Liu bermimpi. Dalam mimpinya, dia kembali berada dalam sekap ruang yang sempit. Suasananya gelap dan tak ada udara sama sekali. Sekali menghirup napas, hanya debu yang terhisap. Disentuhnya d**a yang masih terbalut piyama, sesaknya masih terasa meskipun mimpi sudah lewat. Lagipula dia tidak berada di tempat sempit itu sekarang, dia di rumahnya, dapurnya. Liu memang tak pernah lepas dari mimpi buruk, setiap malam bermimpi tentang kejadian tragis yang terus menerus diulang tanpa jeda. Kejadian buruk itu mau berapa lama lagi menghantuinya? Dia juga lelah. Dia butuh rehat dari rasa takut. "Liu?" Liu refleks menoleh, menemukan Noa di belakangnya. "Aku akan pergi tiga puluh menit lagi. Bisakah kau buatkan kopi untukku juga?" Hanya mimpi. Benar. Walau sesaknya masih ada, bagaimanapun itu ha