Cece Cemburu

1302 Kata
"Nona, anda baik-baik saja?" tanya petugas itu yang langsung mendapat reaksi di luar dugaan oleh petugas itu. Cece memeluk petugas itu dengan sangat erat, membuat seorang yang tengah melihatnya langsung mendekati Cece dengan langkah lebarnya. Cece yang semula memeluk erat petugas itu langsung terlepas saat ada seorang yang melepas pelukan Cece dengan paksa. "Kau sudah tidak waras, hah?" tanya Gibran dengan penuh kemarahan, saat melihat Cece memeluk petugas yang dikhususkan bertugas menjaga jalan kereta. Cece sendiri terkejut saat melihat keberadaan Gibran di depannya, apalagi Cece melihat tampang wajah Gibran tidak sedang bercanda, itu cukup membuat Cece tidak berani mengeluarkan suara. Cece melepaskan tangan Gibran dari tangannya dengan pelan, lalu mengeluarkan ponselnya dan menghubungi sahabatnya. Tidak berselang lama Cece menghubungi sahabatnya, ada sebuah mobil yang mendekati Cece. "Mau kemana? Pulang ke rumah." Titah Gibran dengan penuh ketegasan. "Terimakasih Mas, atas perhatian Mas Gibran yang mengkhawatirkan aku." Ujar Cece dengan raut wajah yang terlihat sangat datar. Mengucapkan kata Terima kasih pada Gibran, dan menunjukkan seakan-akan Gibran adalah orang baru dalam kehidupannya. "Ayo, pulang!" titah Gibran tanpa menanggapi ucapan terimakasih Cece. "Sudah aku katakan, aku ada urusan dengan sahabatku." Ujar Cece yang langsung masuk ke dalam mobil Mila, sahabat Cece. Gibran sendiri hanya memandang kepergian Cece dengan perasaan yang sulit diartikan. Entah apakah ia merasa kecewa karena di tinggal Cece, atau karena kecewa sikap Cece pada dirinya berubah. Gibran membiarkan Cece pergi dengan sahabatnya. Setelah Gibran melihat mobil yang membawa Cece cukup jauh, Gibran memandang petugas tadi dengan pandangan dingin, lalu pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun. "Ce, dia kakak ipar kamu?" tanya Mila yang langsung dibalas dengan anggukan kepala oleh Cece. "By the way, Kakak iparmu lumayan tampan juga ya, bahkan menurutku dia lebih pantas denganmu daripada dengan kakakmu yang mukanya seperti tante girang. "Ujar Mila lagi, mengatai Kakak Cece sebagai tante girang karena memang dandanan Elvi sangat menor. Cece sendiri tidak merasa tersinggung mendengar ucapan Mila, karena sebenarnya saat ini rasanya kepala Cece sangat pusing, dan tidak peduli dengan ocehan atau candaan sahabatnya. "Ce, Lo kenapa sih? Gue yakin Lo lagi ada masalah sama kakak ipar Lo, bukan karena Lo selalu dianggap salah sama kak Elvi. "Ujar Mila yang mulai berbicara dengan serius, karena saat Mila bertanya apa yang terjadi dengan Cece, Cece hanya memberitahu Mila kalau dirinya sedang ada masalah dengan sang kakak, karena kakaknya selalu menganggap Apa yang dilakukan dirinya itu salah. Padahal, sebenarnya bukan itu yang membuat kepala Cece serasa pusing, tapi kalau boleh ditebak, Cece mungkin saja merasa sedikit cemburu melihat keromantisan sang kakak dan juga kakak iparnya. Namun Cece tidak bisa berkata terus terang terhadap Mila, dan memilih memendamnya sendiri. "Gue nggak apa-apa. Sudah gue bilang, gue cuma sakit hati aja pas Kak Elvi bilang kalau didikan Mas Gibran itu salah. Padahal selama ini, aku baik-baik saja, dan bahkan aku merasa terlindungi itu karena aku mendapat pengawasan dan juga didikan dari Mas Gibran, bukan dari Kak Elvi. Jadi aku ngerasa Kak Elvi udah keterlaluan banget. "Ujar Cece dengan nada yang sedikit bergetar, entah itu karena Cece menahan tangis, atau menahan diri agar tidak terlalu terbuka atau menceritakan yang sesungguhnya terhadap sang sahabat. "Ce, kayaknya Lo butuh sedikit refreshing deh. Lo mau ngikutin jejak gue nggak? "Ujar Mila sambil menaik turunkan alisnya, mencoba untuk membawa Cece ke dalam dunia hiburan, agar Cece tidak merasa terbebani oleh kehidupannya di tangan sang kakak. Cece yang mendengar ucapan Mila Langsung melempar tatapan tajamnya pada Mila, namun langsung disambut dengan gelak tawa yang menggelegar di mobil dari Mila. "Lo jangan ngajak gue ke jalan yang sesat dong Mil. "Ujar Cece ketus. Padahal sebenarnya, Cece sendiri sudah tidak perawan lagi, dan bahkan jalan Cece sudah berada di jalan yang sesat tanpa sahabatnya membawa Cece ke dalam jalan yang sesat seperti yang dikatakan oleh Cece tadi. Mila yang mendengar ucapan bernada ketus dari Cece langsung menepikan mobilnya, membuat Cece memandang Mila dengan pandangan tidak suka. "Ini tuh udah tengah malam, kamu ngapain berhenti di sini? Kalau nanti terjadi sesuatu, ada king cobra, atau hewan buas lainnya, atau bahkan kalau ada begal, atau preman-permen jahat yang ngejahatin kita gimana?" tanya Cece Yang membuat Mila langsung tertawa sambil memukul pundak Cece. "Yaelah, Ce. Lo kenapa sih, parno an banget." Ujar Mila santai "Ce, gue cuma pengen Lo tuh terhibur. Ingat Ce, hidup itu butuh hiburan, Bukan butuh beban. Hidup itu cuma satu kali, jadi Lo bisa buat hidup Lo itu seakan-akan Lo nggak pernah kenal yang namanya masalah, Lo butuh hiburan, butuh ketenangan. Jadi mendingan lu happy-happy aja. Lo apa kata-kata Kakak Lo yang bikin hati Lo sakit. Lebih baik Lo ikuti jejak gue. Gue yakin, dan gue jamin, kalau Lo mau ngikutin jejak gue, hidup Lo akan terbebas dari yang namanya BEBAN. "Ujar Mila membujuk Cece, mengajak agar Cece mau mengikuti jejaknya. Bahkan, Mila sampai menekankan beberapa kalimat dan bahkan memberi garis bawah di kalimat beban, yang artinya sangat menjamin bahwa kehidupan Cece akan terlepas dari yang namanya beban. Namun meski Begitu, Cece tidak merasa tergiur akan bujukan Mila, karena sebenarnya Cece bukan terbebani oleh kata-kata sang kakak, tapi terbebani karena dirinya terlibat hati antara sang kakak ipar dan juga hatinya. "Udahlah. Ayo pulang!" ajak Cece pada Mila, karena tujuan Cece menemui Mila itu untuk menenangkan diri, bukan untuk mencari pelampiasan hati. Mila yang orangnya memang random langsung menjalankan mobilnya, karena dirinya sendiri juga sudah cukup mengantuk. Wajar saja Mila mengantuk, karena malam itu sudah hampir menjelang pagi. Mila kembali menyalakan mobilnya, dan melanjutkan perjalanan pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, Mila langsung membangunkan Cece yang ketiduran. Cece bangun dan melihat keluar kaca pintu mobil Mila ternyata sudah sampai. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Cece keluar dari mobil Mila dan masuk ke dalam rumah Mila dengan santainya seperti pemiliknya dari rumah itu sendiri. Cece pun masuk ke kamar Mila dan menjatuhkan tubuhnya di ranjang Mila. "Ce, Lo gak ganti baju dulu? Biasanya Lo gak bisa tidur kalau belum ganti baju." Tanya Mila karena melihat Cece langsung tidur. "Gue baru aja ganti baju, Mil." Ujar Cece dengan suara beratnya. Mila tidak lagi bersuara dan membiarkan Cece tidur. Keesokan paginya Cece di bangunkan oleh Mila karena jam sudah hampir jam 08.00 pagi. Karena Mila tidak ingin terlambat ke kampus, akhirnya Mila mengajak Cece langsung berangkat tanpa mandi apalagi make up. "Mil, Lo gila ya ngebiarin gue ke kampus dengan penampilan ancur kek begini?" tanya Cece dengan nada kesalnya sambil menunjuk pakaiannya sendiri. "Kita itu ada kelas jam 08.00 pagi, Ce. Ini jam 08.00 pagi kita masih di rumah aja. Telat Ce. Telat!" Ujar Mila sambil mengeluarkan mobilnya dari bagasi. Sebelum Mila mengeluarkan mobilnya dari rumahnya, Cece menyempatkan diri untuk cuci muka dan sikat gigi, lalu makeup di dalam mobil. Makeup singkat Cece sudah selesai. Sebenarnya meski tanpa makeup sekalipun, Cece sudah cantik dan sangat imut, namun karena Cece tidak biasa tampil polos tanpa makeup, rasanya ada yang kurang kalau ia tak menggunakan makeup. Jadi Cece tetap menggunakan make up meski dengan make up tipis-tipis. Mobil yang membawa Cece dan Mila sudah memasuki area parkiran perkampusan. Baru saja Cece dan Mila masuk, Cece melihat ada Elvi dan juga Gibran disana. Cece melihat Elvi dan Gibran saling beradu debat, membuat semua para mahasiswa dan siswi menonton live yang di perankan oleh Elvi dan Gibran. "Ce, itu Kakak Lo sama Kakak ipar Lo ngapain disini? Kelihatan nya mereka lagi berantem. Tapi kalau memang mereka lagi berantem, kenapa tidak pulang saja. Apa mereka tidak sadar kalau apa yang terjadi di antara mereka hari ini akan menjadi topik hangat di media sosial nanti. Aku yakin, tidak ada satu orang pun yang tidak merekam pertengkaran mereka." Ujar Mila yang langsung dibenarkan oleh Cece. Cece mendekati Elvi dan juga Gibran yang masih berada mulut. "Nah, ini dia yang dicari. Sudah datang." Ujar Elvi membuat dahi Cece berkerut tidak mengerti. Cece melihat kakaknya sangat marah. Tidak hanya Elvi yang terlihat marah, tapi Cece melihat Gibran juga terlihat marah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN