Gibran menyemburkan kopinya sesaat setelah mendengar ucapan Bayu. Matahari masih menyeruak di kaki langit sebelah timur, tapi apa yang barusan Gibran dengar seperti sebuah kiamat. Seperti bumi yang bergerak menyalahi orbit. Semuanya akan berjalan kacau dan tak semestinya. "Ada apa denganmu? Sudah tahu kopi panas, masih saja diminum. Setidaknya tunggu agak dingin," omel lelaki berusia senja itu seraya membenahi letak kacamatanya. "Bukan kopinya yang panas, tapi pertanyaan Kakek barusan." Gibran menyahut cepat. "Pertanyaan Kakek bikin telinga kamu panas? Sepertinya kamu harus menemui dokter THT. Yang bermasalah jelas telingamu, bukan omongan Kakek." Gibran mendesahkan napasnya gusar, kemudian beralih menatap sang istri. "Apa kamu benar-benar telah resign dari tempatmu mengajar dan mau