Liu menatap ke depan tepat pada iris hitam pekat yang bulat yang sedang mengintimidasinya. Sialnya, dia tidak bisa mengalihkan pandangan dari sana. Meskipun masker menutup sebagian wajah sosok itu, tapi suaranya tak pernah bisa Liu lupakan. "R-Rua." "Kau memang pintar." Tepukan di kepala. Liu mundur cepat. Alis mata Rua terangkat. "Oh? Apa kau tidak suka aku sentuh lagi?" "Pergi." "Kalau aku tidak mau?" Setitik peluh meluncur pelan dari dahi Liu. Pisau itu diambil dengan gerakan cepat oleh Rua, lalu ujungnya mengacung ke arahnya. Benda itu digerak-gerakkan oleh si tangan pucat dengan tempo pelan. "Ingin merasakan benda ini tertanam di perutmu?" Rua bertanya dengan nada ringan. "Pisau ini baru kuasah tadi pagi, omong-omong." Liu hanya bisa mundur dan mulai merasa panik. Langkah Ru