Hari itu langit Jakarta mendung. Hujan belum turun, tapi udara begitu berat. Sarah baru saja keluar dari toko bunga di sebuah sudut kawasan elite setelah memesan rangkaian bunga untuk ibu Kavindra yang akan berulang tahun. Dia melangkah ke trotoar dengan payung lipat di tangan, hendak menyebrang ke seberang jalan di mana mobilnya diparkir. Namun langkahnya terhenti. Seorang wanita dengan pakaian elegan dan sepatu hak tinggi berdiri tegak di sisi mobilnya—menunggunya. Fiona. Mata Sarah mengecil. Ia tak mengira Fiona akan datang menemuinya langsung di tempat umum. Tapi tatapan wanita itu tajam. Matanya dingin. Bibirnya melengkung membentuk senyum tipis yang Sarah tahu penuh kemarahan dan siasat. “Aku pikir kamu cuma berani di balik pelukan Kavindra,” ucap Fiona pelan namun tajam. Sarah