*** Bagi Evan senja itu itu cantik, bahkan lebih cantik dari fajar. Jika ia di suruh memilih maka ia akan memilih malam. Malam lebih tenang menurutnya dan membuat hadir rindu. Ia memancing malam untuk menyatakan rindu-rindu lewat bintang. Pada dasarnya malam tidak meninggalkan bintang, walau langit malam jatuh cinta pada bulan. Evan menarik nafas, ia menatap pantulan cahaya dari kaca jendela, menyesap secangkir kopi pahit. Hidupnya kini seperti kopi di mana pahit dan manis bertemu dalam kehangatan. Evan mendengar derap langkah masuk, dan menatap ke dua asistenya di sana. Ia teringat jelas, tadi sore ia menyuruh mereka mencari informaasi tentang pria yang bersama Fatin kemarin, melalui foto-foto yang ia kirim. “Siapa dia?” tanya Evan penasaran. Kedua asistenya, menyerahkan profil