Darren berjalan mondar-mandir di depan ruang rawat anak dengan ponsel menempel di telinganya. Suaranya terdengar gemetar, bukan karena panik, tapi karena campuran perasaan lega dan haru yang begitu pekat. “Mah … Mama … Alby… dia anakku,” ujarnya terbata. Di seberang, suara Karina terdengar tercekat, meski ia sudah tahu. “Apa kamu bilang? Alby … itu… benar anakmu, Darren?” Darren mengangguk meski tak terlihat, matanya mulai basah lagi. “Celina baru mengakuinya Mah … barusan. Aku … aku nggak bisa jelasin rasanya, Mah. Tapi aku ingin Mama dan Papa ke rumah sakit. Sekarang.” Tak perlu diminta dua kali. Julian meminta sopir menyiapkan mobil mereka saat istrnya memberi kode. Karina bahkan belum sempat mengganti pakaian santainya. “Kami ke sana sekarang juga. Kamu tunggu ya, Nak.” 45 menit