CHAPTER 5

1462 Kata
Suara dari kamar mandi membuat tidur pria itu terganggu. Perlahan tapi pasti matanya terbuka dan hal pertama yang ia lihat adalah suasana asing yang membuat ia agak kebingungan. Axelle mengusap kedua matanya lalu ia merubah posisi menjadi duduk. Mata birunya menatap ke segala arah sampai tertuju pada botol alkohol di atas meja bundar. Pria itu melirik dirinya sendiri yang ternyata sudah tak mengenakan apapun lagi dan jam di dinding pun telah menunjukkan pukul 10 pagi. "Letta!" Axelle dengan gemetar turun dari atas ranjang. Dia meraih celana dan kemejanya yang tergeletak di atas lantai lalu dengan cepat memakainya sambil berharap kalau ia tidak membuat masalah besar. Pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan seorang wanita yang baru saja mandi. Perempuan itu Caroline dan wajahnya terlihat begitu cerah. "Selamat pagi, Axey. Kau sudah mau pulang?" Axelle tidak lekas menjawab. Dia mengancingkan kemejanya lalu mencari sesuatu dari atas ranjang. "Axelle? Kau kenapa?" "Maafkan aku, Caroline. Kita seharusnya tidak melakukan ini. Aku... Aku sudah menikah dan aku tidak mungkin menjalin hubungan denganmu." Caroline tampak tidak begitu terkejut. Dia tahu kalau Axelle sudah menikah karena cincin di jari manis pria itu menjelaskan semuanya. Wanita itu mengusap lengannya sejenak sebelum hendak menghentikan langkah Axelle yang ingin keluar dari kamar. "Axelle, tunggu!" Axelle membalikkan tubuhnya dan kembali menatap Caroline yang berjalan mendekatinya,"Kau lebih mencintaiku, kan?" Pria itu terdiam sejenak dan tidak menjawab. Caroline dengan tiba-tiba mencium bibir Axelle lalu melepaskan tangannya dari pria itu,"Telepon aku nanti malam, ya?" Axelle tidak menjawab. Dia kembali melanjutkan langkahnya untuk pulang ke rumah dan menemui Scarletta yang sudah bisa dipastikan sangatlah kecewa dengannya. Letta, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk melakukan ini. Semalam semuanya terjadi begitu saja. Axelle dan Caroline menikmati obrolan mereka dengan botol alkohol yang dipesan oleh wanita itu. Selanjutnya tidak bisa dicegah saat Axelle pun telah dikuasai nafsu dan alkohol yang membakar habis pikirannya sehingga ia tidak bisa menolak ajakan Caroline untuk bercinta di kamar hotel wanita itu. Axelle mengakui ia menyesal dan sangat merasa bersalah karena telah berkhianat kepada cinta istrinya. Axelle tidak bisa melakukan apa-apa disaat ia pun ingin kembali mereguk kenikmatan itu bersama mantan kekasih yang sejak dulu ia damba. "Maafkan aku, Letta. Aku telah menodai pernikahan ini." Mobil itu akhirnya sampai di pekarangan rumah sederhana yang ia tempati bersama sang istri. Axelle memarkirkan mobilnya sebelum mempersiapkan hati untuk kemungkinan terburuk. Dia tidak tahu alasan macam apa yang akan ia berikan jika Scarletta menanyakan keberadaannya semalam. Apa harus ia jujur? Namun, tidak mungkin ia lakukan karena hal tersebut malah akan menimbulkan masalah baru. Dengan sangat terpaksa Axelle berbohong karena dia tidak mau Letta merasa sakit hati. Ia mencintai perempuan itu dan dirinya tidak sanggup jika harus melihat air mata Scarletta berjatuhan seperti dulu ia menyakitinya dengan membuang jauh-jauh semua rasa yang tumbuh di antara mereka. Ia membuka pintu utama yang tidak terkunci dan seketika Axelle mencium aroma makanan dari arah dapur. Sepertinya Scarletta tidak bekerja untuk hari ini karena biasanya di jam seperti ini wanita itu sudah bersiap untuk pergi. Langkah kakinya sangatlah pelan karena Axelle tidak mau membuat Letta menyadari kepulangannya. Pria itu melihat sang istri tengah mengocok telur dan memasukkan beberapa bumbu masakan lain ke dalamnya. Tampaknya Scarletta memang tidak menyadari kalau ia sudah pulang dan ini adalah kesempatan Axelle untuk segera meminta maaf. Dengan gerakan cepat dia berdiri di belakang tubuh istrinya lalu ia dekap dengan erat tubuh Scarletta yang bisa dibilang lebih berlekuk daripada Caroline. "Sayang, aku minta maaf..." Scarletta tersentak pelan saat merasakan pelukan itu secara tiba-tiba. Hati Letta kembali perih saat mengetahui suaminya baru pulang di saat jam telah menunjukkan hampir jam 11. Ingin ia memaki, tapi Letta bukanlah tipe wanita yang seperti itu. Ia tidak suka mengomel apalagi sampai memaksakan kehendak. Tidak, Letta tidak dididik demikian. "Kau sudah makan? Kebetulan tadi aku bangun kesiangan dan aku sedang menyiapkan makanan." Axelle sedikit terkejut karena istrinya tetap bertutur kata lembut kepadanya setelah apa yang terjadi tadi malam. Perasaan nyeri itu semakin kentara di dalam hatinya karena mengetahui istrinya tidak marah sama sekali. Axelle mencium tengkuk Scarletta yang beraroma harum seperti bunga. Ia memejamkan matanya karena sekelebat bayangan semalam kembali muncul dan membuat ia lagi-lagi merasa sangat bersalah. "Semalam aku-" "Tidak apa-apa," Letta membalikkan tubuhnya. "Aku sudah dengar dari Jacob kalau ada operasi darurat tadi malam dan operasi itu memakan waktu yang cukup lama. Aku mengerti." Bibir Axelle lantas langsung terkunci. Dahinya mengerut dalam saat Letta menyebut nama Jacob. "Jacob? Dia memberitahu mu?" Scarletta mengangguk pelan walau sebenarnya dia cukup kecewa karena Axelle tidak pulang. Scarletta merasa aneh saat ia mencium aroma lain dari kemeja Axelle dan ia menduga kalau itu merupakan parfum yang berbeda. "Axey... Apa kau mengganti parfum mu?" Axelle dengan segera mengendus bau tubuhnya sendiri lalu ia menggeleng cemas,"A-aku tidak menggunakan parfum apapun. Semalam ada keluarga pasien yang tidak sengaja memelukku karena berterima kasih. Aku belum sempat mengganti pakaian." Ia terpaksa berbohong lagi demi menutupi kebenaran pahit yang semalam terjadi. Bukan parfum orang asing melainkan Caroline lah yang menyebabkannya. Mereka berciuman panas dan tubuh Caroline menempel erat padanya di malam itu. "Letta... Aku akan mandi dulu, kau selesaikanlah masakan mu dan tunggu aku." Axelle mengecup kening istrinya lalu ia dengan segera pergi untuk menghilangkan setiap jejak di tubuhnya agar Scarletta tidak menaruh kekecewaan padanya. Scarletta menatap kepergian suaminya dalam diam dan matanya menyendu saat mengetahui kalau Axelle sedang berbohong padanya. Wanita itu tahu kalau parfum yang menempel di tubuh Axelle adalah benar parfum yang digunakan wanita modern zaman sekarang. Namun, siapa yang akan menggunakan parfum semahal itu untuk pergi ke rumah sakit? Anak kecil pun tahu kalau parfum mahal dan harum hanya digunakan untuk pesta atau acara penting. Namun, Letta tidak mau memikirkannya lebih jauh. Dia menerima apapun yang terjadi asal Axelle tidak pernah meninggalkannya lagi. Di dalam kamar, Axelle lantas dengan cepat menghubungi Jacob yang dulunya merupakan teman dekatnya juga selain Letta. Mereka bertiga berteman cukup lama saat kuliah dulu sebelum Letta memutuskan untuk pindah dan hubungan persahabatan antara mereka putus. Axelle tahu dengan pasti kalau Jacob menyukai Letta, itulah sebabnya kenapa pria itu pindah bekerja ke rumah sakit yang sama setelah tahu kalau Letta bekerja di rumah sakit tersebut. "Halo, Axey?" "Kapan kau menelepon-" "Aku terpaksa berbohong karena aku tahu kalau aku jujur, maka Letta akan kecewa berat. Apa yang kau lakukan? Kenapa kau membiarkannya sendirian?" Axelle mengunci pintu kamar lalu ia duduk dengan frustasi di pinggir ranjang,"Tidak ada. Hanya... Urusan kecil." "Kau memang pembohong ulung. Aku melihatmu di sana, berdua seperti orang kurang ajar di pinggir jalan." "Apa maksudmu?" Helaan napas panjang terdengar di seberang sana dan Axelle kembali merasakan gelisah,"Kau dan Caroline. Aku melihat kalian berdua dan tampaknya kau pergi ke hotel bersama dia. Saat itu aku sedang ingin pergi ke restoran kebab dan tak sengaja aku melihat kalian berdua." Axelle memejamkan matanya dan kepalanya mulai terasa pusing. Saat ini ada orang lain yang mengetahui soal rahasia tadi malam dan ini bukan berita bagus mengingat kalau Jacob adalah orang yang lumayan dekat dengan Letta dan dirinya. "Aku mohon Jacob, jangan katakan apapun kepada Letta. Aku tahu aku salah dan aku-" "Kenapa baru menyesal sekarang? Apa kau tahu kalau Scarletta menunggumu semalam? Aku menjemputnya di halte bus karena hujan turun sangat deras dan hari sudah begitu malam. Apa yang kau lakukan di saat itu terjadi? Berhubungan seks dengan mantan gila mu itu? Buka matamu, Axey. Kau tidak mencintai Letta dengan tulus, kau menjadikan dia seperti bayang-bayang mantanmu itu dan-" "Tutup mulutmu, b******k! Aku mencintai Letta dan aku menginginkan dia. Kau tahu apa soal hubungan kami?" Wajah Axelle berubah menjadi begitu marah. Sebelah tangannya terkepal erat karena mendengar kalimat itu terucap dari sahabatnya. "Sebut itu pada dirimu sendiri, Axey! Jika kau memang mencintai dan menginginkan Scarletta, kau tidak akan pernah selingkuh darinya. Kalau kau memang cinta padanya, tidak mungkin hatimu setega itu membuat dia kecewa berulangkali bahkan sampai membiarkan ia sendirian di malam gelap yang berbahaya! Aku sudah memperingati mu sejak awal, jangan pernah nikahi Scarletta jika kau masih mencintai wanita lain... Karena kalau kau melakukannya, hanya akan ada luka yang kau ciptakan dan itu bukan hanya menyakiti Scarletta, tapi juga membunuh jiwanya secara perlahan. Pikirkan lagi semuanya, Axelle. Kau pria, dan buktikan kalau dirimu memang pantas disebut pria dengan meninggalkan wanita yang tidak kau cintai." Axelle langsung mematikan ponselnya dan melempar benda itu ke tengah ranjang. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan dan benar-benar menyesali semua yang terjadi. Namun, tidak dapat dipungkiri kalau dirinya memang masih mencintai Caroline dan berharap untuk kembali bersatu dengannya. Bagaimana dengan Letta? Apa Axelle harus jujur soal perasaannya yang kembali tumbuh untuk Caroline dan menceraikan wanita itu? Tidak. Axelle juga mencintai Scarletta dan ia tidak mau melepas perempuan itu karena Axelle memang menginginkan Scarletta. Ia memang pria b******k, tapi apakah memang dirinya patut untuk disalahkan? "Sialan!" Ia mengumpat kesal karena masalah makin bertambah rumit tanpa ia sadari. "Tidak apa-apa... Ini hanya hubungan satu malam. Aku tidak akan melanjutkannya lagi." Axelle lantas berdiri lalu meraih handuk yang terlipat di dalam kamar mandi karena dirinya tidak mau Scarletta mencium aroma tubuh Caroline yang menempel di setiap jengkal tubuhnya. TBC A/N : Halo, saya up lagi hehe. Masih pada betah ga sampai sini? :) Jangan lupa klik like/follow ya supaya saya terus lanjut :D
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN