Seharian ini, Farel sama sekali tidak fokus. Kalimat di dalam surat Freya terus terngiang-ngiang di kepalanya. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk meja dengan gerakan ritmis. Farel sangat ingin membuktikan kalimat dalam surat Freya itu. Tapi entahlah, ia ragu. Maka ia mencoba menelepon Wahyu. “Halo, Om, apa kabar?” sapanya basa-basi begitu Wahyu mengangkat teleponnya. “Baik. Ada apa nih tumben telepon, Rel?” Sepertinya Wahyu tidak sedang berada dalam suasana hati yang nyaman untuk basa-basi. Tentu saja, beberapa masalah yang menimpa perusahaan dan personal Ben benar-benar menyita waktunya akhir-akhir ini. Farel menarik nafas dalam, mengenyahkan keraguan. “Om yang ngurus surat wasiat dan warisan Papa kan?” Wahyu terdiam sejenak, kemudian menjawab singkat. “Iya. Kamu tahu itu sejak lama,