tidak sekarang. Suatu saat nanti kalau hatimu sudah sadar. Dan aku akan bersabar menunggumu," kata Dewa lagi. Putri tersenyum menanggapi perkataan Dewa. Hatinya menghangat. Bersama Dewa dia menjadi terhibur. Tapi dia masih perlu waktu untuk meyakinkan hatinya dulu. Dia tidak mau terburu-buru meskipun dia merasa Dewa adalah sosok yang bisa membuatnya nyaman. Dan Dewa membuatnya lupa kejadian di parkiran tadi. "Ya ya ya silahkan bersabar, Tuan. Aku tidak akan mudah luluh," kata Putri sambil menyomot camilannya. "Apa kau tidak merasa aku tampan?" tanya Dewa tiba-tiba. "Uhuk....", Putri tersedak camilannya sendiri. "Selain pecaya dirimu yang tinggi, ternyata narsismu juga tinggi, kak," Putri menggeleng kepalanya, tidak percaya dengan pertanyaan Dewa. "Memangnya siapa yang bilang kalau kau tampan, kak?" tanya Putri malas. Bagi Putri, Dewa memang tidak tampan. Dewa cukup menarik, manis dengan kulitnya yang coklat. Tapi Putri tentu tidak akan mengatakannya pada Dewa. Belum saatnya. "Simbah penjual rujak depan kampus," kata Dewa dengan wajah innocent. Putri tertawa keras. Dia tertawa sangat keras sampai-sampai air matanya turun. Dewa melihat dengan takjub. Mata Putri yang menjadi sipit saat tetawa membuat Dewa tidak bisa lepas memandangnya. Dewa kembali jatuh cinta pada Putri. "Apa kau benar-benar tidak menganggap aku tampan?" tanya Dewa sekali lagi. Putri menghentikan tawanya. Dia menatap Dewa lekat mencari setitik ketidakseriusan Dewa dengan pertanyaannya. "Maaf, kak. Tapi bagiku memang kau tidak tampan. Apa kau ingin mendengar aku memujimu tampan?" tanya Putri dengan tidak enak hati. "Tidak, tidak usah. Jangan dipikirkan. Aku hanya ingin tahu pendapatmu tentang diriku. Itu saja," kata Dewa tersenyum sambil mengibaskan tangan. Dewa menjadi salah tingkah. Dia sedikit mengutuk dirinya sendiri. Sebenarnya pacarnya dulu dan gadis-gadis yang ingin bersamanya selalu mengatakan bahwa Dewa tampan. Tapi Putri menolak mentah-mentah mengatakannya. Hal ini membuat Dewa menjadi semakin penasaran dengan Putri. Dia merasa tidurnya sekarang akan sulit nyenyak sebelum mendapatkan Putri. Fix nama Putri semakin merajai hatinya! "Kau orang yang baik, kak. Kau bisa membuatku tertawa -setelah merasakan sedih yang mendalam," kata Putri. "Terima kasih sudah membuatku menjadi lebih baik." "Sama-sama, Put. Anytime. Tapi tolong jangan bersedih lagi." Dewa tersenyum simpul. Tangannya menggenggam erat tangan Putri. -- Gak boleh sedih ya, Teman-teman. Aku juga ada cerita baru nih. Judulnya Nona Muda vs Sang Asisten. Jangan lupa mapir dan klik love. Mohon sedekah love, vote, dan berikan komentar positif ya. Terima kasih...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN