Pertemuan Tak Mengenakkan

926 Kata
Saga segera membanting stir ke kiri guna menghindari tabrakan tapi tak terelakkan. Sisi kanan mobil terbentur sedikit mengakibatkan penyok. Beruntung mobil dapat dikendalikan lalu menepi tanpa menabrak apa pun. Jantung keduanya berdebar kencang, pikiran kosong sementara tubuh mereka bergetar. Barulah ketika mendengar ketukan Saga dan Lizzy tersadar. "Kalian tak apa-apa?" tanya seorang pria paruh baya begitu Lizzy menurunkan kaca jendela mobil. "Yah kami tak apa-apa," balas wanita itu. Dia menoleh ke arah Saga yang termangu. Lizzy lantas memukul bahu sang suami. "Kau itu kenapa sih?! Lihat jalannya jangan bengong! Aku masih ingin hidup sialan!" histerisnya. Kemudian dia keluar dari mobil, menutup wajah dan mulai menangis. "Aku pikir aku akan mati," gumam Lizzy dalam isakan. Saga pun keluar dari mobil mendekat. Dia termenung sementara menatap istrinya sedang menangis tersedu-sedu. Untuk pertama kali Saga bisa melihat Lizzy menangis. Tubuh wanita itu bergetar. Ternyata meski Lizzy adalah wanita kejam, sinis ia masihlah seorang wanita rapuh. Sebab karenanya Saga menjadi bersimpati. Perlahan tapi pasti, pria itu mulai mengusap punggung sang istri. Lizzy pun mulai mengangkat kepala, memandang sekejap sebelum akhirnya memeluk Saga. "Mas, apa perlu dipanggilin ambulans?" tanya si pria paruh baya-- yang sempat bertanya pada mereka dari tadi. "Ah tidak apa-apa Pak, saya dan istri saya cuma cedera ringan," balas Saga sambil tersenyum. Tak disangka dari kepala Saga mengalir darah segar dan bukan itu saja, lengan kanan Saga terasa sakit saat mencoba diangkat. Terbukti dia meringis kesakitan. Timbul kepanikan dan pria paruh baya tersebut segera memanggil ambulans. "Kepala Mas berdarah!" seru seorang wanita yang ada di tempat itu. Sontak Lizzy mengangkat kepala, matanya membelalak ketika melihat darah segar terus mengalir membasahi pipi suaminya. Dia langsung mengeluarkan sapu tangan dan meletakkan ke bagian kepala Saga setelah mengelap darah yang menodai wajah pria itu. "Tolong panggilkan ambulans, suamiku terluka," pinta Lizzy. Saga cuma bisa diam sambil memperhatikan sang istri. Kecelakaan yang terjadi di jalan raya kota jelas mengundang banyak orang untuk berkumpul. Entah untuk melihat korban dan mobil, mereka memenuhi bahu jalan demi bisa mengabadikan momen itu. Para wartawan pun ikut meliput kemudian dijadikan berita siang hari. Datang juga pak polisi yang bertanya tentang kronologi terjadi kecelakaan. "Sepertinya kita harus membatalkan rencana," kata Lizzy begitu seorang polisi pergi menjauh darinya. "Aku akan mengikutimu ke rumah sakit," lanjutnya. "Tidak usah, luka di kepalaku tidak begitu parah cuma tanganku saja yang patah. Kau pergi temui pelukis itu demi Bunda," Saga menyanggah. "Tetap saja kau sedang terluka aku tidak akan membiarkanmu sendiri." Lizzy membantah. Saga menggelengkan kepala. "Tidak boleh kau harus pergi! aku akan menelpon kakak untuk menemaniku di rumah sakit," tekan Saga. Perasaan dan pikiran Lizzy menjadi campur aduk. Sebenarnya Saga itu orang baik apa orang jahat? Kenapa dia sangat peduli pada orang lain bukan pada dirinya sendiri? Entah kenapa wanita itu sedikit menyesal memperlakukan Saga layaknya sampah. "Baiklah jika itu maumu aku janji akan datang secepatnya ke rumah sakit." Setelah itu Saga dimasukkan ke dalam mobil ambulans guna pemeriksaan lanjut meninggalkan Lizzy yang kini berkutat dengan ponsel sendiri. ❤❤❤❤ Saga akhirnya tiba di rumah sakit dan dilakukan penanganan terutama bagian kepala yang terluka. Dokter mengatakan butuh beberapa waktu untuk melihat perkembangannya dan jika perlu dibutuhkan perawatan intensif ketika sesuatu terjadi kepada Saga. Sepeninggal dokter pria itu tidak bisa melakukan apa pun selain berbaring seraya menunggu kedatangan keluarganya. Dia sudah menelepon kakaknya jadi cuma masalah waktu. Sebagai pengusir jenuh, Saga melihat sekeliling. Dirinya tak sendiri di ruangan itu. Ada beberapa pasien yang saling mengobrol dengan sesama pasien atau bersama keluarga mereka. Juga di antaranya tertidur pulas. Saga menarik napas kemudian menghembuskan secara kasar. Hal yang paling tak disukai olehnya adalah bermalas-malasan dan lihat apa yang terjadi? Dia tak boleh melakukan sesuatu dalam 24 jam. Tanpa ada seseorang yang bisa diajak berbicara, Saga hanya bisa termenung melihat langit-langit ruangan berwarna putih. "Pasien Saga Keano?" suara perawat menginterupsi pria itu. "Saya," balas Saga singkat. "Ada kerabat anda yang datang menjenguk." Perawat kemudian mempersilakan seorang wanita masuk. Dia--si wanita memberikan senyuman tipis kepada Saga yang kini membulatkan matanya. "Sayang, kau tidak apa-apa, kan?" tanya wanita itu. Tidak lain ialah Crystal. Sorot mata kesedihan terlihat jelas sementara tangan berusaha membelai pipi dari kekasihnya tapi langsung ditepis halus. "Kenapa kau bisa ada di sini? Bagaimana jika keluargaku datang melihatmu?" Saga balik bertanya dengan nada panik. "Saga aku datang ke sini untuk melihatmu, kau tahu tidak aku sangat panik saat melihat berita kecelakaan itu tapi bersyukurlah kau selamat. Bagaimana bisa kau kecelakaan? Apa karena penyihir itu?" "Siapa yang kau maksud penyihir?!" sahutan bernada sinis tersebut keluar dari mulut sosok seorang pria dengan setelan jas rapi. Pria itu kemudian melangkah masuk sambil memandang tajam pada Crystal yang terdiam seribu bahasa. "Kenapa kau bisa ada di sini? Mengapa kau masih saja menggoda adikku? Apa kau tidak sadar dia suami orang? Oh iya aku lupa kau tidak punya malu sama sekali bahkan setelah adikku pergi meninggalkanmu kau masih tetap mengejarnya." Darah Crystal mendidih mendengar kalimat ejekan itu dilontarkan untuknya. Tapi mengingat jika di hadapannya ini adalah Kakak Saga--Ferdinan, dia berusaha untuk menjaga sopan. "Cepatlah pergi dari sini sebelum aku memanggil keamanan, kau bukan kerabat mau pun kekasih Saga jadi tidak ada kepentingan di sini!" lanjut Ferdinan penuh penekanan. Crystal melihat ke arah Saga yang lantas mengisyaratkan agar pergi dari tempat itu sebelum kakaknya mengambil tindakan dan Pada akhirnya si kekasih gelap pun pergi tanpa sepatah kata. Perhatian Saga kemudian beralih ke Ferdinan, dia lantas mematung ketika sorot mata dingin sang kakak tertumpu ke sepasang mata coklat miliknya. "Sekarang jawab yang jujur, apa kau masih punya hubungan dengan wanita rendahan itu?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN