Balas Jasa (2)

1060 Kata
Lizzy menarik salah satu sudut bibir, tersenyum miring pada Saga. "Terima kasih atas pujiannya aku tersanjung sekali," balasnya. "Benarkah?" tanya Saga agak sedikit berharap. "Tentu saja tidak pria playboy, kau pikir aku akan termakan ucapanmu yang benar saja?!" Saga membeku sesaat lalu tersenyum pahit. Padahal dia bersungguh-sungguh tapi Lizzy malah menganggap sebagai rayuan. Kalau nanti dibantah pasti hanya akan cekcok. "Lalu untuk apa kau di sini? Di mana Kakakku?" tanya Saga ketus. "Dia sudah pulang. Aku yang akan menjagamu sekarang." Lizzy membalas lugas. "Bukannya kamu membenciku?" "Tapi kau suamiku, sudah kewajibanku untuk merawatmu sebagai seorang istri." Saga tersenyum kecut. Benar juga apa yang dikatakan Lizzy. Wanita itu sudah berjanji akan menjalankan kewajiban seorang istri bukan sebagai orang yang memberi perhatian. "Ayo makan siang dulu, bubur sudah sampai dari tadi," lanjut Lizzy seraya menyiapkan bubur dari rumah sakit. Dari tempat Saga duduk, pria itu bisa melihat bubur itu memiliki tambahan suwir ayam yang tak terlalu banyak juga sayur. Memandangnya membuat Saga tak berselera sama sekali. Lizzy meninggalkan sebentar bubur itu. Dia lupa untuk menyiapkan meja di depan suaminya. Setelah menaruh meja kecil di hadapan Saga, Lizzy beralih lagi mengambil bubur. Saat bubur berada di depannya Saga memasang muka masam dan untuk sesaat Lizzy diam menunggu pria itu bereaksi. "Tunggu apa lagi ayo makan!" perintah Lizzy. "Lihat tanganku sedang diperban," Saga membalas ketus. "Itu tanganmu yang satu lagi tidak diperbankan?" Tidak ada jawaban dari Saga malah dirinya melotot ke arah Lizzy. "Kau mau aku pukul? Ayo cepat makan!" paksa Lizzy. Wanita itu mulai naik darah. "Tak enak!" "Kau belum merasakan buburnya sudah bilang tak enak!?" Lizzy setengah berteriak "Bukan seleraku!" jawab Saga lagi. d**a Lizzy naik turun menahan amarah. Matanya kemudian terpaku pada perban di kepala Saga beserta tangan yang patah. Ia sadar akan kondisi sang suami lalu menarik napas kemudian membuangnya secara tenang. Lizzy mendekat, mengambil bubur dan mengaduknya. "Walau kau tak suka, kau harus makan demi bisa pulih," ujar Lizzy lembut. Saga tertegun, baru pertama kali istrinya bersikap ramah. "Aku janji kalau makananmu habis nanti aku masak buat kamu terserah menunya apa." Tubuh Saga seketika merinding. Dadanya bergejolak hebat sementara pipi berubah warna. Saga membuang muka mencoba agar wajahnya tak kelihatan oleh Lizzy. "Kau mau aku suapi?" Sekarang bukan hanya pipi Saga yang memerah, seluruh wajah bisa dirasakan memanas. Pria itu mengangguk pelan dan tidak lama setelah itu satu sendok bubur tepat berada di depan. Malu-malu Saga menolehkan wajahnya lalu maju sedikit untuk bisa melahap bubur. Baru satu detik mereka bertatapan dia kembali memandang ke arah lain. Hal itu terus dilakukan sampai bubur habis tak bersisa. Lizzy kemudian mengelap bibir Saga dengan tisu mendadak. Tubuh Saga mendadak membeku, tak berani memandang sang istri yang kini masuk ke dalam kamar mandi di kamar inap tersebut. Tak lama datanglah dia dengan membawa baskom sedang serta lap. "Sekarang ayo kita bersihkan tubuhmu." Lizzy sekali lagi duduk dekat Saga di atas ranjang. Jemarinya meraih kancing baju milik Saga. Pria itu segera menahan lengan wanita itu sebab kaget dan otomatis mata mereka berdua menatap. "Apa yang kau lakukan?" tanya Saga gugup. "Kau tak dengar ya, aku mau membersihkan tubuhmu makanya bajumu dilepas dulu." Lizzy menyahut tenang. "Aku bisa sendiri kok!" meski terdengar ketus Saga tetap gugup. Alis Lizzy mengkerut tapi sesaat dia menarik tangannya kembali. "Yakin? Tanganmu sedang terluka bagaimana bisa kau melakukannya sendiri," remeh Lizzy. "Aku bukan anak kecil lagi!" tekan Saga mulai terpancing emosi. Lizzy mendengus kesal dan melipat tangan di d**a seraya memperhatikan suaminya itu mencoba membuka kancing baju sendiri. Meski memakan waktu lama satu kancing baju terbuka. Jemari besar milik Saga lalu beralih pada kancing di bawahnya. Kali ini lebih sulit karena kancingnya tertahan akibat benang yang mengikat. Saking susahnya Saga mengumpat kesal. Lizzy menghela napas berat, dia mengulurkan tangan memberi bantuan. "Kalau kau tak bisa minta tolonglah." Tidak ada tanggapan dari Saga. Dia malu pada Lizzy. Kancing terlepas sempurna, tampak otot perut Saga yang menonjol. Ia terlihat gagah sekali beserta berwarna tan membuat wanita itu terpesona. Sementara matanya tak bisa melepas pandangan. Teringin hati untuk meraba namun khayalannya berhenti saat Saga berucap. "Lizzy." seketika Lizzy terhenyak, jemarinya berhenti bergerak. "Maaf," lirih Lizzy kemudian. Dia mengambil lap lalu dicelupkan ke dalam air hangat. Dibasuh tubuh Saga dimulai dari belakang dan bagian depan meski kadang-kadang fokus mata Lizzy tertuju pada otot sixpack Saga. Ketika wanita itu ingin mengelap otot itu, bisa terlihat Lizzy gugup. Tangannya sedikit gemetar. Kadang-kadang dengan sengaja dia mencoba menekan salah satu dan terasa keras. Saga bukanlah pria bodoh. Dia tahu jika Lizzy diam-diam memperhatikan otot dan ingin menyentuhnya. Ekspresinya tampak seperti anak kecil yang matanya berbinar-binar, mendapat mainan baru. Sebab hal itu Saga tak menegur, dia suka melihat sisi lain dari sang istri. "Kalau kau mau sentuhlah lebih banyak lagi, seperti ini." Dengan cepat Saga menarik tangan Lizzy lalu ditaruh ke perutnya. Mata Lizzy membulat sesaat, senyum mengembang beberapa detik setelahnya. "Wah kencang sekali!" puji Lizzy. "Gila, baru kali ini aku lihat otot perut beneran, bisa nyentuh lagi!" Saga tersenyum bangga. "Tentu aku selalu membentuk otot-ototku." Kemudian Saga mengatakan beberapa latihan yang dia pakai untuk melatih otot-ototnya. Lizzy pun mendengarkan antusias seraya tetap membersihkan tubuh sang suami. Perasaan canggung kini berganti dengan berbagai percakapan seputar olahraga bahkan Saga menggoda Lizzy untuk menyentuh ototnya lagi sedang wanita itu tak keberatan. Siang berganti malam. Lizzy membantu suaminya untuk membaringkan diri usai keduanya makan malam serta mengobrol sebentar dengan Yuna dan Mahendra. Mereka datang membawa pakaian untuk pasangan muda itu. Sekitar satu jam mereka berbincang lalu memutuskan pergi. Ayah dan Ibu Saga senang saat tahu putra mereka baik-baik saja. "Terima kasih," "Hmm," balas Lizzy. "Selamat malam." Lizzy lalu beralih pada tempat tidur yang kosong tepat berada di samping Saga. Ranjang itu memang digunakan untuk tamu yang akan menginap. "Lizzy." suara Saga memanggil. "Ya," Lizzy menyahut singkat. "Kenapa kau mau merawatku? Bukankah kau membenciku karena aku memiliki simpanan?" Lizzy yang sedang membuka ikat rambut dan menata rambut panjangnya tersenyum. Dia lalu berbalik menatap Saga. "Apa kau sadar? Ini kedua kalinya kau bertanya dengan pertanyaan yang sama dan jawabanku tetap sama kau suamiku." Saga terdiam. Perasaannya dilanda gundah. "Sama sepertimu kau menganggapku sebagai seorang istri," lanjut wanita itu. Kali ini pria itu tak mengerti. "Tidakkah kau ingat. Aku pernah jatuh sakit dan kau merawatku. Kau bahkan panggil temanmu yang dokter itu." Saga termenung sebentar. Yah saat Lizzy demam. Dia ingat waktu itu menjaganya jadi selama ini Lizzy tidak melupakan kebaikan Saga. Manis sekali!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN