115:AYRA-ME & MY DAD

1965 Kata

“Ibu sudah siap?” tanyaku setelah mengetuk pintu kamar di mana Ibu berada. Pukul delapan pagi waktu Jakarta. Gent sudah berangkat lebih dini, ikut Papa Gi. Nyupirin lebih tepatnya. Papa yang ngajak karena hari ini aku, Abang dan Ibu mau jenguk Ayah ke lapas. “Ibu ngga jadi ikut deh, Ay,” jawab beliau setelah membuka pintu. Padahal Ibu sudah rapih lho. “Kenapa? Ibu sakit?” Beliau menggeleng. “Bukannya sudah lama banget Ibu ngga ketemu Ayah?” Lebih tepatnya, tiga bulan sebelum surat cerai Ibu terima. Ya, Ayah yang terus menolak kunjungan Ibu. Sementara jika aku yang datang, Ayah tak pernah sungkan menerima. Hanya saja, sejak Ibu menikah dengan Tama, bisa menjenguk Ayah menjadi sesuatu yang teramat langka. “Kan nanti pakai nama Ayra, Bu?” Ibu mendengus. Kedua tangannya memegangi peru

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN