Sarah berdiri di depan pintu apartemen Fiona, mengetuk sekali sebelum menekan bel. Di tangannya, sebuah dompet kecil tergenggam erat. Wajahnya tenang, tapi sorot matanya menyimpan sesuatu yang tak bisa ditebak. Pintu terbuka perlahan. Fiona berdiri di ambang pintu dengan wajah lelah. Rambutnya kusut, matanya sembab, dan tubuhnya tampak jauh lebih kurus dari terakhir kali Sarah melihatnya. Aroma tidak sedap menyeruak dari dalam apartemen, bercampur antara makanan basi dan kelembapan ruangan yang lama tak dibersihkan. Fiona tidak menyapa. Ia hanya menatap Sarah dengan pandangan penuh prasangka. Matanya menyipit seolah ingin memastikan maksud kedatangan adiknya. “Kamu ke sini mau ngetawain aku?” suara Fiona serak, hampir berbisik. Sarah hanya tersenyum tipis. Ia masuk tanpa bicara banyak,