Jonita merasa sangat geram mendengar itu semua.
"Jadi Om Om itu sudah tahu siapa diriku? Dia sengaja menggunakan ku sebagai bahan tertawaan!" Mencengkeram erat gelas di atas meja.
Setelah puas membicarakan Jonita, Jordan mengambil uang taruhan di atas meja.
Melihat itu Jonita semakin geram, gadis itu membawa gelasnya menuju ke arah mereka berempat.
"Byuuuuur! Tak!" Gadis itu menyiram wajah Jordan dengan air lemon tea lalu meletakkan gelasnya di atas meja.
"Kau! Gadis bau kencur! Berani-beraninya!" Berdiri sambil menunjuk muka Jonita penuh amarah.
"Iya aku berani! Kenapa memangnya? Cuma om om tua sepertimu, apa melotot!" Hardiknya sambil berkacak pinggang.
"Kenapa marah?! Merasa tidak pantas dipermainkan heh!" Menghardik, mendorong kursinya sambil berdiri berkacak pinggang.
Tak satu orangpun dari mereka mampu membuka kata. Melihat Jordan ketahuan rekan setimnya pergi satu-persatu meninggalkan tempat tersebut.
Dua pasang mata saling beradu penuh aura kebencian dan aura pembunuh.
"Kamulah yang selalu membuatku kesulitan! Jadi wajarlah jika aku membalas perbuatan mu." Tersenyum penuh kesombongan.
"Oh jadi maksud pak kapten, karena sejak awal semua salahku! Jadi aku pantas ditertawakan juga dihina begitu? Dan juga karena aku hanya anak kecil kemarin sore!?"
"Untuk kesalahan yang aku lakukan, bukankah aku sudah minta maaf padamu! Apa kamu lupa di lorong hotel kemarin? Bukankah aku sudah minta maaf? Atau jangan-jangan memori di dalam kepala anda terlalu sempit hingga tidak bisa mengingat itu semua?!"
"Dan juga mulai saat ini! Apapun yang berhubungan denganmu itu bukanlah urusanku! Aku Jonita Keni tidak mengenal manusia bernama Jordan Wiradana!" Melengos meninggalkan Jordan mematung di sebelah mejanya.
"Bagaimana mungkin membuat kesalahan seperti itu baginya adalah sebuah sesuatu yang wajar! Mengerikan sekali!" Gerutu Jonita sambil mencegat taksi.
Di dalam klub Jordan masih berdiri sambil mengusap kepalanya yang basah kuyup akibat tumpahan minuman milik Jonita.
"Memangnya siapa yang tertarik dengan gadis kecil menyebalkan sepertinya! Aku nggak bakalan jatuh cinta sama cewek menyebalkan seperti itu!" Membuang kertas tissue di atas meja penuh amarah.
Jonita sampai di hotelnya, dia melihat baju hitam milik Jordan di atas meja. Baju tersebut sudah dia laundry pagi tadi.
"Ah! Menyebalkan sekali, kenapa aku belum mengembalikan bajunya yang itu! Akh! Bagaimana ini! Aku harus menemuinya lagi!"
Masih menggerutu sambil menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Bayangannya kembali pada awal pertemuan pertama mereka berdua. Masih tidak percaya jika semua itu sudah diatur dan hanya tindakan iseng Jordan untuk mengusili nya.
Jordan sudah kembali dari klub, tubuhnya sedikit sempoyongan karena minum alkohol. Setelah kepulangan Jonita dia sangat emosi dan minum beberapa gelas alkohol hingga mabuk.
"Brak! Brak! Brak!" Pintu kamar Jonita dipukul dari luar, gadis itu mengerjapkan matanya kemudian beringsut turun dari atas tempat tidurnya.
Malas-malasan melangkah menuju pintu.
"Krataaaakkk! Kau! Kamu ngapain menggedor pintu kamarku!" Jonita berjalan mundur sambil menutupi tubuhnya dengan kedua telapak tangannya.
Pria itu berjalan dengan langkah sempoyongan berdiri di depannya. Jonita terus mundur selangkah demi selangkah menjauhkan dirinya.
Saat tungkai betisnya menabrak tempat tidur, tubuhnya terhempas jatuh duduk di tepi tempat tidurnya. Dia menatap penuh wajah ketakutan pada pria di depannya.
Jordan yang sudah kehilangan kesadaran dirinya, melepaskan pakaiannya sendiri dan melemparkannya ke atas lantai.
"Kenapa kamu melepas bajumu! Apa yang mau kamu lakukan? Cepat keluar dari dalam kamarku!" Teriak Jonita penuh wajah ketakutan dan tangan gemetar.
"Kamu sudah mempermalukan ku di depan semua orang! Dan rekan setimku menertawakan ku! Itu gara-gara kamu! Menurutmu apa yang akan aku lakukan sekarang heh?"
Jordan menundukkan badannya di depan Jonita. Matanya menatap mata bening penuh ketakutan di depannya. Dua terik, tiga detik, empat detik kemudian.
"Uhk! Uhk! Byuuuuur!" Pria itu memuntahkan isi perutnya pada wajah Jonita, satu detik kemudian menjatuhkan tubuhnya di sebelahnya.
"Dasar sialan! Pria menyebalkan ini!" Jonita segera berlari ke kamar mandi memberikan dirinya.
Saat melihat celana basah Jordan akibat dirinya, ada sedikit perasaan tidak nyaman menggelitik hatinya.
Entah mengambil keberanian dari mana gadis itu memberanikan dirinya melepas pakaian pria itu seluruhnya. Dia takut jika Jordan sakit kemudian menyalahkan dirinya lagi.
Jonita menyelimuti tubuhnya dan membiarkan pria itu terlelap di atas tempat tidurnya sedangkan dirinya sendiri tidur di atas sofa.
Keesokan harinya..
Jordan mengerjapkan matanya perlahan-lahan. Dan alangkah terkejutnya dia melihat siapa yang tidur di dalam rengkuhannya.
"Kau! Anak kecil bau kencur! Apa yang kamu lakukan di atas tempat tidurku?!" Melotot melihat Jonita yang masih terlelap di dalam pelukannya.
Gadis itu menguap dan membuka matanya. Dia juga sangat terkejut kenapa bisa berada di bawah satu selimut yang sama dengan pria musuh bebuyutannya itu.
"Aaaaaaa! Tidaaaak!" Teriaknya spontan.
"Tutup mulutmu!" Jordan segera membekap bibirnya untuk menghentikan teriakannya.
"Bagaimana aku bisa di atas tempat tidur? Bukannya semalam aku tidur di atas sofa? Jangan-jangan kebiasaan lamaku muncul? Atau aku yang merangkak semalam karena begitu dingin! Astaga! Bagaimana bisa aku tidur bersamanya!" Maki Jonita dalam hatinya.
"Kenapa diam cepat jelaskan kenapa kamu di atas tempat tidurku?!" Hardiknya marah besar.
Jonita menarik tangan Jordan dari bibirnya.
"Ini kamarku! Bukan kamarmu, semalam kamu mabuk dan menerobos masuk lalu kamu melepaskan pakaianmu sendiri. Aku, aku, aku tidak bisa berbuat apa-apa." Ujar Jonita sambil merangkak turun dari atas tempat tidurnya.
"Apakah kita semalam melakukannya?" Tanya Jordan sambil melirik tubuhnya tanpa satu lembar kain pun di balik selimutnya.
"Melakukan.. apa maksudmu? Apa kamu lupa yang terjadi semalam?" Jonita menggelengkan kepalanya berkali-kali, cuek bebek masuk ke dalam kamar mandi.
Gadis itu keluar dengan rambut basahnya juga pakaian santai.
"Kenapa kamu tidak segera kembali ke kamarmu?!" Tanya Jonita sambil mengeringkan rambutnya.
"Aku akan bertanggung jawab! Aku akan menikahimu!"
Jordan menatap wajah Jonita di depannya dengan tatapan serius.
"What! Apa kamu bilang? Tut! Tunggu! Braak!"
Jordan membawa selimut Jonita dan melangkah keluar dari dalam kamar gadis itu tanpa memberikan kesempatan pada Jonita untuk bicara.
"Pria gila itu! Apa yang dia pikirkan! Tahun depan aku sudah membuat planning untuk mendaftar di universitas ternama! Bagaimana mungkin! Pernikahan?! Astaga sialan!"
Jonita terus mengeluh sepanjang hari sambil mengaduk rambutnya.
Di dalam kamar Jordan Wiradana.
"Hahahaha!" Pria itu mengingat bagaimana semalam dirinya pura-pura mabuk kemudian masuk ke dalam kamar Jonita dengan sengaja.
Saat melihatnya sudah terlelap dia mengangkat tubuh mungil itu dan mendekapnya di atas tempat tidur.
"Tunggu saja pembalasanku Jonita!" Jordan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya tersenyum mengerikan.
Hari itu juga, Jordan menghubungi keluarga Keni. Pria itu mengatakan keinginannya untuk menikahi Jonita, serta untuk bertanggung jawab atas tindakannya.
"Jonita! Apa yang sudah kamu lakukan! Kenapa Jordan Wiradana bilang kalau kalian sudah melakukan hubungan di luar pernikahan!? Dia juga bilang akan menikahi mu!" Teriak tuan Keni melalui ponselnya.
"Pa aku tidak mau! Aku tidak akan menikahinya!"
"Apa maksudmu? Apa kamu mau hamil di luar nikah! Sepulang dari liburan kamu harus menikah dengannya! Tut! Tut! Tut!" Tuan Keni memutuskan teleponnya segera.