Kalau ditanya ujian paling berat apa yang Lean pernah hadapi selama dua puluh delapan tahun hidupnya, jawabnya tentu saja saat harus melepas jantung mamanya. Ketika dia harus menyaksikan wanita yang telah membawanya hadir di dunia itu kehilangan nyawa. Begitu mesin berbunyi nyaring, Lean luruh memeluk raga mamanya yang tak lagi bernyawa. Dia menangis meraung di ruang operasi mencium wajah mama yang setelah ini tidak mungkin lagi bisa dia temui. Sejahat apapun mamanya, paling tidak Lean masih bisa melihatnya datang di hadapannya. Bisa menatap wajahnya yang menyebalkan, tapi selalu dirindukan. Bisa mendengar suaranya, biarpun kata-katanya acap kali membuatnya marah dan sakit hati. Sekarang tidak bisa lagi, karena mamanya telah berpulang. Sehebat apapun kemampuannya sebagai dokter bedah, ny

