04 - Apartemen Mewah.

1089 Kata
"Silahkan masuk, mulai hari ini kamu akan tinggal disini." Ucap Nino sambil melangkah masuk kedalam sebuah apartemen super mewah yang berada dibagunan tertinggi. Yang mana satu lantai Apartemen ini merupakan miliknya seorang diri. Freya berdecak kagum sambil terus menatap sekitarnya dengan tatapan menganga tak percaya. Bahkan didalam mimpi pun dirinya tidak pernah membayangkan akan tinggal ditempat sebagus dan semewah ini. Andai saja Mamanya sudah sembuh, dia ingin mengajaknya untuk tinggal disana. "Ini serius?" Tanyanya untuk memastikan. "Iya, Nona. Tuan yang memerintahkannya." "Bagus banget." Serunya lagi. Nino hanya memperhatikan tingkah laku Freya, gadis yang akan menjadi istri bosnya. Dia masih tidak habis pikir bahwa bosnya akan menikahi gadis kampungan seperti Freya. "Apa Nona Freya membutuhkan sesuatu lagi?" Nino tidak bisa menunjukkan sikap tak sukanya kepada Freya. Bagaimana pun gadis itu akan menikah dengan bosnya. Mendapatkan pekerjaan dengan posisi sebagus itu adalah impiannya. Dirinya tidak ingin berbuat salah atau membuat bosnya marah hanya karena membantah dan membangkangnya. Apalagi mengingat sikap kejam Zavier yang tidak mentolerir segala bentuk kesalahan apapun juga. Freya hanya menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Tidak ada, aku hanya ingin beristirahat." Jawabnya cepat. "Baiklah kalau begitu saya hanya perlu mengingatkan bahwa pernikahan Nona Freya dengan Tuan Zavier akan dilaksanakan dalam minggu ini." Nino mengatakan dengan tegas. "APA!" "Ada apa, Nona? Kenapa terlihat begitu kaget?" Lagi-lagi Freya hanya menggelengkan kepalanya, dia hanya terkejut kenapa pernikahannya akan berlangsung secepat itu. Siap tidak siap dia harus menikah. Apalagi dia sudah menandatangani perjanjian pra nikah dan sudah menerima uang muka yang dimintanya. "Apa itu tidak terlalu cepat?" Tanyanya dengan penasaran. Pasalnya dia merasa itu terlalu terburu-buru. Padahalkan pernikahan membutuhkan sangat banyak persiapan. Terutama kesiapan mentalnya sendiri yang sebenarnya tidak pernah bermimpi akan menikah diusianya semuda ini. Hanya karena terdesak dengan keadaanlah yang memaksanya akn menikah dengan seseorang yang tidak diketahuinya sama sekali wujudnya. Dia bahkan sedang berpikir apakah lelaki yang akan menikahinya adalah seorang om-om tua? Membayangkannya saja sudah membuatnya bergedik ngeri sendiri. "Itu kemauan Tuan Zavier, Nona. Bukankah Nona telah setuju?" "I-iya sih," "Baiklah kalau begitu, kalau ada permintaan apa-apa, Nona Freya bisa menghubungi nomor saya kapan saja. Saya permisi." Nino pamit dari sana dan meninggalkan Freya seorang diri dengan perasaan yang campur aduk. Bukannya bisa menikmati waktunya selama seharian penuh, dia malah memikirkan sosok lelaki yang akan menjadi suaminya kelak. Freya sangat gelisah hingga akhirnya dia baru bisa tertidur lelap ketika waktu telah menjukkan pukul satu pagi. Dia seperti sedang bermimpi ketika dirinya merasa bahwa keningnya sedang dicium oleh seseorang. Tapi terasa sangat nyata. Hanya saja dirinya sudah tidak bisa membuka kedua matanya lagi. Lelaki itu menyinggungkan sebuah senyuman, 'Sebentar lagi kamu akan menjadi milikku.' Batinnya lalu berjalan pergi dari sana. Kalau saja ponselnya tidak dengan bising berbunyi, mungkin Freya masih memilih untuk tidur. Tempat tidurnya terlalu nyaman hingga membuatnya begitu malas untuk bangkit dari sana. Dengan mata yang masih sangat berat, dia membuka kedua matanya, "Hoammm.." Dia menatap layar ponselnya yang kini sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Rasanya dirinya masih baru saja terlelap dan sekarang sudah pukul segitu. Dengan cepat dia beranjak dari kasur menuju kamar mandi. Dia mempercepat kegiatan mandinya. Dia membuka lemari pakaian yang sudah tersedia disana. Untuk kesekian kalinya dia terus saja merasa takjub, "Ini bukan waktunya untuk terhayut Freya. Kamu sudah terlambat sekarang." Serunya kepada dirinya sendiri. Dia mengenakan kaos berwarna putih dan celana jins, lalu menyempatkan dirinya untuk mencatok rambutnya sebentar. Kemudian menggunakan sepatu kets kesayangannya. Setelahnya dia berlari ke arah pintu lift. Menekan tombolnya beberapa kali, menunggu sebentar sampai pintu lift tersebut terbuka. Pikirannya kembali menerawang tentang ingatan mimpi tadi malam yang dia merasa begitu nyata. 'Benarkah itu hanya sebuah mimpi saja? Tapi mengapa aku merasa seperti benaran dicium ya?' Pikirnya hingga suara pintu lift terbuka membuatnya tersadar. Dia masuk dengan cepat, sambil tersenyum, "Apa aku benar-benar sudah gila karena akan segera menikah dengan lelaki yang aku kenal sama sekali? Ya mungkin saja maka dari itu aku makanya berhalusinasi tadi malam." ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia sudah tidak ingin memusingkan tentang hal itu lagi. Tujuannya pagi ini adalah untuk pergi ke Rumah Sakit agar Mamanya segera mendapatkan sebuah penanganan yang terbaik lalu sembuh. Freya segera membereskan segala biaya administrasi Mamanya, lalu pergi berkunjung sebentar ke ruangan rawat Mamanya. "Sebentar lagi Mama pasti sembuh. Yang kuat ya Ma!" Serunya. Ponselnya berdering dengan nyaringnya, membuatnya mencari keberadaan ponselnya yang berada di dalam tas, dia melihat nama yang tertara disana, "Pak Nino." Tanpa pikir panjang lagi, Freya segera menjawab panggilannya. "Halo?" "Nona Freya dimana sekarang?" 'Tidak mungkin aku bilang aku dimana sekarang,' Batinnya. "Di-di kampus, Pak. Ada apa ya?" "Tuan Zavier memerintahkan saya untuk membawa Nona Freya untuk melakukan fitting gaun pengantin." "Oh begitu, kalau begitu kirimkan saja alamatnya saya akan pergi kesana." "Nona yakin tidak ingin saya jemput saja?" "Tidak perlu, lagian Pak Nino pasti sedang sibuk bukan?" Memang saat ini Nino sedang mempersiapkan berkas-berkas buat rapat nanti. Apalagi sejak tadi pagi dia melihat mood Zavier sedang tidak baik. Entah apalagi hal yang salah menurutnya. "Saya akan kirimkan alamatnya. mohon datang tepat waktu Nona atau tidak Tuan akan marah besar." "Baiklah saya mengerti." Freya menutup panggilannya dengan menghela nafas dengan berat, "Freya tinggal dulu ya, Ma. Aku akan kembali lagi secepatnya." Freya pergi dengan memesan taksi online. Dia tidak ingin melakukan sebuah kesalahan. Tapi apalah daya karena saat ini sepertinya Tuhan sedang tidak berpihak kepadanya. Sepanjang jalan sangat macet hingga membuatnya geram dan sangat kesal. Dirinya terus saja menatap jam, "Aduh mau berapa lama lagi?" Freya terlihat semakin gelisah, dengan mengeluarkan dompetnya dia membayar taksi tersebut lalu bergegas keluar dari taksi tersebut. Padahal diluar sana sedang hujan dengan sangat derasnya. Dia memutuskan untuk segera berlari menuju butik ternama yang mana biasanya hanya kalangan atas dan artis sajalah yang menggunakan desainer terkenal yang namanya sampai ke luar negeri. Beruntung sekali lagi-lagi dia bisa menggunakan gaun pengantin impiannya yang dipesan disana. Bahkan itu merupakan impian setiap gadis pada umumnya. Kedinginan yang sedang dirasakannya berganti menjadi perasaan takjub ketika melihat sebuah karya terbaik yang terpampang nyata dihadapannya. "Sempurna," ucapnya dengan kedua manik yang masih berbinar-binar. "Nona Freya?" "Ya saya sendiri." "Silahkan ikut dengan saya." "Baik." Saat ini Freya sedang dibantu dalam mengenakan gaun berwarna putih yang sangat mewah. Begitu pas dan cocok ditubuhnya. "Anda sangat cantik Nona. Beruntung sekali lelaki yang akan menikah dengan kamu." Ucapan dari seseorang lelaki tersebut sontak membuat Freya segera menoleh. Ada yang sedang tersenyum menatapnya, Freya tidak mengenalnya sama sekali. Dengan raut wajah yang bercampur bingung, Freya diam-diam memuji ketampanan lelaki dihadapannya itu. "Terimakasih," Balasnya. Beruntung? Bahkan Freya sampai sekarang masih belum mengetahui wujud lelaki yang akan menikah dengannya. Sungguh sangat tragis dan menyedihkan bukan?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN