Celina menarik napasnya dalam-dalam, sesekali ia mengusap kepalanya yang masih terasa sakit akibat jambakan Talita. Wanita itu pun tersenyum kecut mengingat amarah Talita. Sikap Talita sebenarnya wajar, jika penuh rasa curiga dan cemburu kepada Celina. Yang semula suaminya hanya perhatian padanya, kini perhatiannya terbagi. “Huft, sabar ... sabar, semoga aku diberikan kesabaran sampai waktunya tiba,” gumam Celina pelan, lalu matanya melirik ranjang kecil, namun bersamaan itu suara pintu kamarnya berbunyi. “Tunggu, sebentar!” seru Celina saat pintu kamarnya semakin nyaring suara ketukannya. Dan, begitu ia membuka pintu, napasnya mendesah pelan saat melihat sosok Darren. “Ada yang bisa saya bantu Tuan Darren? Apakah ada yang kurang? Atau mau mengajak saya menemui Nyonya Talita untuk memin