"Bagas. Ngapain dia ada di sini segala," gerutu Yuri ketika pagi ini gadis itu baru saja memasuki kawasan kampusnya. Melihat seseorang yang telah menyakiti hatinya, berdiri tak jauh darinya. Lelaki yang telah mematahkan kepercayaannya dan lelaki yang sudah membuatnya hilang respek bahkan bisa jadi Yuri mulai membenci pria itu. Kenangan manis selama dua tahun ini, menguap sudah entah ke mana. Tak lagi ada perasaan cinta apalagi sayang. Yang ada hanyalah rasa jijik dan kebencian. Setidaknya Yuri harus bersyukur karena kejadian kala itu telah membuka mata hatinya bahwa Bagas yang terkenal playboy, susah berubah meski pun sudah memiliki pasangan baik dan setia seperti dirinya. Untungnya lagi mereka belum sempat menikah kala Yuri berhasil mengetahui siapa Bagas sesungguhnya. Dan sekarang, Yuri sama sekali tidak menyesali keputusannya menerima tawaran kakek Erwin untuk dinikahkan dengan Erik.
"Yuri sayang!" panggil Bagas seolah tak pernah ada masalah di antara mereka.
Inginnya Yuri menghindar dan pergi dari hadapan Bagas. Sayangnya, pergerakan Yuri tak bebas lantaran Bagas sudah berdiri di hadapannya dengan senyuman manis seperti biasanya.
"Ngapain kamu di sini?" tanya Yuri dengan nada dingin. Tak ada senyuman. Tak ada pula keramahan seperti dulu lagi. Hati Yuri terlanjur sakit. Ia pikir Bagas adalah lelaki tulus dan setia padanya meski Yuri sering mendengar kasak kusuk tentang betapa play boy nya seorang Bagaskara. Yuri selalu menutup telinga tak mau mendengar apalagi mempercayai itu semua sebab di mata Yuri Bagas adalah lelaki mendekati sempurna yang dia punya. Di mana lagi ada lelaki tampan dan kaya yang mau menjalin hubungan dengan gadis biasa dan dari keluarga sederhana seperti dirinya. Ia pikir lagi Bagas adalah lelaki yang tulus mau menerima apapun dirinya. Nyatanya? Yuri tak ubahnya sebagai boneka mainan yang begitu mudah untuk dipermainkan.
"Yuri, kamu masih marah?" tanya Bagas meraih tangan Yuri. Namun, gadis itu segera menepisnya dan memundurkan langkahnya.
"Jangan ganggu aku lagi. Di antara kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi, Bagas."
"Yuri. Kamu salah paham. Aku pikir dengan mendiamkanmu seminggu ini .. kamu bisa berpikir jernih dan tidak lagi marah padaku. Ternyata kamu masih juga berpikir yang bukan-bukan tentangku."
Yuri tertawa sinis. "Apa menurutmu aku ini masih akan tetap menjadi gadis b0doh yang mau kamu permainkan, Bagas? Setelah apa yang kamu lakukan di depan mataku? Tidak. Aku tidak akan lagi terperdaya pada bujuk rayumu. Di antara kita sudah selesai dan jangan ganggu aku lagi."
Yuri hendak meninggalkan Bagas tapi lelaki itu dengan cepat menarik pergelangan tangan Yuri hingga tubuh Yuri terhuyung. "Jangan munafik kamu Yuri! Sok-sok an jadi cewek alim padahal sebenarnya kamu marah karena bukan kamu yang ada bersamaku waktu itu. Iya kan? Ayolah Yuri. Jangan ke kanak-kanakan. Jika kamu mau ... dengan senang hati kita akan bersenang-senang seperti apa yang pernah kamu lihat di apartemen waktu itu. Aku ini lelaki dewasa. Aku normal. Wajar kan jika aku tertarik dengan wanita cantik dan seksi. Apalagi wanita itu sendiri yang menyodorkan tubuhnya untuk aku nikmati."
Sungguh, perut Yuri langsung mual mendengar semua yang Bagas katakan. Tidak menyangka jika Bagas bisa berkata se-v****r itu didepannya.
"Cukup! Bagas, lepas. Aku ada kelas pagi ini." Yuri berusaha menarik tangannya tapi Bagas tak juga ada keinginan untuk melepaskan cekalan tersebut. Tangan besar pria itu malah menarik tangan Yuri dan membawanya menuju parkiran di mana mobilnya berada
"Ikut aku!"
"Tidak mau. Kamu mau bawa aku ke mana. Lepaskan b******k!"
Yuri memberontak berusaha melepas tapi tenaganya kalah jauh dari Bagas. Beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang melihat tidak ada yang berani menolong.
"Diam kamu, Yuri. Ikut aku. Kamu nggak malu apa dilihat banyak orang seperti itu."
"Justru seharusnya kamu yang malu. Memperlakukan perempuan secara tidak manusiawi."
Yuri sungguh geram. Kenapa dari sekian banyak orang tak ada yang memanggil petugas keamanan agar dia bisa lepas dari pria gil4 ini.
"Tolong!" Yuri mulai berteriak.
Beberapa mahasiswa mulai tergerak untuk mendekat tapi Bagas dengan aura menyeramkan berteriak. "Jangan ikut campur dengan urusan kami! minggir semua!" bentaknya.
Wajah penuh permohonan Yuri tak ditanggapi. Hingga ketika Bagas hampir saja berhasil memaksa Yuri masuk ke dalam mobilnya, seseorang menarik kerah kemeja Bagas hingga membuat tubuh pria itu mundur dan pegangannya pada Yuri terlepas.
"b******k! Siapa kamu? Berani beraninya ikut campur urusanku."
Jangan ditanya lagi. Betapa leganya Yuri ketika mengetahui siapa yang sedang menolongnya saat ini.
"Jangan pernahh berani mengganggunya lagi. Jika tidak mau berurusan denganku!"
Bagas tertawa lantang. "Memangnya siapa kamu berani ikut campur dengan urusanku? Oh, atau jangan-jangan kamu mangsa barunya si Yuri?" Bagas tertawa lagi. "Gadis kampungan yang suka menjerat lelaki kaya?"
"Anda tidak perlu tau siapa saya. Sekarang sebaiknya Anda segera pergi sebelum saya telpon polisi!"
Bagas meludah di atas tanah. Sungguh geram tapi juga takut jika betulan harus berurusan dengan pihak berwajib hanya karena masalah sepele. Bisa-bisa papanya murka jika tau dia kembali membuat masalah. Gara-gara Yuri juga, sang kakek murka kepadanya.
"Awas saja kamu! Urusan kita belum selesai" Tuding Bagas lalu masuk ke dalam mobilnya. Menjalankan kendala roda empat tersebut dengan kencang karena emosi menguasai diri.
"Anda tidak apa-apa Nyonya?" tanya Zakwan mendekati Yuri dan memperhatikan sedetail mungkin dari atas ke bawah penampilan Yuri yang jadi berantakan akibat ulah Bagas.
Mata Yuri melotot. "Kamu ini. Tidak dengar apa yang aku minta kemarin padamu? Jangan memangil aku Nyonya, Zak!"
"Maaf saya lupa. Eum .. apa Anda terluka, Nona?" tanya Zakwan khawatir sang istri majikan dilukai oleh Bagas.
Zahwan sendiri tau siapa Bagas, tapi Bagas justru tidak pernah tau jika Zakwan adalah salah satu pekerja Erik.
Wajar saja karena Bagas dan Erik meski ada hubungan keluarga tapi tidak dekat. Kehidupan Erik dengan Bagas juga jauh berbeda. Erik yang gila kerja sementara Bagas suka foya-foya. Jika tidak sedang ada acara keluarga atau acara perusahaan, baik Bagas dan Erik hampir tidak pernah berjumpa.
Yuri berdecak mendengar panggilan Zakwan padanya. Tidak Nyonya tapi Nona. Inginnya Yuri ... Zakwan memanggil namanya saja tapi tak apalah tak mau juga dianggap cerewet oleh pria itu.
"Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah membantuku."
"Sama-sama Nona karena ini sudah menjadi tugas saya menjaga Nona."
"Ngomong-ngomong kamu kok bisa ada di sini, Zak?"
"Ya, karena saya ditugaskan Tuan Erik untuk menjada Anda."
Yuri menepuk dahinya. "Astaga, Zak. Aku nggak butuh body guard. Lebih baik kamu katakan pada Paman Erik. Tidak perlu mengikuti aku ke mana pun."
"Tapi bagaimana jika ada orang yang berniat jahat pada Anda?"
"Tenang saja aku bisa mengatasinya sendiri. Ingat, Zak! katakan pada Paman Erik. Aku tidak mau kamu terus membuntutiku seperti ini. Jika tidak ... aku sendiri yang akan mengadu pada kakek Erwin. Paham kamu!"
Zakwan hanya mengangguk lalu Yuri meninggalkan pria itu begitu saja. Takut jika ada teman yang melihatnya bersama Zakwan.