“Kau duduk dengan Ibu!” Gent gue paksa ikut ke Jakarta. “Ok, brother.” Bahkan setelah liburan singkat di Aviemore yang gue yakin menyenangkan untuk kami semua. Menyembuhkan hati tetap butuh waktu. Bahkan dulu gue pun begitu. Keindahan Paris bisa mengalihkan nelangsa. Namun, setelah gue meninggalkan kota itu, rasa perih ternyata masih tersisa. Waktulah yang perlahan menyembuhkan. Apalagi Gent bukan? Yang mencintai satu orang menjadi rutinitas baginya. Beberapa waktu kemudian, pesawat kami sudah lepas landas, stabil di udara. Gue menoleh ke sisi kiri, mengamati interaksi Ibu dan Gent. Ibu tengah mengajarkan jomblo yang satu itu crocheting. Biarkan saja, gue rasa itu bagus untuk membuatnya tak kembali memikirkan Annete. “Abang?” “Hmm?” “Ayra mau lihat foto-foto kemarin dong.” Kemari

