Suara pintu besar kamar itu menutup kembali dengan bunyi klik yang berat dan menyesakkan. Sunyi kembali merayap masuk, hanya ditemani suara tangisan Kiara yang tak kunjung mereda sejak Albert keluar. Gadis itu terduduk di sudut ruangan, menyembunyikan wajahnya di balik lengan, tubuhnya menggigil, air matanya membasahi seluruh wajahnya. Dia telah berteriak, memohon, marah, memukul tembok dengan tangan kosong, tapi tidak ada yang berubah. Dia tidak dibebaskan. Tidak ada yang menyelamatkan. Dan lebih dari semuanya—dia baru saja tahu bahwa orang yang menculiknya, orang yang menghancurkan pernikahannya, adalah Albert Roberto, calon ayah mertuanya sendiri. “Tidak... tidak... ini tidak nyata...” isaknya dengan suara nyaris tak terdengar. Tangannya menutupi mulutnya, berusaha menahan isak yang