Ranjang Panas Kakak Ipar

1413 Kata
Brak Belum sempat Gibran memulainya, pintu kamarnya terbuka dengan kasar. "Apa yang kau lakukan, Mas!!!" teriak Elvi dengan lantangnya saat melihat adik dan suaminya berada di kamarnya. Kamar yang harus di tempati dirinya dan sang suami tanpa orang lain, kini malah di tempati oleh adik perempuannya sendiri. "Sayang, kamu sudah pulang?" tanya Gibran sambil menarik tubuhnya menjauh dari Cece. "Simpan pertanyaanmu itu, dan jawab pertanyaan ku. Apa yang kamu lakukan pada adik iparmu sendiri?" tanya Elvi dengan wajah penuh kemurkaan, sambil menjatuhkan tas brandednya ke lantai. Gibran yang mendengar pertanyaan Elvi langsung berusaha menenangkan dirinya agar ia tidak salah memberi jawaban. Gibran mendekati Elvi, dan menyuruh Cece keluar dari kamarnya. "Sayang, tadi aku minta bantuan Cece seperti biasa, minta dibuatkan kopi. Cece kesini cuma nganter kopi yang aku minta. Pas Cece mau keluar, Cece gak sengaja terjatuh dan aku mencoba untuk menolongnya. Itu saja." Ujar Gibran mencoba untuk memberi penjelasan yang dibumbui oleh kebohongan oleh Gibran, berharap Elvi akan percaya dengan dirinya. Gibran memang marah pada Elvi karena Elvi selalu menolak apa yang diinginkan oleh Gibran, termasuk permintaan Gibran yang meminta Elvi berhenti. Namun meski Gibran begitu sangat marah pada Elvi, rasanya Gibran masih berat untuk bersikap kasar pada Elvi. Gibran sadar Elvi salah, tapi Gibran merasa berat juga untuk menyalahkan Elvi, alhasil Gibran yang mengalah dan tetap mencoba menahan diri agar tidak lepas kendali kalau ada Elvi di dekatnya. "Kalau memang kamu mau marah, kamu marah saja sama aku, jangan sama Cece, karena aku yang meminta bantuan dia, dan aku juga yang meminta dia untuk mengantar kopi ini kesini." Ujar Gibran dengan penuh ketegasan saat melihat Elvi hanya diam seperti merasa ragu untuk menaruh kepercayaan pada Gibran. Gibran sendiri merasa tidak bisa dan tidak terima kalau Cece yang dipersalahkan, alasannya kenapa Gibran sendiri juga tidak tahu, yang jelas Gibran hanya tidak ingin Elvi menyalahkan Cece, itu saja. Elvi mendekati Gibran dan mengecup bibir Gibran dengan penuh kemesraan. Tanpa keduanya sadari, Cece masih terus melihat dua sepasang suami istri dari daun pintu. Cece yang melihat kakaknya mengecup bibir Gibran, seketika air matanya lolos begitu saja. Cece langsung membawa langkahnya menjauhi kamar kakaknya dan masuk ke dalam kamarnya sendiri. Cece menumpahkan tangisnya di dalam kamarnya. Hati Cece merasa sangat nyeri. "Apa yang kamu tangisi Ce. Dia kakak iparmu, bukan kekasih atau calon bahkan suamimu. Kamu saja yang bodoh. Padahal sudah dibilang dan bahkan kamu sudah tahu sendiri kalau Mas Gibran begitu sangat mencintai kak Vivi. Cece…buang jauh-jauh egomu." Lirih Cece sambil menjambak rambutnya dengan kasar, membodohi dirinya yang sempat merasa bahagia dengan apa yang ia rasakan beberapa hari ini selama Elvi tidak ada. Sekelebat Cece teringat akan percintaannya dengan Gibran yang tidak hanya satu kali ia melakukannya namun sekelebat juga Cece teringat akan kata-kata Gibran, yang mengatakan bahwa Gibran sangat mencintai Elvi, yang artinya, secara tidak langsung Gibran menegaskan bahwa sampai kapanpun ia dan Elvi akan tetap bersama, dan meski ia pernah bercinta dengan Cece, bukan berarti ia akan mengakhiri pernikahannya dengan Elvi. "Harusnya aku sadar, sejak awal Mas Gibran sudah mengatakan kalau Mas Gibran sangat mencintai kak Elvi, yang artinya, sejak kejadian di awal malam itu, Mas Gibran sudah memberi pernyataan bahwa Mas Gibran dan Kak Vivi akan selamanya tetap bersama, dan bahkan Mas Gibran memintaku untuk melupakan kejadian itu. Tapi kenapa, kenapa rasanya aku sangat berat dan Kenapa juga Aku memiliki harapan kalau aku bisa bersama dengan Mas Gibran. Harusnya aku sadar, Mas Gibran itu kakak iparku, dan selamanya akan tetap menjadi kakak iparku." Gumam Cece sambil merutuki kebodohannya sendiri yang merasa telah lancang memiliki harapan untuk bisa memiliki Gibran. Padahal, sejak awal ia mengenal Gibran sebagai sosok kakak iparnya, ia tidak pernah bermimpi untuk memiliki atau bahkan merebut suami kakaknya. Malam itu, di kamar yang berbeda, di situ juga ada rasa yang berbeda. Di kamar Gibran merasa sangat kenikmatan karena penyatuan nya sepasang suami istri, namun beda dengan di kamar Cece, di mana ia merasa hidupnya hancur, dan bahkan hatinya terasa sangat begitu sakit saat melihat kakaknya agresif pada suaminya, Dan disambut dengan begitu kenikmatan oleh suaminya, di mana suami sang kakak pernah memadu kasih atau bercinta di ranjang yang sama dengan dirinya. "Aku harus sadar. Aku tidak boleh terjerat ranjang panas kakak iparku. "Gumam Cece memberi semangat dan mencoba Untuk melupakan siapa Gibran dan kejadian apa yang pernah menimpa dirinya di malam itu. Cece masuk ke dalam kamar mandi, dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin berharap pikiran dan kondisi tubuhnya kembali fresh. Setelah dirasa perasaan nya jauh lebih baik, Cece menyudahi mandinya, dan berpakaian dengan pakaian yang begitu sangat rapi. Cece keluar dari kamarnya dengan wajah yang dibuat seolah-olah dirinya tidak terjadi apa-apa, dan tetap dalam kondisi baik-baik saja. Cece melewati ruang tamu, yang ternyata ruang tamu itu ada kakak dan kakak iparnya. Elvi yang melihat Cece berpakaian rapi, bukan untuk pakaian tidur, langsung mengernyit dahinya karena merasa bingung. "Ce, mau ke mana kamu dengan pakaian seperti ini? "Tanya Elvi penasaran karena saat melihat Cece hanya menggunakan celana pendek sepaha, serta tanktop yang dipadukan dengan sweater panjang hingga menutupi betisnya.. Cece yang mendengar pertanyaan kakaknya langsung menghentikan langkahnya, dan menjawab pertanyaan sang kakak tanpa membalikkan badannya. " Aku ada kepentingan dengan temanku. "Jawab Cece sambil mengepalkan tangannya menahan rasa sesak di dadanya karena melihat keromantisan sang kakak dan kakak iparnya. "Apa ini kebiasaan kamu selama Kakak pergi? Kalau nggak ada kakak, kamu keluar malam-malam begini terus, ditambah dengan pakaian seperti ini? "Tanya Elvi layaknya seorang kakak yang begitu sangat baik terhadap adiknya. "Aku tidak akan kemana-mana kalau aku tidak memiliki kepentingan. "Ujar Cece yang kembali melanjutkan langkahnya. Namun tidak berselang lama, langkah Cece kembali terhenti saat Cece mendengar suara kakak iparnya. "Teman yang mana dan teman yang seperti apa yang ingin kamu temui malam-malam begini? Apa tidak bisa besok saja? Bagaimana kalau terjadi sesuatu denganmu? Ini kan sudah malam? "Berbagai macam pertanyaan di brand lontarkan seolah-olah Gibran begitu sangat mengkhawatirkan Cece, namun bukannya Cece merasa sangat senang diperhatikan oleh Gibran, malah justru sebaliknya. Tanpa menjawab pertanyaan Gibran, Cece langsung melanjutkan langkahnya, membuat Gibran dan juga Elvi Saling pandang. "Apa ini didikan kamu? "Tanya Elvi dengan wajah yang terlihat sudah tidak sedap lagi. Gibran yang mendengar pertanyaan Elvi, yang merasa seolah kelakuan buruk Cece adalah didikannya, sedikit merasa tidak terima. Wajar saja Gibran merasa tidak terima, pasalnya pertanyaan yang dilontarkan oleh Elvi patutnya keluar dari bibirnya, karena yang kakak kandung Cece itu adalah Elvi, bukan dirinya. "Jangan memancing keributan." Ujar Gibran yang langsung berdiri untuk meninggalkan Elvi, namun dengan cepat ditahan oleh Elvi. "Mas, aku hanya tidak ingin adikku jadi gadis yang tidak benar." Ujar Elvi dengan nada yang terdengar sangat pelan. "Kalau begitu kamu tetap di rumah dan jangan lagi mengurus pekerjaanmu. Kalau kamu dirumah, kamu bisa menjadi kakak yang baik buat Cece karena kamu bisa menjaga atau mendidik Cece hingga menjadi wanita yang baik seperti harapan kamu, sekaligus kamu menjadi istri yang baik." Ujar Gibran panjang lebar, berharap Elvi akan mengakhiri karir nya dan fokus pada keluarganya. "Mas, kamu kok jadi bawa-bawa urusan kerjaan sih?" tanya Elvi yang sudah tidak bisa sabar lagi. "Karena disini aku bekerja sekaligus menjaga adik kamu, tapi kamu memandang aku seolah-olah aku yang salah mendidik adik kamu karena kamu melihat Cece pergi malam-malam begini." Jawab Gibran dengan penuh ketegasan. "Kalau kamu menjaga adikku, pasti dia tidak akan memiliki kebiasaan buruk keluyuran tengah malam." Ujar Elvi dengan anda yang sudah beberapa oktaf, membuat emosi Gibran tak terkendalikan. "Kalau begitu, kamu gantikan posisi aku disini. Kamu bisa bekerja disini, sekaligus kamu jaga dia disini." Ujar Gibran yang langsung pergi begitu saja, setelah Gibran meraih kunci mobil yang terletak di meja yang tak jauh dari posisinya. "Mau kemana kamu Mas?" tanya Elvi berteriak karena Gibran tidak berpamitan, terlebih ini sudah larut malam. Gibran terus membawa langkahnya mendekati mobil yang sudah ada di bagasi, dan langsung menancap pedal gas mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sebenarnya Gibran sendiri juga tidak tahu dia akan kemana, Gibran sendiri juga bingung kenapa dirinya tiba-tiba pergi gitu saja, dan ini adalah pertama kalinya Gibran membalas amarah Elvi dengan amarah juga, tidak ada kata mengalah seperti biasanya. Cece sendiri malah duduk di pinggir jalan raya, yang ternyata jalan itu khusus jalan kereta. Cece duduk sendirian membuat petugas yang biasa menjaga disana merasa heran melihat gadis cantik dan imut seperti Cece duduk di pinggir jalan. Karena petugas itu tidak ingin terjadi sesuatu dengan Cece, petugas itu mendekati Cece, karena petugas itu memiliki firasat Cece akan melakukan aksi bvnvh diri. "Nona, anda baik-baik saja?" tanya petugas itu yang langsung mendapat reaksi di luar dugaan oleh petugas itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN