Bab 104

2292 Kata

Malam itu, langit Jakarta tampak suram. Angin berhembus pelan, menyapu tirai putih di kamar besar rumah Kavindra. Di balkon kamar, Sarah berdiri mematung. Kedua tangannya bertumpu pada pagar besi, matanya menerawang jauh ke arah lampu-lampu kota. Wajahnya tampak letih, matanya sembab, seolah tidak ada lagi tenaga untuk menahan air mata yang sempat jatuh sepanjang sore tadi. Pintu balkon berderit pelan. Kavindra muncul, masih dengan kemeja kerja yang belum ia lepaskan. Langkahnya hati-hati, seperti seseorang yang berjalan di atas pecahan kaca. Ia menatap punggung istrinya yang begitu kaku, lalu menarik napas panjang. “Sarah…” suara itu pelan, hampir seperti bisikan. Tidak ada jawaban. Hanya bunyi angin malam yang masuk menemani keheningan. Kavindra melangkah mendekat, mencoba menepuk le

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN