Di dalam kamar luas bernuansa klasik itu, Darren terduduk gelisah di atas sofa panjang yang menghadap jendela besar dengan tirai setengah tertutup. Tangan kanannya sibuk memijat pelipisnya, sementara mata tajamnya menatap kosong ke luar jendela, menatap tanpa benar-benar melihat. Sesekali ia menghembuskan napas berat, dadanya terasa sesak dengan kegelisahan yang terus menghantuinya sejak siang tadi. Sejak pertemuannya dengan bocah kecil bernama Alby, sesuatu dalam dirinya terasa terusik. Ada sesuatu yang tak bisa ia pahami, seolah ada bagian dari dirinya yang ingin keluar dari kegelapan masa lalu yang tak bisa ia ingat sepenuhnya. Wajah anak kecil itu, tatapan polosnya, bahkan senyumannya—terasa begitu familiar, tapi ia tak tahu kenapa. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Darren