Episode 5

993 Kata
"Emmm!" Jonita bergumam tidak jelas karena Jordan menutupi bibirnya. "Bantu aku sekali ini saja, temanku sebentar lagi kemari. Mamaku yang menyuruhnya datang ke kamarku." Jonita menarik tangan Jordan dari bibirnya. "Tuan kapten, aku sudah bilang kita tidak usah berhubungan lagi. Atau saling mengenal." Jordan merasa geram sekali, pria itu menarik tangannya dan melemparkannya ke atas tempat tidur. "Jangan paksa aku untuk bertindak kasar!" Melangkah naik ke atas tempat tidur mendekati Jonita. "Om kapten, maksudku bukan begini. Aku masih di bawah umur! Jika kamu melakukan sesuatu padaku, itu terhitung kekerasan!" Teriak Jonita sambil merangkak mundur menjauh darinya. "Kamu berfikir terlalu jauh." "Tok! Tok! Tok!" Terdengar suara ketukan pintu di luar kamar Jordan. Tepat saat pintu kamarnya terbuka Jordan menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh Jonita dan mencium bibirnya. Afni melihat Jordan seakan sedang bercinta di atas tempat tidurnya segera berlari keluar dari kamarnya sambil menangis. Jonita mendelik menatap Jordan, bibir pria itu masih menempel pada bibirnya sendiri. Jonita memukul bahunya, agar dia segera melepaskan ciumannya. Tapi sepertinya pria itu tidak mau melepaskan dirinya. Jonita kelabakan memukuli lengannya, terus memukul tanpa henti seperti ayam yang mau dijual ke tukang potong. Jordan menikmatinya, pukulan kecil tangannya membuatnya semakin menggila. Dia sengaja tidak segera melepaskan gadis itu. Tetap bertahan dalam posisi itu selama dua puluh menit. "Kamu sengaja kan? Hah hah hah!" Jonita menghela nafas panjang sambil merangkak turun dari atas tempat tidurnya. "Sial! Ciuman pertamaku!" Teriaknya sambil mendongak seakan langit telah runtuh menimpanya. "Woi! Nih!" Menyodorkan uang pada Jonita. "Apa ini?" Menatap wajah Jordan dengan wajah polos, tidak mengerti kenapa tiba-tiba dia memberinya uang. "Ucapan terima kasih sudah membantuku." "Cuma segini? Om! Ini ciuman pertamaku masa cuma om hargai sejuta?!" Melengos menatap dinding. "Jadi tentukan nilainya berapa? Aku akan membayarnya!" Merasa yakin jika Jonita adalah gadis bookingan. Jordan mengeluarkan jumlah uang lebih banyak lagi. Jonita hanya nyengir sambil berkacak pinggang, gadis itu masih menggelengkan kepalanya. Setelah berkali-kali menyodorkan uang tapi Jonita masih tetap menolak. Akhirnya dia bertanya berapa dia harus membayarnya. "Jadi berapa? Cepat katakan?" "Ciuman pertamaku tidak bisa dibeli dengan apapun!" Melangkah santai keluar dari dalam ruangan sambil melengos. "Hahahaha! Dasar gadis itu! Bibirnya terasa begitu manis." Jordan menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidurnya, masih terasa jelas sentuhan kedua bibir antara mereka berdua. "Astaga! Ciuman pertamaku dasar Om Om! Ngenes banget aku! Ciuman pertamaku diambil sama Om Om! Dasar pria sinting!" Gadis itu melangkah keluar dari dalam hotel pagi itu dia akan mengikuti acara pemandu wisata. Pergi ke tempat-tempat wisata di Inggris. Tapi diluar kenyataan, pemandunya sepertinya sudah pergi karena dia datang terlambat. "Jika bukan karena Om Om itu aku tidak akan tertinggal!" Menghentak-hentakan sepatunya di lantai merasa kesal sekali. Jordan sudah memakai pakaian santai. Dia melihat Jonita mondar-mandir di depan hotel. Wajah gadis itu terlihat murung dan kesal. Dia ingin menghampirinya, tapi saat jarak antara mereka berdua tinggal satu meter Jonita malah lari terbirit-b***t menuju jalan raya. Menghentikan taksi dan pergi. "Sial! Apa dia pikir aku setan? Aku kan cuma ingin bertanya dia kenapa kesal begitu?" Jordan berkacak pinggang menatap bekas jejak kaki Jonita di atas lantai. Pria itu terlihat aneh karena tiba-tiba tersenyum sendiri. Gadis itu memilih untuk pergi ke Club milik pamannya. Sampai di tempat tersebut pamannya langsung menyambutnya. "Kenapa tidak menelepon paman, paman akan menjemputmu." "Tadi terburu-buru paman, jadi nggak sempat telepon dulu." Kebiasaan Jonita cengar-cengir memasang wajah polos tanpa dosa. "Kamu nggak ikut ke tempat pariwisata, aku dengar peserta yang ikut lomba sudah berkumpul." Rudi mengingat beberapa anak seusia Jonita membeli kudapan di dalam clubnya. Mereka bilang akan segera pergi ke tempat wisata. "Sudah telat, makanya kemari." Menggerutu kesal duduk di sebuah kursi yang ada di sana. "Apa kamu mau minum sesuatu?" Tawar Rudi padanya. "Lemon tea dingin!" Nyengir menatap Rudi. Jonita berada di bar tersebut sampai malam. "Kamu tidak akan kembali ke hotel?" Rudi menemaninya duduk saat clubnya sudah tidak begitu sibuk. Pria itu menaruh makanan kecil di atas meja di depan Jonita. Siang sudah berganti menjadi malam. "Kenapa? Paman mau mengusirku ya? Apa clubnya sudah mau tutup? Padahal baru jam tujuh." Mengeluh malas-malasan. "Kalau terlalu malam biasanya yang datang kemari adalah pria dewasa. Paman hanya tidak ingin kamu dipandang sebagai sesuatu, karena berada di tempat seperti ini malam-malam." Rudi mencoba menjelaskan maksudnya pada gadis itu, akan tetapi sepertinya Jonita tidak ada niat untuk beranjak dari tempat duduknya. Dan benar saja belum sampai tiga puluh menit datang tiga orang masuk ke dalam Club tersebut. Mereka duduk berseberangan dengan meja Jonita. Saat melihat mereka bertiga Jonita merasa tidak asing dengan wajah-wajah itu. Yang mengejutkan lagi, gadis yang tadi menerobos masuk ke kamar Jordan juga masuk ke dalam Club kemudian duduk bersama mereka bertiga. Jonita terkejut setengah mati, gadis itu segera mengambil tempat duduk agak jauh dari mereka berempat. Gadis itu memilih kursi yang minim pencahayaan demi sembunyi dari penglihatan mereka. Jonita mendengar percakapan mereka, dia juga baru tahu kalau gadis bernama Afni itu adalah seorang pramugari. Wajah cantik dan tubuhnya tinggi semampai seharusnya Jonita tahu sejak awal jika melihatnya dengan cermat. "Mana Jordan?" Tanya Andi salah seorang dari mereka, pria jangkung bermata coklat. "Telat mungkin! Lagi bab di kamar mandi! Hahahhahaaha!" Kelakar Edo disusul gelak tawa serempak mereka berempat. "Aku jadi ragu, kalau mereka itu adalah pilot dan pramugari. Di balik sikap elegan mereka ketika sedang bertugas ternyata mereka juga punya sisi seperti ini." Bergumam lirih masih terus menatap ke arah mereka berempat. Lima belas menit kemudian pria yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul. "Hai semua!" Sapanya sambil menepukkan telapak tangan kanannya pada telapak tangan mereka berempat satu persatu. Jordan terlihat santai bercakap-cakap dengan mereka berempat. Ini benar-benar di luar kepala Jonita. Jordan mengambil sejumlah uang dari telapak tangan mereka berempat satu persatu. "Aku bilang juga apa! Aku pasti berhasil! Gadis kencur dari keluarga Keni pasti akan berada di dalam genggaman tanganku! Hahahaha!" Jordan mengatakan itu penuh rasa bangga. Dia lupa dengan perasaan yang sebenarnya sudah mulai bersemi di sudut kecil lubuk hatinya. Jonita mendengar semuanya, dan dia jadi bahan tertawaan juga ejekan mereka berlima. Dia baru tahu jika semuanya hanyalah sebuah skenario.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN