Pagi belum sepenuhnya terang saat Alby menutup ponsel dengan wajah mengeras. Setelah mendengar penuturan Nirina semalam, ia langsung menghubungi Rio, asistennya. “Pastikan ada orang kita yang ngawasin daerah kos Nirina sampai saya datang ke kantor, Rio. Saya nggak mau ada celah,” kata Alby sambil mengancing kemejanya di depan cermin besar kamarnya. “Siap, Pak. Sudah saya kirim dua orang. Mereka bakal jaga dari radius aman, nggak akan bikin keributan,” sahut Rio di ujung sana, sigap seperti biasa. “Bagus. Saya butuh info, Rio. Kita harus tahu siapa yang ngelakuin ini. Saya curiga ini bukan kejadian acak.” Rio tak banyak bertanya. Ia tahu betul jika nada suara Alby sudah seperti itu, berarti ini bukan sekadar urusan pribadi biasa. “Kalau boleh tahu, ini berhubungan sama siapa, Pak?” Alb