bc

Bukan Pernikahan Biasa

book_age16+
27.5K
IKUTI
226.3K
BACA
HE
friends to lovers
heir/heiress
sweet
substitute
like
intro-logo
Uraian

Arga bertunangan diam-diam dengan gadis lain tanpa memberitahu Senja, kekasihnya. Padahal hari itu juga hari yang telah direncanakan untuk melamar Senja.Peristiwa menyakitkan yang membuat Senja harus menghadapi pertunangan dan pernikahan kilatnya dengan Sabda, sepupunya Arga. Pria baik-baik yang telah menyelamatkan harga diri dan kehormatan keluarganya. Namun pernikahan yang tak biasa itu akankah menimbulkan benih cinta di hati keduanya? Apakah semua itu dilakukan hanya karena Sabda sekedar iba pada Senja? Atau karena telah menyimpan rasa sejak lama?Sebenarnya bukan kemauan Arga sendiri saat memutuskan bertunangan diam-diam dengan gadis lain di hari pertunangannya

chap-preview
Pratinjau gratis
Part 1 Pengkhianatan Seorang Kekasih 1
"Kamu mau membawaku ke mana?" tanya Senja cemas pada pria yang sedang mengemudi dengan kecepatan tinggi. Gadis yang semula diam saja, kini cemas saat mobil telah jauh meninggalkan kota. Laki-laki bernama Sabda menoleh sejenak. Tidak menjawab. "Mas, kita mau ke mana?" pekik Senja mulai geram sambil memukul bahu laki-laki itu. Sabda tetap bergeming dan fokus pada jalanan yang menanjak. Senja terlihat mulai panik. Mobil terus melaju di jalan berkelok dan makin menanjak. Di kiri kanannya hutan pinus dan jurang. "Jawablah kamu mau membawaku ke mana?" suara senja tetap meninggi sambil menatap Sabda dengan mata memerah, antara marah dan hendak menangis. "Kamu mau apa?" Sabda tetap fokus pada jalanan. "Kamu akan tau setelah kita sampai nanti," jawab tenang pria muda itu. "Awas kalau Mas macem-macem sama aku," ancam Senja dengan sengit. Sabda membuka dasbor dengan tangan kiri. Di keluarkannya sangkur dari sana dan meletakkan di pangkuan Senja. "Pegang ini! Jika kamu takut aku akan macam-macam." Bukannya tenang, Senja makin gemeter. Sepagi ini banyak hal tak terduga. Harusnya dia janjian dengan Arga, kekasihnya. Untuk beli baju buat acara pertunangan mereka besok, tapi pria itu hilang begitu saja. Di hubungi juga tak bisa. Terus tiba-tiba saja Sabda datang menemuinya di restoran tempat Senja janjian dengan Arga. Pria itu memaksanya pergi dari sana dan sekarang membawanya naik ke daerah pegunungan. Satu jam perjalanan dari pusat kota. Mobil menapak di jalan yang mulai landai. Melewati beberapa vila yang sepi. Kemudian berhenti di sebuah vila megah bercat putih dengan beberapa kendaraan yang terparkir di halamannya. "Hapus air matamu." Sabda menyodorkan sekotak tisu pada Senja. "Kamu harus kuat menghadapi apapun yang terjadi di dalam sana nanti." "Ada apa?" Senja makin penasaran dan bingung. "Ayo, kita turun. Kamu akan tahu nanti." Senja membuka pintu mobil. Hawa dingin pegunungan menyapa tubuhnya. Gadis itu memperhatikan sekeliling, semua terlihat menghijau dan sungguh menyegarkan. Namun dia terdiam ketika melihat ada mobil Arga terparkir di halaman vila. Di tenda besar yang di dominasi warna putih dan kuning keemasan. Beberapa kursi berjajar rapi dan berlapis kain putih. Wangi bunga melati, mawar, dan kasturi menyapa penciuman. Di bagian pinggir ada meja besar tempat hidangan. Senja memandang Sabda. Pria itu memberi isyarat agar Senja mengikuti langkahnya. Canda dan tawa terdengar dari dalam vila. Senja terus mengekori Sabda hingga masuk lewat pintu utama. Semua yang ada di dalam memandang ke arah pintu. Di mana Sabda dan Senja berdiri tegak. Gadis itu tidak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya. Arga dan Citra sedang melakukan tukar cincin di depan backdrop bernuansa putih dan merah jambu. Senja menutup mulutnya untuk meredam tangis dan teriakan yang hendak meledak. "Kamu tahu kan sekarang," bisik Sabda. "Sabda," panggil seorang wanita setengah baya yang memakai gamis brokat warna saleem. "Ma," balas Sabda sambil sekilas memandang Mama dan Papanya yang duduk di deretan tamu undangan. Papanya Sabda adalah adik dari papanya Arga. Jadi mereka sepupuan. Pada saat yang bersamaan Arga memandang ke arah Senja. Pria itu berdiri kaku, sedangkan gadis di sebelahnya menatap tak paham. Para undangan memandang ke arah Senja dan Sabda yang berdiri dengan kedua tangan di masukkan di saku celana. Seorang wanita bergaun merah jambu menghampiri Senja. "Pergilah, jangan mengacaukan acara ini dan mempermalukan dirimu sendiri. Kamu lihat, bukan kamu yang layak bersanding dengan adikku." Tidak hanya tatapannya saja yang tajam, tapi kalimat yang keluar dari mulut kakak perempuannya Arga lebih tajam dari sebilah silet. Sabda menatap tajam kakak sepupunya itu atas kekasarannya bicara pada Senja. Lantas menatap tajam Arga dan gadis di sebelahnya, kemudian berbalik dan mengandeng Senja keluar dari vila. Senja masuk ke dalam mobil dan tangisnya pecah di sana. Sabda menyalakan mesin mobil dan membawa Senja pergi. Tak ada percakapan hingga mobil turun dan berhenti di sebuah rest area. "Kamu sekarang tahu apa yang terjadi. Selama ini kamu nggak percaya setiap aku coba kasih tahu." Tangis senja makin menjadi. Sungguh tak menyangka kalau dia akan di khianati kekasih yang menjanjikan akan datang melamar Senja besok pagi. Bahkan keluarga Senja sekarang telah bersiap untuk menerima lamaran. Tadi ibunya telepon dan bilang kalau para kerabat jauh sudah di kabari. "Minumlah!" Sabda menyodorkan sebotol air mineral yang telah di buka tutupnya. Senja meminumnya sedikit. Tenggorokannya terasa tersekat karena rasa sakit yang menghujam dada dan tidak tahu bagaimana harus menjelaskan pada orang tuanya. "Kenapa dia nggak berterus terang saja kalau mau tunangan sama perempuan lain. Kenapa juga dia menyuruhku menunggu di tempat biasa kami bertemu?" Senja menyeka air matanya. "Padahal hari ini aku mau pulang dan besok dia hendak melamarku." Sabda menoleh pada Senja di sebelahnya. Dia memahami kebingungan gadis itu. Hening. Senja menghela napas dalam-dalam hingga bisa menguasai emosi. Ini hari Minggu terburuk dalam kisah asmaranya. Arga yang selama ini memperlakukannya dengan baik, bisa setega itu terhadapnya. "Antarkan aku ke kosan, Mas!" Pinta Senja pada Sabda. Tanpa banyak bicara laki-laki itu segera kembali menyalakan mesin mobil. Satu setengah jam perjalanan dalam diam. Senja tak lagi menangis seperti tadi. Kini hatinya ganti di landa resah, bagaimana harus memberitahu keluarganya di kampung kalau tidak akan ada lamaran esok hari. "Apa rencanamu sekarang?" tanya Sabda setelah mobil memasuki kota. Senja menggeleng. "Entahlah!" Tentu saja gadis itu bingung, dia akan mempermalukan ibunya di hadapan keluarga besar mereka. Rasanya tidak tega membuat ibunya yang janda itu menanggung semua ini. Baru saja berhenti menjawab pertanyaan Sabda. Ponsel di dalam tas Senja berdering. Ibunya sedang menelepon. "Assalamu'alaikum, Buk." "Wa'alaikumsalam. Senja, apa kamu sudah di perjalanan, Nduk?" Senja menunduk, bagaimana harus memulai bicara pada ibunya. Ada rasa takut, tidak tega, dan bingung. Sabda memperhatikan gadis di sampingnya. "Senja, kamu jadi pulang hari ini apa sekalian besok?" cecar ibunya. Air mata senja mengalir deras. Dia menjauhkan telepon agar sang ibu tidak mendengar isaknya. Wanita di seberang memanggil-manggil namanya. "Bilang saja kamu akan pulang. Aku akan mengantarmu dan menjelaskan pada mereka," ucap Sabda lirih. Pria itu meyakinkan Senja dengan mengangguk saat gadis itu menatapnya. "Iya. Aku akan pulang hari ini, Buk." "Baiklah, hati-hati di jalan. Ibu tunggu ya! Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam." Senja menggenggam erat ponselnya dan menghapus air mata dengan tisu. "Kamu mau pulang sekarang?" "Nggak apa-apa aku pulang sendiri saja daripada nanti ngrepotin, Mas. Tolong antarkan ke terminal saja. Aku bisa jelasin ini ke keluargaku." "Aku bisa mengantarmu. Perjalanan empat jam saja kan dari sini?" tanya Sabda sambil melihat jam di pergelangan tangannya. Pukul satu siang. Dia punya banyak waktu hari ini. Tak dipedulikannya ponsel yang bergetar dalam saku celananya. Pasti orang tua dan saudaranya yang lain sedang sibuk menghubungi. Apalagi setelah kejadian di vila tadi. Senja akhirnya setuju di antar sepupu dari kekasihnya. Dia juga butuh orang untuk membantunya bicara dengan ibu dan kerabatnya yang lain. "Aku sebenarnya sudah janjian dengan Nina, Mas. Dia mau ikut aku pulang. Bisakah kita ke rumahnya, nanti dia menunggu-nunggu." Sabda mengiyakan. Apakah kekasihnya benar-benar mengkhianatinya? Senja tidak bisa mempercayainya. Masih .... Apakah ada kesalahpahaman di antara mereka? * * *

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook