20. Masalah Apalagi Ini

1177 Kata
"Tan, aku ke toilet dulu. Mules perutku." "Kurang banyak kamu makan sambelnya. Bisa-bisanya ambil sambel dua sendok." Yurika nyengir. Gadis itu memang pecinta sambal. Dan karena menunya juga mendukung untuk dimakan dalam kondisi pedas, jadilah Yurika kalap tadi. "Kamu duluan saja nggak papa. Enggak usah nungguin aku," pinta Yuri yang tidak enak hati jika harus meminta Tania menunggunya. "Yakin berani di toilet sendirian?" tanya Tania yang perasaannya tidak enak saja. Setelah mengetahui insiden penguncian Yuri di ruang arsip, Tania yakin sekali bakal ada lagi drama selanjutnya pembulian Yuri. Dan pelakunya siapa? Tania tak perlu berpikir panjang untuk bisa menebaknya. Hanya saja ... karena belum memiliki bukti, Tania memilih bungkam. "Ya sudah. Aku duluan. Kamu jangan lama-lama di toiletnya." "Iya. Nggak usah khawatir jika aku dikunciin di toilet. Aku bawa hape. Kalau ada apa-apa ... aku telepon kamu. Okay?" Karena Yuri berusaha meyakinkannya, Tania pun menganggukkan kepalanya. Keduanya berpisah. Tania memasuki lift langsung turun ke lantai bawah tempat di mana ruang kerjanya berada, sementara Yurika berjalan ke arah keberadaan toilet. Sepuluh menit kemudian, Yuri keluar dari dalam bilik toilet merasa lega karena perut sudah tidak mulas lagi. Ia pikir tak akan terjadi apa-apa pada dirinya. Namun, rupanya dugaan Yuri tidak tepat karena kedua netra Yuri langsung menemukan keberadaan Malika, Desi dan dua orang antek-anteknya sedang berdiri di depan wastafel. Karena Yuri ingin mencuci tangannya, dengan terpaksa gadis itu mendekati mereka. "Permisi, bisa geser sedikit, Mal?" pintanya pada Malika. Mereka berdua saling tatap melalui cermin besar di hadapan mereka. Bukannya menggeser tubuhnya, Malika malah membalikkan badan, bersadekap depan daada sembari menatap nyalang pada Yurika. "Jangan sok kecantikan kamu, Yuri! Mentang-mentang berhasil kerja di perusahaan ini kamu mau kembali merayu Bagas?" Malika tertawa. "Jangan mimpi kamu! Karena apapun akan aku lakukan untuk menjauhkan kamu dengan Bagas. Ingat itu!" jari telunjuk Malika mendorong bahu Yurika. Bukannya takut, Yuri malah melawan. "Siapa juga yang mau menggoda Bagas. Ambil saja. Maaf-maaf saja ya, Malika. Aku sudah nggak minat balikan dengan yang namanya mantan." Merasa ditantang, Malika tidak terima. "Percaya diri sekali kamu, Yuri! Jangan kau pikir aku tidak melihat apa yang kamu lakukan dengan Bagas tadi pagi." Dan yah, dari sini Yuri bisa langsung simpulkan jika yang membuat masalah dengannya sejak di hari pertama kerja kemarin adalah Malika. Tentunya dibantu dengan Desi dan antek-anteknya karena Malika sendiri juga masih berstatus karyawan baru sama sepertinya. "Oh, jadi kamu menginginkan Bagas?" "Ya. Bagas adalah kekasihku. Jangan pernah bermimpi kamu bisa kembali dengannya." "Astaga Malika. Jadi hanya karena Bagas kamu memusuhiku? Lalu menyuruh Bu Desi ngunciin aku di ruang arsip kemarin?" Desi melotot. "Jangan asal tuduh jika nggak ada bukti." Yuri dengan santai menjawab, "Baiklah. Saya akan temukan buktinya jika memang kalian lah yang sudah berusaha melakukan pembulian pada karyawan baru." Yuri sudah cukup malas meladeni mereka. Oleh sebab itulah dia urungkan mencuci tangannya dan nanti saja dia akan memakai toilet lain yang ada di ruang kerjanya. Melangkahkan kaki hendak meninggalkan toilet, tapi tiba-tiba Yuri merasakan tarikan pada rambut panjangnya yang dia ikat. "Auw!" jerit Yuri mundur ke belakang sembari mencengkeram tangan yang menarik rambutnya. "Berani kamu melawan kami, hah! Kamu ini hanya karyawan baru. Jangan belagu." Desi berucap sembari menarik tangan Yuri. "Beraninya kalian main keroyokan. Jangan kalian pikir aku takut ya sama kalian!" Mulut Yuri tak mau berhenti melawan bahkan suaranya pun cukup lantang mirip teriakan berharap ada seseorang yang kebetulan ada di sekitar toilet lalu mendengarnya. "Auw!" Lagi-lagi tarikan keras pada rambutnya Yuri rasakan, sampai kepalanya terasa nyeri. Yuri masih berusaha melindungi rambutnya padahal dia sudah dikelilingi empat orang wanita yang bahkan Yuri sendiri tak tau apa yang akan mereka lakukan padanya. Hingga suara dorongan pintu yang terbuka dari luar, mengejutkan mereka semua. Brak! "Apa yang kalian lakukan!" teriak seorang lelaki yang berdiri di ambang pintu toilet perempuan. Malika lekas melepaskan tangannya dari rambut Yuri. Pun halnya dengan Desi yang juga menarik tangannya dari lengan Yuri. Tubuh Yuri oleng. Kepalanya mendadak pusing dan dia hampir saja terjungkal andai saja pria penolongnya tersebut tidak sigap menangkap tubuhnya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya si pria pada Yuri yang hanya dijawab dengan gelengan. "Kalian semua! siap-siap mendapatkan masalah atas perbuatan yang sudah kalian lakukan padanya. Ayo!" Lelaki itu membawa Yuri keluar dari dalam toilet. Yuri yang merasa tidak enak hati lekas menjauhkan tubuhnya agar tidak terlalu rapat dengan pria yang baru dikenalnya. Padahal Yuri pun tau jika tujuan pria itu adalah untuk menolongnya. "Yakin kamu tidak kenapa-kenapa?" "Hanya pusing sedikit, Pak." "Lagian kenapa kamu bisa dikeroyok dalam toilet dan dijambak oleh mereka." "Saya juga tidak tahu, Pak." "Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya." "Saya karyawan baru, Pak. Baru dua hari ini bekerja." "Ya, Tuhan. Bisa-bisanya mereka membully karyawan baru. Ini tidak bisa dibiarkan. Pak Bayu harus tau. Siapa namamu?" "Nama saya Yuri, Pak." "Yuri, ayo ikut aku. Kita menghadap ke Pak Bayu." "Tapi, Pak?" "Tidak ada tapi-tapian. Kamu harus mendapatkan keadilan. Jangan takut karena ada aku di belakangmu. Namaku Evan. Ayo buruan dan jangan banyak berpikir yang macam-macam." Dengan terpaksa Yuri mengikuti Evan. Melangkahkan kakinya di belakang pria tampan itu. ••• "Maafkan saya, Pak. Saya sungguh tidak tau jika di dalam ruang arsip ada orang. Jadi sebelum pulang, ruangan tersebut saya kunci saja seperti biasanya." Seorang perempuan berseragam office girl, berusaha menjelaskan di hadapan Bayu Candra. Saat ini Bayu Candra sedang menginvestigasi masalah penguncian Yuri di dalam ruang arsip kemarin sore. Atas ancaman Erik, Bayu harus mengusut tuntas kasus ini karena pada saat kejadian yang terekam cctv, nampak seorang petugas office girl yang menutup dan mengunci pintu ruangan arsip tersebut. "Tapi seharusnya kamu bisa cek dulu apakah di dalam ada orangnya atau tidak. Karena tindakan kamu itu bisa membahayakan nyawa orang lain. Untung saja Yuri pada saat itu membawa handphone sehingga dia bisa mencari pertolongan. Jika tidak? Apa yang akan terjadi kamu sudah paham kan? Dia akan terkunci di dalam ruangan pengap itu hingga waktu yang tidak dapat ditentukan. Sampai ada orang yang masuk ke dalamnya dan menemukan dia. Tindakan ini sungguh sangat ceroboh. Kalau sampai terjadi sesuatu pada karyawan baru itu maka nama perusahaan lah taruhannya. Kamu paham?" Perempuan itu menundukkan kepalanya. "Saya paham, Pak. Dan saya minta maaf atas kelalaian saya." Bayu Candra mengusap kasar wajahnya. "Dengan hanya minta maaf tidak akan berarti apa-apa. Kesalahan kamu sangat fatal dan saya tidak bisa memberikan toleransi pada karyawan ceroboh dan sampai membahayakan rekan kerjanya sendiri. Jadi ... dengan terpaksa saya harus memberhentikan kamu dari perusahaan ini." Si perempuan mendongak dengan mata berkaca-kaca. Tidak menyangka jika keputusan sang atasan adalah dengan memecat dirinya. "Tapi, Pak? Apakah tidak ada keringanan untuk saya? Jangan pecat saya, Pak. Saya masih membutuhkan pekerjaan ini." "Sudah bagus kamu hanya saya pecat dan tidak dituntut oleh Yuri. Dan saya sebagai pemimpin perusahaan ini tidak ingin kecolongan dan hal fatal seperti itu terjadi lagi. Sekarang silahkan keluar dan langsung temui HRD untuk ambil pesangon kamu." "Tapi, Pak?" "Keluar!" Dan perempuan tersebut kicep melihat sang atasan murka. Beranjak berdiri meninggalkan ruangan Bayu Candra. Hampir bertabrakan dengan Evan yang ada di luar dan hendak membuka ruangan sang atasan. Office girl tersebut sempat menatap sendu pada Yuri yang berdiri di belakang Evan, sebelum pada akhirnya melangkah pergi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN