Malam semakin larut, dan efek suntikan obat penenang yang diberikan dokter membuat Celina tertidur semakin pulas. Walaupun begitu, sesekali ia masih meracau, bibirnya bergerak menggumamkan sesuatu yang tidak jelas. Darren yang sejak tadi duduk di tepi ranjang, memperhatikannya dengan tatapan sulit diartikan. Ada ketakutan, ada kebingungan, dan di atas segalanya, ada keinginan kuat untuk memahami siapa wanita ini sebenarnya baginya. Darren menghela napas panjang, kemudian bangkit berdiri. Ia melepas jasnya, lalu kancing kemejanya satu per satu. Setelah berganti pakaian dengan kaus dan celana tidur, ia kembali menatap Celina. Wanita itu masih terlelap, dadanya naik turun dalam ritme yang tenang. Hatinya terasa sesak setiap kali melihat wajah itu. Rasa rindu yang tak ia pahami menggerogoti d