Menyembuhkan Luka

587 Kata
“Weiiiis … mobil baru euy,” celetuk Irma ketika langkah Aruna baru tiba di samping mejanya. Aruna membuang napas panjang kemudian mendelik manja. Kebetulan meja mereka berada di area outdoor dekat dengan parkiran jadi Irma dan Icha bisa melihat Aruna ketika turun dari dalam mobil. “Sugar Daddy mana lagi yang ngejar-ngejar kamu sekarang?” Icha bertanya serius karena selama satu tahun menjanda, sudah lebih dari lima pria mendekati Aruna dan kebanyakan memiliki istri tapi berkantung tebal. “Mobil aku ditabrak ….” Aruna mencoba menjelaskan. “Terus kamu beli mobil baru, gitu?” serobot Irma menebak. “Enggak lah, duit dari mana?” sanggah Aruna sambil mengerucutkan bibirnya. “Silahkan menunya, Kak.” Seorang pelayan memberikan buku menu setelah tadi Icha memintanya menggunakan tangan sebagai kode. Aruna meraih buku menu dan membaca sebentar lantas menyebutkan satu menu makan siang beserta minumnya kemudian memberikan menu itu kembali kepada pelayan. “Terus, itu mobil siapa?” tanya Irma lagi. Irma yang paling tua di antara mereka dan yang paling peka juga peduli dengan keadaan sahabatnya terutama Aruna yang sedang menjanda. “Mobil punya yang nabraknya … dia bersedia ganti rugi benerin mobil aku sama pinjemin mobil pengganti sementara,” jawab Aruna yang sebenarnya. “Pasti tajir ya yang nabrak mobil kamu itu? Mobilnya keren.” Irma berceloteh sambil mengamati mobil BMW putih yang terparkir tidak jauh dari mereka. “Ganteng enggak?” Itu Icha yang bertanya. “Siapa?” Aruna dan Irma kompak bertanya. “Yang nabraknya laaaaah, masa kang parkir di sana.” Icha sewot, dagunya mengendik pada tukang parkir yang berdiri di samping mobil BMW putih. “Oooh ….” Irma terkekeh. “Ganteng banget … dan kalian tahu apa? Dia bosnya mas Bian.” Irma dan Icha sontak saling menatap dengan mata membola. Bukan pujian Aruna pada si penabrak yang membuat mereka terkejut melainkan kaitan si penabrak dengan mendiang suami Aruna. “Kok bisa kebetulan?” Aruna mengangkat bahu menanggapi pertanyaan Irma. “Terus tahu enggak? Mas Adrian ini punya anak perempuan umur lima tahun—“ “Cieeee, manggilnya udah Mas,” sambar Icha menggoda. “Adrian … dari namanya memang ganteng dan kayanya juga setia.” Irma bertingkah seperti cenayang. Dua sahabatnya itu pantang menyerah dan tidak kenal lelah dalam berusaha agar Aruna menanggalkan status jandanya. “Apaan sih … aku belum selesai cerita, dengerin ya … aku ‘kan ikut ke rumah mas Adrian buat ambil mobil BMW itu … terus masa, aku dipanggil mami sama anaknya mas Adrian.” Aruna melanjutkan ceritanya. “Seriusan? Memangnya maminya enggak marah?” Icha mencondongkan tubuhnya, raut wajah wanita itu semakin serius saja. “Maminya udah meninggal waktu melahirkan Ara ... anak itu namanya Ara.” Refleks Irma dan Icha bertepuk tangan. “Wah pas, Duda …,”kata Irma seraya menaik turunkan kedua alisnya. “Bener … ini baru pas, jodoh ... janda sama duda.” Icha menimpali. “Apaan sih … main pas-pas aja.” Aruna menatap malas kedua sahabatnya. “Ya udah … tempel terus sampai dapet.” Icha memberi semangat. Tapi wajah Aruna selalu tidak bersemangat setiap kali membicarakan pria. Hatinya masih terluka dan sulit sekali untuk Aruna mempercayai seorang pria. Aruna juga memblokir setiap pria yang mencoba masuk ke dalam hidupnya. “Kamu mau sampe kapan kaya gini sih? Enggak semua laki-laki kaya mas Bian kamu itu, Aruna … masih banyak yang baik dan setia.” Irma menasihati. “Iya … aku tahu, tapi biar hati aku sembuh dulu ya … masih sakit banget soalnya.” Aruna meminta pengertian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN