Pagi itu, Sarah terbangun lebih awal dari biasanya. Matanya menatap kosong ke langit-langit kamar. Kavindra masih tertidur di sampingnya. Udara pagi sebenarnya sejuk, tenang, dan nyaman. Namun, ada kegelisahan yang tak bisa dijelaskan di wajah Sarah. Rautnya murung, matanya berkaca-kaca. Beberapa detik kemudian, air mata jatuh perlahan di pipinya. Tangannya menutupi mulutnya sendiri, mencoba menahan suara tangis yang hendak pecah. Namun, tak butuh waktu lama hingga isaknya terdengar pelan. Tubuhnya mulai bergetar. Kavindra terbangun karena suara itu. Ia langsung duduk dan menoleh ke arah istrinya. “Sayang, kenapa? Sakit di mana?” suara Kavindra cemas. Ia memegang bahu Sarah, menatap wajah istrinya yang mulai basah air mata. Sarah menggeleng sambil memeluk perutnya sendiri. “Aku pengin