05 - Siapa Dia?

1044 Kata
Didalam hati Freya terus bertanya-tanya, apakah lelaki yang akan menikahinya sama tampannya dengan yang ada dihadapannya itu? Kalau memang benar seperti itu, bukankah pernikahan mereka akan sempurna? Ya walaupun dia juga harus sadar diri karena hanya melakukan pernikahan kontrak yang mana bila sudah berakhir dia harus segera pergi. Yang pasti dia tidak ingin jatuh cinta karena pasti hal itu akan sangat menyakitinya bila perpisahan terjadi. Dia terus mengecamkan didalam kepalanya bahwa dia setuju menikah hanya untuk mendapatkan biaya pengobatan Mamanya yang sangat mahal. Bahkan bila lelaki yang menikahinya memandang dirinya matre pun, dia tidak perduli sama sekali. Bukankah semuanya hanya sandiwara belaka? Saat ini Freya hanya sibuk dengan pikirannya sendiri hingga membuatnya melupakan ada seseorang yang sedang memandanginya terus menerus. "Nona," panggil lelaki dihadapannya itu. Setelah dipanggil berkali-kali akhirnya Freya sadar juga, "Ya?" "Sepertinya anda sedang banyak pikiran ya? Bukankah pada umumnya bila gadis yang akan menikah seharusnya akan terlihat sangat bahagia ya?" Bagaimana mungkin Freya akan terlihat bahagia bila dirinya pun tidak tau siapa sosok lelaki yang akan menjadi suaminya kelak? Lucu bukan? Rasanya dirinya sedang bermain-main peran saja. Freya hanya tersenyum tanpa mengatakan apapun. Dia bahkan tidak tau harus memberikan sebuah jawaban seperti apa. "Dimana pasangan anda? Apakah tidak ikut fitting baju pengantin bersama?" Pertanyaan lelaki asing itu lagi-lagi tidak mampu untuk dijawab oleh Freya, "Permisi, Tuan." lagi-lagi dia hanya tersenyum lalu pergi memanggil seseorang untuk membantunya. Sementara lelaki itu terus saja mengawasinya dari kejauhan sambil tersenyum, "Sangat menarik." *** Selama didalam perjalanan pulang ke Apartemen, Freya mulai mengingat-ingat perkataan lelaki yang ditemuinya tadi. "Siapa dia? Kenapa tatapannya seakan-akan mengenal diriku?" tanyanya kepada dirinya sendiri. Dia menggelengkan kepalanya berusaha untuk tidak terlalu memikirkan ucapan yang lelaki ditemuinya tadi. Bukankah ini hidupnya? Dia berhak untuk menentukan yang menurutnya baik, ya walaupun dia juga tidak yakin bahwa ini keputusan yang terbaik baginya. Hanya demi Mamanya saja dia rela melakukan apapun. Freya sudah memikirkan berulang kali sebelum menandatangi kontrak nikah tersebut, hanya itulah pilihan terakhirnya. Lagian orang gila mana yang ingin menyerahkan sebegitu banyak uang hanya untuk menikahi gadis biasa sepertinya yang menurutnya sendiri pun tidak menarik sama sekali. Dia terus saja berlarut dengan pikirannya sendiri, dengan berjalan perlahan sambil menatap bawah, dia terus saja merasa gelisah. "Nona Freya, anda darimana saja!" Seketika membuat Freya menatap malas sosok Nino yang kini sudah berada didepan Apartemennya. "Ada apa, Pak?" Nino sudah setengah jam berada diluar sana dan tidak bisa menghubungi nomor hp Freya. "Ponsel Nona dimana?" Freya mengambil ponselnya yang dia letakkan didalam tas, lalu menunjukkannya kepada Nino yang terlihat sangat bawel seperti orang tuanya saja. "Ponsel ku kehabisaan baterai, Pak." "Oh begitu, tolong lain kali jangan seperti itu ya. Saya jadinya tidak tau untuk mencari bahkan menghubungi nomor Nona kemana." Dengan malas Freya hanya menganggukkan kepalanya. "Ada apa mencari saya?" Nino menunjukkan sebuah bingkisan yang berada ditangannya. "Saya disuruh untuk memberikan ini kepada Nona. Bisakah bukakan pintu ini?" Nino memberikan kode untuk Freya yang kini berada dihadapannya. "Oh, maaf, Pak." dengan cepat Freya segera membukakan pintu untuk Nino. "Gimana tadi fitting bajunya?" tanya Nino membuka obrolan. "Berjalan lancar," jawab Freya singkat sambil mengambil segelas air minum lalu meneguknya. Nino menghidangkan makanan untuk Freya di meja makan. Freya yang mencium aroma makanan yang sangat tajam membuat perutnya berbunyi. "Sepertinya sangat lezat." Nino heran kenapa Freya tidak menceritakan bahwa dirinya tadi bertemu dengan atasannya, Zavier. Padahal jelas-jelas Zavier berkata kepadanya akan pergi langsung untuk melihat calon istrinya disana. Dia hanya diam sambil mengawasi gerak-gerik gadis dihadapannya. "Tadi Nona sendirian saja disana?" Seketika Freya yang sedang melahap pasta fettuccine yang benar-benar sangat lezat langsung menghentikannya lalu menatap Nino dengan pertanyaan lelaki dihadapannya itu. "maksudnya?" Nino segera menggelengkan kepalanya. "Tidak ada, Nona. Silahkan lanjutkan makannya." jawabnya dengan cepat. Nino hanya membuat kesimpulan seorang diri bahwa atasannya tersebut pasti tidak mendekati bahkan mengobrol dengan Freya. "Oh ya, tadi aku ada sih ketemu sama lelaki muda, tampan di butik. Dia mengajakku mengobrol, seolah-olah seperti sudah begitu lama mengenalku. Aneh banget rasanya. Nggak penting juga sih sebenarnya. Ah sudah lupakan saja." Nino sudah bisa menebak siapa sosok yang diceritakan oleh Freya, dia hanya tersenyum tanpa memberikan tanggapan. "Oh ya, kapan aku dan Zavier akan bertemu?" Nino sendiri tidak tau kapan Bosnya itu akan segera menunjukkan mukanya lalu memperkenalkan dirinya secara langsung kepada Freya. Kali ini dia tidak langsung menjawabnya, "Sebentar lagi, Nona. Nanti kalau sudah waktunya, Tuan sendiri yang akan menghampiri Nona Freya." jawab Nino. "Aneh banget." "Aneh?" sebelah alis Nino naik. "Iya, Tuan kamu itu aneh banget. Sok misterius." ketus Freya. Nino tersenyum, tidak ingin membahas Bosnya terlalu jauh takut-takut salah bicara. "Pak Nino sudah berapa lama kerja sama dia?" "Sejak awal Nona." Freya hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia berpikiran bahwa Nino pasti sangat mengerti Bosnya tersebut. Nino menatap jam tangannya, lalu bangkit dari duduknya, "Oke kalau tidak ada yang Nona butuhkan lagi, saya permisi." "Terimakasih atas makanannya." "Jangan berterimakasih kepada saya, Nona. Itu semua atas perintah Tuan Zavier." Seketika raut wajah Freya cemberut. Mana mungkin dia langsung berterimakasih kepada sosok yang bahkan tidak diketahuinya sama sekali. "Pak Nino!" panggil Freya sebelum lelaki itu benar-benar pergi. "Zavier itu seperti apa?" "Kenapa Nona Freya tiba-tbia bertanya tentang Tuan Zavier?" Tanya Nino sambil mengangkat sebelah alisnya. "Pengen tau aja. Lagian aneh saja sampai sekarang aku belum tau sosok lelaki yang akan aku nikahi. Apa jangan-jangan iya gendut ya? Makanya tidak ingin bertemu denganku sekarang?" Mendengar ucapan Freya barusan benar-benar membuat Nino tidak bisa menahan tawanya, "Nona tidak usah terlalu banyak mikir. Tuan Zavier itu tidak seburuk itu kok. Nona tenang saja ya." Setelah mengatakan hal itu, Nino pergi dari hadapan Freya. Sementara gadis itu masih berdiri ditempatnya, "Tidak seburuk itu? berarti dia bukan om-om gendut seperti pikiranku dong. Huh. Sudahlah Freya berhenti menebak-nebak sendiri." ucapnya kepada dirinya sendiri lalu berjalan masuk kedalam Apartemennya. Setelah membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan piyama tidur, dia membaringkan tubuhnya diatas ranjang empuk. Freya mengambil ponselnya, lalu membuat sebuah story di i********: miliknya, "Hari yang sangat melelahkan. Bonus bertemu pangeran tampan tadi." Freya meletakkan ponselnya sambil tersenyum, andai saja lelaki yang akan dia nikahi setampan lelaki yang ditemuinya tadi dibutik, pasti hari-harinya tidak akan membosankan. Tapi mendengar ucapan Nino yang mengatakan tidak seburuk itu juga membuatnya cukup lega. "Ternyata kamu cukup misterius sekali ya Zavier." ucapnya lalu secara perlahan mulai memejamkan kedua matanya yang memang sudah lelah dan mengantuk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN