Tiga

1316 Kata
"Manusia adalah pembohong terbaik. Selama ada alasan, akan selalu muncul pembenaran untuk setiap tindakan buruk." - Ana - Sepi, itu yang aku rasakan kini. Fuad, pacarku pergi, menemui istri dan anaknya. Sakit hati, tentu bukan perkara yang bisa disembunyikan. Namun, untuk saat ini, bertahan adalah solusi terbaik daripada kehilangan dirinya. Setiap kesabaran akan berbuah manis. Itu sebabnya, aku harus menelan pahit ini sebelum mendapatkan apa yang aku inginkan. Sejujurnya, aku tidak mau begini. Aku ingin menjadi yang pertama dan satu-satunya. Namun, Fuad bilang, dia butuh waktu untuk mencari cara dan alasan terbaik agar dia bisa memutuskan pernikahan tanpa membuat  anak dan istrinya terluka. Itu omong kosong. Tidak akan ada perempuan normal yang tidak sakit hati saat hubungannya kandas. Terkecuali, perempuan itu memang sudah tidak ingin melanjutkan. Lagipula, anak mereka, bagaimanapun akan menjadi korban. Akan sangat disayangkan jika Fuad ingin mempertahankan anak itu jika dia dan istrinya bercerai. Aku tidak mau mengurus anak orang lain. Aku hanya ingin hidup berdua dengan cintaku, Fuad. Kalaupun ada keturunan, itu harus keluar dari rahimku sendiri, bukan perempuan lain. Aku penasaran, tentang wajah, latar belakang dan sikap perempuan itu. Aku ingin tahu, bagaimana reaksinya saat mengetahui bahwa lelaki yang ditemani dari nol, berpaling ke perempuan lain saat sudah sukses. Ekspresi menderita dan putus asa darinya, mungkin akan menjadi tontonan menarik. Maksudku, menjadi jahat, tentu bukan perkara mudah. Terlebih, aku ingin dia yang berada di posisi itu, bukan aku. "Ada apa? Kenapa tersenyum puas begitu? Ada yang menarik?" Ayu, teman kerjaku menegur. Aku hanya menggeleng pelan, "Tidak ada." "Jangan bohong, An. Senyumanmu barusan sudah mirip tokoh antagonis, lho." Entah menyindir atau memuji, aku tidak tahu dan tidak peduli. Aku hanya tersenyum tanpa berusaha memberikan jawaban atau bantahan. Ayu mendengus kasar lalu meneruskan pekerjaannya. Iseng, aku terpancing untuk mengajukan pertanyaan kepadanya yang terkenal setia karena sudah tujuh tahun pacaran dengan orang yang sama. Itu pasti membosankan, mengingat mereka di tahap yang sama bertahun-tahun. Entah apa yang membuat mereka tidak melaju ke jenjang pernikahan. Padahal, hubungan dan pekerjaan mereka sudah jelas dan mapan. "Yu," panggilku. "Apa?" Ayu masih terpaku pada layar monitor. "Kalau pacarmu selingkuh, apa yang akan kamu lakukan?" Ayu menghentikan aktivitasnya, berbalik menoleh ke arahku dengan dahi berkerut. "Fuad selingkuh? Bukannya kalian akan segera menikah bulan depan?" Tuduhan yang tak berdasar. "Sama siapa? Kamu kenal orangnya?" Dia terlihat cukup terkejut sekaligus penasaran. Aku tidak menyahut hanya menggelengkan kepala, "Bukan. Maksudku, bagaimana rasanya jika orang yang kita percaya, ternyata berkhianat?"jelasku meluruskan. Ayu tertegun sejenak. Berbagai praduga mungkin sedang hilir-mudik di pikirannya saat ini. Namun, aku butuh jawaban. Setidaknya, aku mungkin bisa memiliki pandangan tentang perasaan istri Fuad jika dia tahu kalau suaminya hendak menikahi perempuan lain. "Kalau itu aku, aku akan pergi meninggalkan kekasihku. Perselingkuhan adalah dosa yang tidak bisa aku maafkan." Getir, Ayu tersenyum. "Bagiku, sekali pengkhianat, selamanya dia akan begitu. Aku tidak bisa hidup bersama pengkhianat, pasti akan selalu ingat dengan rasa sakirnya." "Tapi, manusia bisa berubah kan?" Aku tidak setuju. Aku percaya Fuad akan berubah saat bersamaku. Dia sangat mencintaiku. Ayu mengangguk membenarkan, "Memang,tapi perselingkuhan tidak akan mudah dilupakan, An. Kamu akan selalu merasa curiga, was-was dan gelisah. Lambat-laut, cintamu akan pudar dan yang tersisa hanya rasa takut dan benci. Ujung-ujungnya, perpisahan akan menjadi jalan terbaik yang harus ditempuh agar kembali bahagia." Ayu terlihat serius seolah peristiwa itu pernah dialaminya sendiri. “Terkadang, kita harus merelakan sesuatu yang memang harus pergi.” Aku menghela napas panjang, berpikir sejenak. Senyumku terbit. "Kenapa tersenyum begitu?" Ayu menatapku penuh selidik. "Nggak apa-apa, pemikiranmu itu dewasa sekali. Keren." Aku berbohong. Ayu cengengesan, wajahnya menunjukkan kesombongan dan kebanggaan."Baru tahu?" Dia tertawa bangga. Aku ikut tertawa dengannya. Walau alasan dibalik senyumku bukanlah sikap dewasa Ayu. Sebaliknya, dia memberiku kesempatan untuk bisa menjadi pemenang. Aku hanya perlu memikirkan cara agar istri Fuad mengetahui hubungan kami. Dengan memancing amarah perempuan itu, Fuad akan berpihak padaku. Setelahnya, mereka akan bercerai lalu aku menjadi satu-satu perempuan di hati Fuad. Rencana yang sempurna. Jam istrirahat, aku mengambil ponselku lalu sengaja memisscall Fuad, berharap saat ini lelaki itu sedang bersama istri dan anaknya. Dua-tiga kali, aku berhenti lalu mengirimkan satu pesan singkat, "Sayang". Tak ada reaksi selama berjam-jam sampai akhirnya dia menelponku setelah aku sampai di kos. "Ya, Sayang?" Riang, aku menyambut telponnya dengan hangat. "Ngapain, sih? Tadi nyaris ketahuan. Untung istriku bisa diyakinkan. Kamu ingin aku ketahuan dan hubungan kita selesai huh?" Aku cemberut, kecewa sekaligus kesal karena Fuad menaikkan intonasi suaranya. Ini pertama kalinya Fuad memarahiku. Selama dua tahun, dia selalu sabar dan menjadi lelaki penyayang. Jangankan menaikkan nada suaranya, dia bahkan tidak pernah mengomel jika aku berbuat salah. Sekarang, karena hal kecil, dia memarahiku. Menyebalkan. Ini pasti karena istrinya. Perempuan terkutuk itu, aku harus memberinya pelajaran nanti. "Kok marah, sih? Aku kangen." Aku merajuk. “Baru pulang sehari, kamu sudah mau meninggalkanku huh? Pernikahan kita bagaimana?” "Eh, itu, anu." Fuad terdengar salah tingkah. "Bukan begitu, Sayang. Waktumu tidak tepat. Aku sedang bersama istri dan anakku tadi. Kami sedang liburan bersama. Seharusnya kamu paham, aku tidak bisa bersamamu saat bersamanya." Dia berupaya menjelaskan. Nada suaranya kembali melembut. Dia juga meminta maaf karena sudah berkata dengan keras. Aku terpaksa memaafkannya setelah dia memohon dua kali. Lagipula, aku memang berniat agar dia ketahuan selingkuh. Sayangnya, rencanaku tidak berjalan dengan lancar. Aku harus memikirkan cara lain. Fuad sepertinya memang tidak pernah meninggalkan perempuan itu. Masih cinta atau ada alasan lain, aku tidak tahu. "Kapan balik?" Aku mengalihkan pembicaraan, membiarkan topik barusan berlalu begitu saja. "Besok lusa, Sayang." "Lama." Aku berkata manja, berharap dia akan segera pulang dan meninggalkan istrinya. "Kangen ya? Mau VC?"Dia memberikan tawaran. "Hm." Aku berpura-pura berpikir. "Ayolah, lagi pakai baju seksi nggak? Aku kangen tingkah nakalmu." Dia menggoda. Aku melirik pakaianku yang masih lengkap karena baru pulang bekerja. "Mau fans service?" Aku menggodanya dengan suara nakal yang paling disukainya. "Ready?" Dia balik menggoda. "Ready, dong," jawabku dengan nada genit. Dia terkekeh, bahagia. Lelaki semaunya sama, berikan apa yang nafsu mereka mau, maka hatinya akan stuck di kamu. "Kamu memang luar biasa, An. Ini yang aku suka darimu. Kamu selalu bisa memuaskanku." Dia menggombal. Aku hanya tersenyum puas. "Tentu, aku akan selalu melayanimu dengan baik." "Oke, lima menit lagi aku VC. Aku harus ke kamar mandi dan mengunci pintu kamarku. Istri dan anakku sedang pergi." Aku mengiyakan lantas segera bersiap setelah telpon dimatikan. Pakaian seksi, hotpant dengan kemeja longgar yang kancingnya segera dibiarkan terbuka di bagian atas sehingga mengekspos sebagian b*******a, serta rambut yang sengaja diikat ke atas, membuat tubuhku yang sintal terlihat padat dan "menggoda". Make up tipis juga telah terpoles di wajahku. Lelaki menyukai wajah natural, itu hanya bualan lelaki miskin. Tak ada lelaki normal yang tidak suka perempuan miliknya terlihat cantik kecuali ada kelainan atau sudah gila. Bertemu dengan banyak lelaki di dunia ini telah mengajarku bahwa mereka semua memiliki selera yang sama. Tak lama kemudian, dia menepati janjinya. Kami mulai mengobrol dan "melakoni" apa yang biasa kami lakukan, tepatnya apa yang dia minta untuk aku lakukan. Awalnya, aku keberatan dengan semua permintaan anehnya. Akan tetapi, setelah dua tahun, semua ini menjadi kebiasaan. Selama aku bisa memikat dan mempertahankannya di sisiku, aku akan melakukan apa saja. Lebih baik mati daripada dicampakkan. Satu jam lebih, VC diakhiri. Dia harus tidur karena besok pagi harus menemani tunangannya pergi berjalan-jalan. Kesedihan itu menyeruak begitu VC diakhiri. Kosong dan hampa, hidupku terasa memuakkan. Aku mengganti baju dan menghapus make up. Setelahnya membaringkan tubuh mencoba untuk tidur meskipun pikiran melayang ke mana-mana. Murahan, terkadang aku berpikir demikian. Namun, untuk apa memikirkan kata itu. Tidak hanya aku saja yang merelakan tubuhnya demi orang yang dicintai sebelum pernikahan. Kalaupun aku harus masuk neraka, jikapun neraka itu memang ada, aku tidak akan sendirian. Akan banyak perempuan lain. Namun, di dunia ini, aku tidak ingin kehilangan cinta yang sudah dianggap sebagai cinta sejati. Lagipula, lelaki itu yang mencukupi kebutuhan hidupku. Berkat dia, aku bisa hidup nyaman tanpa perlu banyak berusaha atau menjual organku. Aku hanya perlu mencintai dan mempertahankannya selamanya. Itu saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN